tag:blogger.com,1999:blog-89639972473338714312024-02-20T23:26:31.721-08:00Dicat HukumRedaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comBlogger18125tag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-47031935242900914632018-11-11T17:37:00.001-08:002018-11-11T17:37:22.567-08:00Bagaimanakah Hukum Pidana Dalam Yurisprudensi ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhv6FSVKr0IoNV1Hs_2mJUWUKEfJXIyb1dvN0wXQFezfk3jG-YRw132DOaMskMKrjuWhyphenhyphen5YkgyGpCtA3uNZ4xkx-nTBkYyFmlaHbH5ZcW26FuVrBI77iNsenTJ_zHlY5dV0niru8uDeXhlG/s1600/dicat+hukum.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="250" data-original-width="525" height="152" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhv6FSVKr0IoNV1Hs_2mJUWUKEfJXIyb1dvN0wXQFezfk3jG-YRw132DOaMskMKrjuWhyphenhyphen5YkgyGpCtA3uNZ4xkx-nTBkYyFmlaHbH5ZcW26FuVrBI77iNsenTJ_zHlY5dV0niru8uDeXhlG/s320/dicat+hukum.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
YURISPRUDENSI, ARTI DAN PERANANNYA BAGI HUKUM PIDANA</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dicat Hukum - Tidak dapat disangkal bahwa tugas darpada seorang hakim adalah berbeda, berlainan dari pada tugas dan kewenangan dari pembentuk undang-undang. Dapat dikatakan bahwa baik hakim maupun pembentuk undang-undang menentukan atau menetapkan hokum yang dapat diartikan dalam arti yang berbeda pula. Pembentuk undang-undang membentuk hokum secara in abstracto yaitu merumuskan peraturan hukum secara umu yang berlaku bagi semua orang yang tunduk pada ketentuan undang-undang. Lain halnya kedudukan hakim, ia sebaliknya yaitu menetapkan hukum secara in concreto dimana hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terkait hal ini, dalam pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman telah menggariskan tentang tugas hakim sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih, bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 digariskan lebih lanjut tentang kewajiban hakim, sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hakim sebagi penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lebih lanjut dapat dikatakan disini, bahwa bagi hakim pidana berlaku pula asas “nullum delictum, nulla poena sine praevia lege ponali”, sebagaimana dapat ditarik dari isi ketentuan pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menandung arti bahwa perbuatan apa dan yang bagaimanakah yang dilarang diperbuat orang serta yang diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut, diletkan sepenuhnya dalam kekuasaan pada (badan) pementuk undang-undang pidana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akan tetapi dilain pihak, untuk menilai sereta selanjutnya menentukan apakah sesuatu kata dalam perumusan ketntuan undang-undang pidana adalah jelas ataupun tidak hal itu harus ditetapkan oleh hakim (pidana) sesuai tugas serta kewenangannya menetapkan hukum pidana secara in concreto seperti apa yang telah digariskan dalam pasal 14 (1) tersebut diatas. Oleh karena itu, kiranya tidak ada seorangpun yang menolak hak hakim pidana untuk menafsirkan undang-undang pidana didalam rangka menjalankan tugas serta kewenangannya menerapkan hukum pidana secara in concreto itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Didalam putusannya itu. hakim pidana, menurut pendapat R. Sardjono sebagaimana dikemukakan dalam Raker Hakim dan Panitera dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi Jakarta pada tahun 1972, antara lain :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Merupakan suatu pertanggungan jawab dari hakim mengenai alasa-alasan yang menjadi dasar putusannya itu terhadap masyarakat dan negara dalam kedudukannya sebagai alat perlengkapan negara, yang dibuatnya dengan jalan menyusun pertimbangan putusan tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pertimbangan-pertimbangan itu harus merupakan keseluruhan yang lengkap, tersusun secara sistematis dan satu sama lainnya mempunyai hubungan yang logis tidak ada pertentangan (tegenstrijdigheid) satu sama lain (innerlijke tegenstrijdigheid), pertentangan-pertentangan mana juga tidak boleh terdapat antara pertimbangan-pertimbangan putusan dan dictum putusan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hakim harus menilai kekuatan pembuktian tiap alat bukti dan memberi kesimpulannya mengenai soal terbukti atau tidaknya tuduhan terhadap si terdakwa.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hakim dalam mempertimbangkan perkara adalah tidak bebas, melainkan terikat pada hukum, undang-undang dan rasa keadilan, sehingga dengan demikian segala kesan bahwa hakim bertindak sewenang-wenag sekaligus dapat dilenyapkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hubungan antara dictum (amar) putusan dan pertimbangan adalah bahwa setiap bagian dari dictum putusan harus didukung oleh pertimbangan tertentu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan demikian telah diketahui bahwa hakim dilarang secara tegas untuk menolak mengadili suatu perkara (pidana) yang dihadapkan kepadanya untuk diperiksa dan diadili. Sedangkan dilain pihak haikm diwajibkan pula untuk menggali, mengikutidan memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SURAT DAKWAAN, ISI SERTA PERANANNYA MENURUT YURISPRUDENSI DEWASA INI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Surat dakwaan menurut hukum acara pidana, sepertipun yang termuat dalam KUHAP jo Undang-undang No. 8 Tahun 1981 mempunyai peranan yang sangat penting, karena surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa dalam kedudukannya sebagai Penuntut Umum menjadi dasar pemeriksaan disidang pengadilan. Kemudian surat dakwaan itu menjadi pula dasar dari putusan hakim (Majelis Hakim). Betapa pentingnya surat dakwaan itu dapat terlihat dari bunyi pasal 197 KUHP, dalam hal putusan pemidanaan, haruslah didasarkan kepada dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan. Sebagai konsekuensi logis dari sifat dan hakikat surat dakwaan digariskan dalam KUHAP seperti dikemukakan diatas, musayawarah-terakhir untuk mengambil keputusan Majelis Hakim wajib mendasarkannya kepada isi surat dakwaan (pasal 182 ayat 4 KUHAP).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari hal tersebut diatas jelas kiranya bahwa betapa pentingnya peranan yang dijalankan oleh surat dakwaan dalam proses pemeriksaan perkara pidan. Surat dakwaan dengan demikian merupakan dasar hukum acar pidana, sehingga seorang terdakwa yang diajukan ke depan persidangan atas dakwaan melakukan suatu kejahatan, akan diperiksa, diadili dan diputus atas dasar surat dakwaan yang telah disusun secara terperinci dan jelas oleh Jaksa selaku Penuntut Umum dan bukan oleh hakim seperti halnya diatur dalam HIR sebelum berlakunya Undang-undang No. 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan RI.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam pada itu, seperti halnya ditegaskan dalam Bab “memutuskan” dari Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP telah mencabut “Het Herziene Inlandsch Reglement” Stbl Tahun 1941 No. 44 jo Undang-undang No. 1 Tahun 1951 L.N 1951 Nomor 9 “sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana”, sehingga atas dasar itu dalam tingkat banding, Pengadilan Tinggi tidak lagi mempunyai kewenangan untuk mengubah atau merubah surat dakwaan, seperti ditentukan dalam pasal 14 dari Undang-undang Darurat diaksud tersebut tadi. Dalam kaitan ini MA dalam putusannya No. 589K/ Pid/1984 tanggal 17 Oktober 1984 menggariskan “Pengadilan Tinggi tidak berhak merubah dakwaan”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena pentingnya surat dakwaan ini didalam pemeriksaan perkara sehingga walaupun terdakwa memang benar telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam dakwaan Jaksa, akan tetapi apabila ternyata perbuatan-perbuatan yang didakwaan dalam surat dakwaan Jaksa adalah tidak sesuai atau tidak selaras dengan teks aslinya dari rumusan delik yang didakwakan telah dilanggar oleh terdakwa maka dakwaan itu harus dinyatakan “tidak dapat diterima dan terdakwa harus segera dikeluarkan dari tahanan”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam rangka pembahasan tentang surat dakwaan ini, perlu dikatahui bahwa menurut pengetahuan dan juga yurisprudensi, surat dakwaan itu dapat disusun dan dirumuskan dala beberapa bentuk, yakni :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Dakwaan Tunggal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hal ini disusun dalam bentuk paling sederhana dalam hal seseorang atau lebih terdakwa disangka telah melakukan satu perbuatan atau satu tindak pidana saja. Misalnya melakukan tindak pidana “pencurian” jo pelanggaran, pasal 362 KUHAP.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Dakwaan Alternatief.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memang benar dalam dakwaan itu sendiri tercantum beberapa perbuatan tetapi yang harus dapat dibuktikan adalah hanya satu perbuatan saja, dipilih diantara yang didakwakan itu satu (perbuatan). Sehubungan dengan hal tersebut, dakwaan ini disebut pula “dakwaan pilihan”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dakwaan dengan cara ini dibuat dalam hal, Penuntut Umum ragu-ragu menerapkan pasal manakah dari perbuatan yang dilakukan terdakwa itu paling tepat sehingga dapat dibuktikan dalam persidangan nanti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam dakwaan alternatief ini masing-masing dakwaan akan saling mengecualikan satu sama lain. Hakim akan memilih salah satu perbuatan yang didakwakan terbukti menurut keyakinannya tanpa memeriksa dan memutus dakwaan lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Dakwaan Subsidair.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti halnya apa yang dikemukakan diatas, dalam hal dapat diadakan pilihan diantara beberapa perbuatan yang ddakwakan disebut pula pendakwaan secara alternatief atau subsidair. Didalam praktek menurut Van Bemmelen kedua istilah ini seringkali dipergunakan secara campur aduk, akan tetapi pada hakekatnya diantara kedua bentuk itu terlihat ada perbedaannya yaitu pendakwaan secara alternatief dianggap sebagai pernyataan yang lebih luas dan mencakup pula pendakwaan secara subsidair dalam arti sempit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hal pendakwaan secara alternatief hakim harus melakukan pilihan, untuk selanjtnya ia mempunyai kebebasan untuk menyatakan perbuatan sebagaimana dirumuskan kedua dinyatakan sebagai terbukti tanpa terlebih dahulu adanya kewajiban untuk menyatakan perbuatan yang pertama-tama didakwakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lain halnya dalam hal pendakwaan subsidair dalam arti yang sesungguhnya, disini adanya maksud atau tujuan dari perumusan dakwaan bahwa hakim pertama-tama harus memeriksa perbuatan yang erdahulu dicantumkan dalam surat dakwaan, dakwaan primair itulah yang harus diperiksa dan dalam hal dakwaan primair ini tidak dapat dibuktikan barulah diperiksa dakwaan dibawahnya ataupun yang disebut “pendakwaan subsidair”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4. Dakwaan Kumulatief.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak ada satu ketentuanpun dalam KUHAP yang melarang diadakan pendakwaan lebih dari satu perbuatan, sehubungan dengan hal itu ada kemungkinan beberapa perbuatan tidak ada sangkut pautnya satu sama lain telah dilakukan seseorang pada saat-saat yang berlainan pula. Umpamanya saja, seseorang telah melakukan pencurian pada bulan Juli dan berbuat penipuan pada bulan Agustus dalam tahun yang sama, dalam hal yang demikian ini telah terjadi “meerdaadsesamenloop” atau “perbarengan perbuatan”. Beberapa perbuatan diminta supaya diadili secara sekaligus. Pada terdakawa dalam pendakwaan didakwakan beberapa (cumulatief) perbuatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pembuatan surat dakwaan diatas harus memenuhi dua syarat yang pokok yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a) Syarat Formal</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Surat dakwaan mutlak harus berisi syarat-syarat formal ini, meskipun demikian, jika tidak dipenuhi syarat-syarat formal ini, tidak diancam pembatalan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Syarat-syarat formal dibuat dalam surat dakwaan adalah guna dapat meneliti “identitas”, apakah benar terdakwa inilah yang harus dihadapkan ke sidang pengadilan ataukah orang lain. Yang terpenting adalah bahwa surat dakwaan itu harus disampaikan kepada :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Tersangka atau kuasanya (penasehat hukumnya).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Penyidik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 143 ayat (2) KUHAP menentukan bahwa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani, berisikan nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama serta pekerjaan tersangka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b) Syarat Materiil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut ketentuan perundang-undangan, tidak dipenuhinya syarat materiil ini dalam dakwaan, membawa akibat batalnya dakwaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Adapun syarat materiil ini adalah berupa “uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pentingnya penyebutan waktu dan tempat dlam surat dakwaan adalah untuk menentukan pengadilan yang manakah yang berwenang mengadili dan juga untuk membuktikan ketika terdapat alibi (berada ditempat lain) dari terdakwa saat dalam proses persidangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oleh : R. Ahmad. S. Soema Di Pradja </div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-60636733981141931452018-11-10T14:13:00.001-08:002018-11-10T14:13:15.435-08:00Bagaimanakah Perbandingan Hukum Pidana<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMnfM7_fKAgLP8x4aEsFWv-h04tlWzi_Enf3z4KNGfpXioktsmfN7MlBrFpbsN9zMju04c9GIFNC6oehSqLmcYtp-Ll1hxhIAcsGSxnF7XGT9fIUUa7kpaYKvZ0Zv8s1Av8G7Mh6oGce0x/s1600/HUKUM+PERDATA.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="400" data-original-width="300" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMnfM7_fKAgLP8x4aEsFWv-h04tlWzi_Enf3z4KNGfpXioktsmfN7MlBrFpbsN9zMju04c9GIFNC6oehSqLmcYtp-Ll1hxhIAcsGSxnF7XGT9fIUUa7kpaYKvZ0Zv8s1Av8G7Mh6oGce0x/s320/HUKUM+PERDATA.jpg" width="240" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Alur Perkembangan</div>
<div style="text-align: justify;">
Mulai berkembang abad 19</div>
<div style="text-align: justify;">
Berawal dari minat perseorangan, kemudian didukung oleh kelembagaan seperti Institut Perbandingan Hukum di College de France tahun 1832 dan di University of Paris tahun 1846</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa istilah perbandingan hukum pidana yang dikenal antaralain :</div>
<div style="text-align: justify;">
1.Comparative Law;</div>
<div style="text-align: justify;">
2.Comparative Jurisprudence;</div>
<div style="text-align: justify;">
3.Foreign Law;</div>
<div style="text-align: justify;">
4.DroitCompare;</div>
<div style="text-align: justify;">
5.Rechtgelijking</div>
<div style="text-align: justify;">
6.Rechverleichung</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian</div>
<div style="text-align: justify;">
Black’s Law Dictionary: Comparative Jurisprudence adalah suatu studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hukum denga nmelakukan perbandingan berbagai macam sistem Hukum)</div>
<div style="text-align: justify;">
(the study of principles of legal science by the comparison of various systems of law)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Metode Perbandingan Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
Rudolf D. Schlessinger:</div>
<ol>
<li>Comparative Law merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu;</li>
<li>Comparative Law bukanlah perangkat peraturan dan asas-asas hukum, bukanlah suatu cabang hukum(is not a body of rules and principles);</li>
<li>Comparative Law adalah teknik atau suatu cara menggarap unsur hukuma sing yang aktual dalam suatu masalah hukum (is the technique of dealing with actual foreign law elements of a legal problem)</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
PerbandinganHukumModern</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Menurut Konrad Zweigert dan Kurt Siehr, perbandingan hukum modern menggunakan metodekritis, realistis, dan tidak dogmatis.</li>
<li>Menurut Prof. Soedarto, perbandingan hukum menganut metodefungsional, dengan titik tekan berorientasi pada problema, dan memperhatikan hubungan antara suatu peraturan dan masyarakat tempat bekerjanya peraturan itu”</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Famili Hukum (legal families)</div>
<div style="text-align: justify;">
Rene David mendasarkan klasifikasi famili hukum pada :</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>struktur konseptual hukum;</li>
<li>teori sumber-sumber hukum;</li>
<li>tempat hukum itu sendiri dalam tatana nsosial.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Selanjutnya, bahwa 2 hukum tidak dapat dimasukkan dalam keluarga hukum yang sama sekalipun keduanya menggunakan konsepsi dan teknik hukum yang sama, jika:</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>didasarkan pada prinsip-prinsip filosofis, politisdan prinsip-prinsip ekonomiyang berbeda;</li>
<li>berusahamencapaiduatipemasyarakatyang berbedasecarakeseluruhan.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Marc Ancel dan parasarjana komparatif lainnya setuju dalam membedakan sekurang-kurangnya lima jenis hukum nasional yang dikelompokkan dalam satu keluarga didasarkan pada :</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Asal-usulnya;</li>
<li>Sejarah perkembangannya;</li>
<li>Metode penerapannya.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Lima besar keluarga hukum:</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Sistem Eropa Kontinental dan Amerika Latin;</li>
<li>Sistem Anglo-American (common law system);</li>
<li>Sistem Timur Tengah(middle east system), seperti : Irak, Yordania, Saudi Arabia, Siria, Libanon, Maroko, Sudan, dsb.</li>
<li>Sistem Timur Jauh(Far East System), misal : Cina, Jepang;</li>
<li>Sistem negara-negara sosialis (Socialist system).</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
ManfaatPerbandinganHukum</div>
<div style="text-align: justify;">
Ada2 manfaat mempelajari sistem hukum asing, yakni:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Umum</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>memberikan kepuasan bagi orang yang berhasrat ingin tahu secara ilmiah;</li>
<li>Memperdalam pengertian tentang pranata masyarakat dan kebudayaan sendiri;</li>
<li>Membawa sikap kritis terhadap sistem hukum sendiri.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
2. Khusus</div>
<div style="text-align: justify;">
Sehubungan dengan dianutnya asas nasional aktif dalam KUHP kita, yaitu Pasal 5 ayat (1) ke-2</div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-58917846531311877762018-11-10T14:03:00.000-08:002018-11-10T14:03:15.550-08:00Apakah Sosiologi Hukum Itu ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKmLT63Hoks-CAT6jHHl9tQO2nbQVdKh20LhyRgBB95SIYXjKgT_mqaznb_kD4VU5OJFFAv-n_WYACQyUgq8iD13IF4B0d330ytAOunMOP-AL2ey8vT_aCDBGUIMIdVOQdyH3YjXzeZwcy/s1600/sosiologi+hukum.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="414" data-original-width="651" height="203" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKmLT63Hoks-CAT6jHHl9tQO2nbQVdKh20LhyRgBB95SIYXjKgT_mqaznb_kD4VU5OJFFAv-n_WYACQyUgq8iD13IF4B0d330ytAOunMOP-AL2ey8vT_aCDBGUIMIdVOQdyH3YjXzeZwcy/s320/sosiologi+hukum.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Dicat Hukum - Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Brade Meyer</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Sociology af the law – Menjadikan hukum sebagai alat pusat penelitian secara sosiologis yakni sama halnya bagaimana sosiologi meneliti suatu kelompok kecil lainnya. Tujuan penelitian adalah selain untuk menggambarkan betapa penting arti hukum bagi masyarakat luas juga untuk menggambarkan proses internalnya hukum.</li>
<li>Sociology in the law – Untuk memudahkan fungsi hukumnya, pelaksanaan fungsi hukum dengan dibantu oleh pengetahuanatau ilmu sosial pada alat-alat hukumnya.</li>
<li>Gejala social lainnya – Sosiologi bukan hanya saja mempersoalkan penelitian secara normatif (dassollen) saja tetapi juga mempersoalkan analisa-analisa normatif didalam rangka efektifitas hukum agar tujan kepastian hukum dapat tercapai.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Sejarah Lahirnya Sosiologi Hukum Sebagai Mata Kuliah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelum tahun 1976 di Unpad lahir suatu mahzab yang digagas oleh Mochtar Kusumaatmadja yang waktu itu sebagai Menteri Kehakiman dan Guru Besar Unpad diminta menyusun konsep hukum yang mendukung pembangunan oleh Bapenas, maka dari itu kemudian lahirlah konsep pembinaan hukum. Konsep pembinaan hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja diantaranya yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Hukum tidak meliputi asas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat termasuk lembaga dan proses didalam mewujudkan kaedah itu dalam kenyataan.</li>
<li>Hukum adalah keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, termasuk lembaga dan proses dalam mewujudkan berlakunya hukum.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Penjelasan :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Pada pengertian yang pertama kata kaedah mengandung makna yaitu Undang-undang Normatif Positivisme</li>
<li>Kata asas dan kaedah menggambarkan hukum sebagai gejala normative (hukum alam)</li>
<li>Kata lembaga dan proses menggambarkan hukum sebagai gejala social (sociological yurispudence)</li>
<li>Gejala social adalah gejala-gejala yang terdapat dalam masyarakat yang berkaitan dengan kebutuhan pokok manusia (kemakmuran, kekuasaan, kedudukan, keadilan, kepastian, kegunaan dan kebahagiaan).</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
GBHN 1973 : Hukum tidak boleh menghambat proses pembangunan yang merupakan suatu proses yang menyangkut seluruh aspek-aspek kehidupan manusia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
GBHN 1978 : Hukum dapat berfungsi sebagai sarana pembaharuan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ex : Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan tidak terdapat atau melarang adanya perkawinan anak-anak, hal tersebut merubah pemikiran masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
GBHN 1983 : Hukum sebagai sarana rekayasa masyarakat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ex : Dalam Undang-Undang Hak Cipta, dimana hal tersebut merubah pemikiran masyarakat industri menjadi masyarakat informasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Soiologi Hukum Sebagai Ilmu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada lahirnya sosiologi hukum dipengaruhi oleh 3 (tiga) disiplin ilmu, yaitu filsafat hukum, ilmu hukum dan sosiologi yang berorientasi dibidang hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1Filsa. fat hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Konsep yang dilahirkan oleh aliran positivisme (Hans Kelsen) yaitu “stufenbau des recht” atau hukum bersifat hirarkis artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya. Dimana urutannya yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Grundnorm (dasar social daripada hukum)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Konstitusi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Undang-undang dan kebiasaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Putusan badan pengadilan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam filsafat hukum terdapat beberapa aliran yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sosilogi hukum, diantaranya yaitu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Mazhab sejarah, tokohnya Carl Von Savigny (hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh da berkembang bersama-sama masyarakat). Hal tersebut merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat, perkembangan hukum dari statu ke control sejalan dengan perkembangan masyarakat sederhana ke masyarakat modern.</li>
<li>Mazhab utility, tokohnya Jeremy Bentham (hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat guna mencapai hidup bahagia). Dimana manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan dan pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga-warga masyarakat secara individual). Rudolph von Ihering (social utilitarianism yaitu hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuan)</li>
<li>Aliran sociological jurisprudence, tokohnya Eugen Ehrlich (hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat atau living law)</li>
<li>Aliran pragmatical legal realism, tokohnya Roscoe Pound (law as a tool of social engineering), Karl Llewellyn, Jerome Frank, Justice Oliver (hakim-hakim tidak hanya menemukan huhum akan tetapi bahkan membentuk hukum)</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
2. Ilmu hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yang mendukung ilmu soiologi hukum adalah ilmu hukum yang menganggap bahwa hukum itu adalah gejala social.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Sosiologi yang berorientasi dibidang hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Emile Durkhain mengungkapkan bahwa dalam masyarakat selalu ada solideritas social yang meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Solideritas social mekanis yaitu terdapat dalam masyarakat sederhana dimana kaidah hukumnya bersifat represif (yang diasosiasikan dalam hukum pidana)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Solideritas social organis yaitu terdapat dalam masyarakat modern dimana kaidah hukumnya bersifat restitutif (yang diasosiasikan dalam hukum perdata).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Max Weber dengan teori ideal type, mengungkapkan bahwa hukum meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Irasionil materil (pembentuk undang-undang mendasarkan keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidahpun)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Irasionil formal (pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah diluar akan, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Rasional materil (keputusan-keputusan para pembentuk undang-undnag dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa atau ideologi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Rasional formal (hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kedudukan dan Letak Sosiologi Hukum Dibidang Ilmu Pengetahuan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sosiologi adalah merupakan cabang dari ilmu hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Soerjono Soekanto sosiologi hukum adalah cabang ilmu hukum yaitu ilmu hukum tentang kenyataan. Pendapat ini didasarkan pada pengertian tentang disiplin yaitu suatu ajaran tentang kenyataan yang meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Disiplin analitis : sosiologi, psikologi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Disiplin hukum (perspektif): ilmu hukum normative dan kenyataan (ilmu hukum kenyataan, sosiologi hukum, antropologi hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum secara sosiologi merupakan suatu lembaga kemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu himpunan nilai nilai, kaidah kaidah dari pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan kebutuhan pokok manusia dan saling mempengaruhi. Sosiologi hukum merupakan refleksi dari inti pemikiran pemikiran tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aliran hukum alam (Aristoteles, Aquinas, Grotius)</div>
<div style="text-align: justify;">
− Hukum dan moral</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Keepastian hukum dan keadilan sebagai tujuan dari sistem hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Madzhab formalisme (austin, kelsen)</div>
<div style="text-align: justify;">
− Logika hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
− Fungsi keajegan dari pada hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
− Peranan formal dari petugas hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mazhab kebudayaan dan sejarah (Carl von savigny, Maine)</div>
<div style="text-align: justify;">
− Kerangka budaya dari hukum, termasuk hubungan antara hukum dan sistem nilai nilai</div>
<div style="text-align: justify;">
− Hukum dan perubahan perubahan social</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aliran utilitarianisme dan sociological jurisprudence (J. Bentham, Jhering, Eurlich, Pound)</div>
<div style="text-align: justify;">
− Konsekuensi konsekuensi sosial dari hukum ( w. Friedman )</div>
<div style="text-align: justify;">
− Penggunaan yang tidak wajar dari pembentuk undang undang</div>
<div style="text-align: justify;">
− Klasifikasi tujuan tujuan mahluk hidup dan tujuan tujuan social</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aliran sociological jurisprudence (Eurlich, Pound) dan legal realism (holmes, llewellyn, frank)</div>
<div style="text-align: justify;">
− Hukum sebagai mekanisme pengendalian sosial</div>
<div style="text-align: justify;">
− Faktor faktor politis dan kepentingan dalam hukum, termasuk hukum dan stratifikasi sosial</div>
<div style="text-align: justify;">
− Hubungan antara kenyataan hukum dengan hukum yang tertulis</div>
<div style="text-align: justify;">
− Hukum dan kebijaksanaan kebijaksanaan hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
− Segi perikemanusiaan dari hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
− Studi tentang keputusan keputusan pengadilan dan pola pola perikelakuannya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sosiologi hukum adalah merupakan cabang sosiologi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Satjipto Rahardjo mengungkapkan bahwa sosiologi hukum adalah merupakan cabang sosiologi yaitu sosiologi bidang hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ilmu yang mempelajari fenomena hukum, dari sisinya tersebut dibawah ini disampaikan beberapa karakteristik dari studi hukum secara sosiologis</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Memberikan penjelasan mengenai praktik praktik hukum baik oleh para penegak hukum maupun masyarakat. Apabila praktik praktik tersebut dibedakan ke dalam pembuatan peraturan perundang undangan, penerapan dan pengadilan, maka sosiologi hukum juga mempelajari, bagaimana praktik yang terjadi pada masing masing kegiatan hukum tersebut.</li>
<li>Senantiasa menguji keabsahan empiris dari suatu peraturan atau pernyataan hukum, apabila hal itu dirumuskan dalam suatu pertanyaan, pertanyaan itu adalah : bagaimanakah dalam kenyataannya peraturan tersebut?, apakah kenyataan memang seperti tertera pada bunyi peraturan? Terdapat suatu perbedaan yang bvesar antara pendekatan tradisional yang normative dan pendekatan sosiologis yaitu bahwa yang pertama menerima saja apa yang tertera pada aturan hukum, sedang yang kedua senantiasa menguji dengan data empiris.</li>
<li>Berbeda dengan ilmu hukum, sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Perilaku yang mentaati hukum dan yang menyimpang dari hukum sama sama merupakan objek pengamatan yang setaraf. Sosiologi hukum tidak menilai yang satu lebih dari yang lain. Perhatian yang utama hanyalah pada memberikan penjelasan terhadap penjelasan terhadap objek yang dipelajari. Sosiologi hukum tidak memberikan penilaian, melainkan mendekati hukum dari segi objektivitas semata dan bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena hukum yang nyata</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Konsep-Konsep Sosiologi Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Hukum Berfungsi Sebagai Sarana Social Control (Pengendalian Sosial)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum sebagai sosiol control : kepastian hukum, dalam artian UU yang dilakukan benar-benar terlaksana oleh penguasa, penegak hukum. Fungsinya masalah penginterasian tampak menonjol, dengan terjadinya perubahan perubahan pada faktor tersebut diatas, hukum harus menjalankan usahanya sedemikian rupa sehingga konflik konflik serta kepincangan kepincangan yang mungkin timbul tidak mengganggu ketertiban serta produktivitas masyarakat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengendalian sosial adalah upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Maksudnya adalah hukum sebagai alat memelihara ketertiban dan pencapaian keadilan. Pengendalian sosial mencakup semua kekuatan-kekuatan yang menciptakan serta memelihara ikatan sosial. Hukum merupakan sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari perbuatan dan ancaman yang membahayakan dirinya dan harta bendanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Hukum Berfungsi Sebagai Sarana Social Engineering</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum dapat bersifat sosial engineering : merupakan fungsi hukum dalam pengertian konservatif, fungsi tersebut diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk dalam masyarakat yang sedang mengalami pergolakan dan pembangunan. Mencakup semua kekuatan yang menciptakan serta memelihara ikatan sosial yang menganut teori imperative tentang fungsi hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hal ini dimaksudkan dalam rangka memperkenalkan lembaga-lembaga hukum modern untuk mengubah alam pikiran masyarakat yang selama ini tidak mengenalnya, sebagai konsekuensi Negara sedang membangun, yang kaitannya menuju modernisasi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Maksudnya adalah hukum sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional/modern.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Wibawa Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Melemahnya wibawa hukum menurut O. Notohamidjoyo, diantaranya karena hukum tidak memperoleh dukungan yang semestinya dari norma-norma sosial bukan hukum, norma-norma hukum belum sesuai dengan norma-norma sosial yang bukan hukum, tidak ada kesadaran hukum dan kesadaran norma yang semestinya, pejabat-pejabat hukum yang tidak sadar akan kewajibannya untuk memelihara hukum Negara, adanya kekuasaan dan wewenang, ada paradigma hubungan timbal balik antara gejala sosial lainnya dengan hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam artian sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Hukum tidak memperoleh dukungan yang semestinya dari norma norma sosial bukan hukum, melemahnya value sistem dalam masyarakat pada umumnya sebagai akibat dari modernisasi</li>
<li>Norma norma hukum tidak batau belum sesuai dengan norma norma sosial yang bukan hukum, hukum yang dibentuk terlalu progresif sehingga dirasakan sebagai norma norma asing bagi rakyat</li>
<li>Tidak ada kesadaran hukum dan kesadaran norma yang semestinya</li>
<li>Pejabat pejabat hukum tidak sadar akan kewajibannya yang mulia untuk memelihara hukum negara, lalu mengkorupsikan, merusak hukum negara itu</li>
<li>Pemerintah pusat dan daerah berusaha membongkar hukum yang berlaku untuk madsud maksud tertentu. Dapat terjadi bahwa pemerintah yang seharusnya mendukung hukum sebagai kewajibannya, malah menghianati hkum yang berlaku</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
4. Ciri-ciri Sistem Hukum Modern</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sistem hukum yang modern haruslah merupakan hukum yang baik, dalam arti hukum tersebut harus mencerminkan rasa keadilan bagi para pihak yang terlibat/diatur oleh hukum tersebut. Hukum tersebut harus sesuai dengan kondisi masyarakat yang diaturnya. Hukum tersebut harus dibuat sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Hukum yang baik harus dapat dimengerti atau dipahami oleh para pihak yang diaturnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ciri ciri hukum modern :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Terdiri dari peraturan yang isi dan pelaksanaannya seragam</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Sistem hukum yang transaksional dimana hak dan kewajiban dalam perjanjian tidak memandang usia, kelas, agama dan jenis kelamin</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Bersifat universal dan dilaksanakan secara umum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Adanya hirarkis yang tegas</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Melaksanakan hukum sesuai dengan prosedur</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Rasional</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Dilaksanakan oleh orang yang berpengalaman</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Spesialisasi dan diadakan penghubung diantara bagian bagian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Hukum mudah berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Penegak hukum dan lembaga pelaksana hukum adalah lembaga kenegaraan, artinya negara memonopoli kekuasaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Perbedaan yang tegas diantara 3 lembaga negara (eksekutif – legislative – yudicatif)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ciri manusia modern :</div>
<div style="text-align: justify;">
– Rasional</div>
<div style="text-align: justify;">
– Jujur</div>
<div style="text-align: justify;">
– Tepat waktu</div>
<div style="text-align: justify;">
– Efisien</div>
<div style="text-align: justify;">
– rientasi ke masa depan</div>
<div style="text-align: justify;">
– Tidak status symbol (gengsi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
5. Suatu kenyataan bahwa hukum hanya diperlukan untuk mereka yang stratanya rendah sedangkan strata tinggi seolah kebal hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hingga saat ini banyak pelaku kejahatan kelas atas atau yang disebut kejahatan Kerah Putih (White Colour Crime) yang dihukum sangat ringan bahkan tidak sedikit yang divonis bebas, karena mereka memegang kekuasaan dan wewenang yang dapat mengintervensi para penegak hukum, hal ini berakibat bahwa mereka yang berstrata tinggi seolah kebal hukum dan sebaliknya hukum hanya dipergunakan untuk mereka yang berstrata rendah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
6. Efektifitas Hukum dan Peranan Sanksi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Merupakan naskah yang berisikan sorotan sosial hukum terhadap peranan sanksi dalam proses efektivikasi hukum. Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif. Keadaan tersebut dapat ditinjau atas dasar beberapa tolok ukur efektivitas. Menurut Suryono efektifitas dari hukum diantaranya :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Hukum itu harus baik</div>
<div style="text-align: justify;">
– Secara sosiologis (dapat diterima oleh masyarakat)</div>
<div style="text-align: justify;">
– Secara yuridis (keseluruhan hukum tertulis yang mengatur bidang bidang hukum tertentu harus sinkron)</div>
<div style="text-align: justify;">
– Secara filosofis</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Penegak hukumnya harus baik, dalam artian betul betul telah melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana digariskan oleh hukum yang berlaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
c. Fasilitas tersedia yang mendukung dalam proses penegakan hukumnya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
d. Kesadaran hukum masyarakat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Syarat kesadaran hukum masyarakat :</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Tahu hukum (law awareness)</li>
<li>Rasa hormat terhadap hukum (legal attitude)</li>
<li>Paham akan isinya (law acqium tance)</li>
<li>Taat tanpa dipaksa (legal behaviore)</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
e. Budaya hukum masyarakat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perlu ada syarat yang tersirat yaitu pandangan Ruth Benedict tentang adanya budaya malu, dan budaya rasa bersalah bilamana seseorang melakukan pelanggaran terhadap hukum hukum yang berlaku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cara mengatasinya :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Eksekutif harus banyak membentuk hukum dan selalu mengupdate,</li>
<li>Para penegak hukumnya harus betul betul menjalankan tugas kewajiban sesuai dengan hukum hukum yang berlaku dan tidak boleh pandang bulu</li>
<li>Lembaga mpr sesuai dengan ketentuan uud 1945 melakukan pengawan terhadap kerja lembaga lembaga negara.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
7. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sadar : dari hati nurani</div>
<div style="text-align: justify;">
Patuh : Takut sanksi yang negatif</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak didalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektivitas hukum. Kesadaran hukum merupakan kesadaran/nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kesadaran hukum berkaitan dengan kepatuhan hukum, hal yang membedakannya yaitu dalam kepatuhan hukum ada rasa takut akan sanksi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
kesadaran : tidak ada sanksi, merupakan perumusan dari kalangan hukum mengenai penilaian tersebut, yang telah dilakukan secara ilmiah, nilai nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada.</div>
<div style="text-align: justify;">
Indicator kesadaran hukum :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>pengetahuan hukum</li>
<li>pemahaman hukum</li>
<li>sikap hukum</li>
<li>pola perilaku hukum</li>
<li>kepatuhan : ada sanksi positif dan negative, ketaatan merupakan variable tergantung, ketaatan hukum tersebut didasarkan kepada kepuasan diperoleh dengannn dukungan sosial</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Compliance, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghidarkan diri dari hukuman yang mungkin dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum. Adanya pengawasan yang ketat terhadap kaidah hukum tersebut.</li>
<li>Identification, terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar ke anggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengn mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah kaidah hukum tersebut</li>
<li>Internalization, seseroang mematuhi kaidah kaidah hukum dikarenakan secara intrinsic kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isinya sesuai dengan nilai nilainya dari pribadi yang bersangkutan.</li>
<li>Kepentingan-kepentingan para warga yang terjamin oleh wadah hukum yang ada</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Faktor penghambat perkembangan sosiologi hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Tidak samanya bahasa kerangka pemikiran yang digunakan antara ahli sosiologi dengan ahli hukum</li>
<li>Sulitnya bagi para sosiologi hukum untuk menempatkan dirinya dialam yang normatif</li>
<li>Pada umumnya para sosiolog dengan begitu saja menerima pendapat bahwa hukum merupakan himpunan peraturan-peraturan yang statis.</li>
<li>Kadangkala seorang sosiolog merasakan adanya kesulitan-kesulitan untuk menguasai keseluruhan data tentang hukum yang demikian banyaknya yang pernah dihasilkan oleh beberapa generasi ahli-ahli hukum</li>
<li>Para ahli hukum lebih memusatkan perhatian pada kejadian-kejadian konkret sedangkan para sosiolog menganggap kejadian konkret tersebut sebagai refleksi dari gejala-gajala atau kecenderungan-kecenderungan umum</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Cabang Sosiologi Hukum (Soeryono)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Paradigma (the genetic sociology of law)</div>
<div style="text-align: justify;">
− Sampai sejauh mana hukum dapat mempengaruhi tingkah laku manusia</div>
<div style="text-align: justify;">
− Bagaimanakah cara yang paling efektif dari hukum dala pembentukan perilaku</div>
<div style="text-align: justify;">
− Apakah hukum yang membentuk perilaku atau sebaliknya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : UU Nomor 1 tahun1974 (kawin muda), UU Narkotika (orang tua diajak berpikir rational, petani diajak berpikir rational)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Soiologi Teoritis dan Praktis</div>
<div style="text-align: justify;">
Sosiologi praktis</div>
<div style="text-align: justify;">
− Sosiologi teoritis yaitu meneliti dasar sosial dari hukum positif tertulis</div>
<div style="text-align: justify;">
− Mempelajari tentang tumbuh dan berkembangnya hukum positif tertulis</div>
<div style="text-align: justify;">
− Lebih ditekankan pada penelitian bertujuan untuk mneghasilkan generalisasi atau hipotesa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : UU bagi hasil</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sosiologi praktis</div>
<div style="text-align: justify;">
− Sosiologi praktis yaitu meneliti efektifitas dari hukum dalam masyarakat</div>
<div style="text-align: justify;">
− Dapat menganalisa konstruksi terhadap efektifitas hukum dalam masyarakat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : Kasus pungutan liar, UU tentang pungutan tidak jalan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum-gejala social yaitu UU Penanaman Modal</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum-politik yaitu UU Pemilu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum-budaya yaitu UU Peerguruan Tinggi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Soiologis Empiris</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu hipotesa dicocokan dengan keadaan yang sebenarnya atau melihat hukum yang erat kaitannya dengan gejala sosial lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : UU Nomor 1 tahun1974 pasal 2</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
UU Narkotika</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
UU Lingkunga hidup</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ruang lingkup Sosiologi Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dasar sosial dari hukum dengan anggapan bahwa hukum timbul dan tumbuh dari proses sosial lainnya (the genetic sociology of law)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Efek hukum terhadap gejala-gejala social lain (the operational sociology of law)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Antropologi hukum adalah ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan modern sesuai dengan budaya masing-masing</li>
<li>Psikologi hukum adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan jiwa manusia dengan tujuan penyerasian terhadap hukum</li>
<li>Perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan yang memperbandingkan sistem hukum yang berlaku didalam satu atau beberapa mayarakat dengan tujuan melakukan pembinaan hukum</li>
<li>Sejarah hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum masa lampau (masa penjajahan kolonial belanda) sampai dengan sekarang dengan tujuan pembinan terhadap hukum</li>
<li>Politik hukum adalah memilih nilai-nilai dan menerapkannya dalam kehidupan</li>
<li>Nilai yaitu konsepsi abstrak dalam pikiran manusia tentang sesuatu hal yang baik atau buruk</li>
<li>Disiplin yaitu suatu ajaran yang menentukan apakah yang seharusnya atau seyogyanya dilakukan dalam menghadapi kenyataan</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Perihal perspektif dari pada sosiologi hukum, maka secara umum ada dua pendapat utama, yaitu sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa kepada sosiologi hukum harus diberikan suatu fungsi yang global, artinya sosiologi hukum harus menghasilkan suatu sintesa antara hukum sebagai sarana organisasi sosial dan hukum sebagai sarana dari keadilan. Didalam fungsi tersebut maka hukum dapat memperoleh bantuan yang tidak kecil dari sosiologi hukum didalam mengidentifikasi konteks sosial dimana hukum tadi diharapkan berfungsi.</li>
<li>Pendapat-pendapat lain menyatakan bahwa kegunaan sosiologi hukum adalah justru dalam bidang penerangan dan pengkaidahan, dimana sosiologi hukum dapat mengungkapkan data tentang keajegan-keajegan mana didalam masyarakat yang menuju pada pembentukan hukum (baik melalui keputusan penguasa maupun melalui ketetapan bersama dari para warga masyarakat terutama yang menyangkut hukum fakultatif).</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Dari perspektif sosiologi hukum tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa kegunaan sosiologi hukum adalah sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum didalam konteks sosial.</li>
<li>Penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan kemampuan untuk mengadakan analisa terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat baik sebagai sarana untuk mengubah masyarakat atau sarana untuk mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu.</li>
<li>Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektifitas hukum didalam masyarakat.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Manfaat mempelajari Sosilogi Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hal-hal yang dapat diketahui mempelajari sosiologi hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
– Sosiologi dan falsafah hukum (perencana dan penegak hukum)</div>
<div style="text-align: justify;">
– Unsur kebudayaan yang mempengaruhi hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
– Golongan masyarakat yang mempengaruhi hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
– Golongan mana yang diuntungkan dan golongan mana yang dirugikan</div>
<div style="text-align: justify;">
– Mengtahui kesadaran hukum dan dapat diukur frekuensinya</div>
<div style="text-align: justify;">
– Mengetahui mentalitas dan perilaku penegak hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
– Mengetahui hukum yang dapat mengubah perilaku</div>
<div style="text-align: justify;">
– Mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap berfungsinya hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemampuan-kemampuan yang diperoleh setelah mempelajari Sosiologi Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
– Memahami hukum dalam konteks sosialnya</div>
<div style="text-align: justify;">
– Melihat efektivitas hukum baik social control maupun social engineer</div>
<div style="text-align: justify;">
– Menilai efektivitas hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kegunaan Sosiologi Hukum Praktis bagi Praktisi Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Kegunaan dalam menggunakan konkritisasi terhadap kaidah-kaidah hukum tertulis (referensial) yakni kaidah hukum, pedoman hukum yang menunjuk pada pengetahuan di luar ilmu hukum., Misal Pasal 1338 BW (Perencanaan dilakukan dengan itikad baik) dan Pasal 1536 BW (Onrecht matige daad atau perbuatan mmelawan hukum)</li>
<li>Dapat mengadakan konkritisasi terhadap pengertian-pengertian hukum yang tidak jelas atau kurang jelas.</li>
<li>Dapat membentuk dan merumuskan kaidah hukum yang mempunyai dasar sosial</li>
<li>Mampu merumuskan RUU dengan bahasa hukum yang mudah dicerna.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Ilmu hukum yaitu ilmu yang mencakup dan membahas segala hal yang berhubungan dengan hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Metoda untuk meneliti hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Idiologis (melihat hukum sebagai nilai-nilai), filosofis, yuridis</li>
<li>Melihat hukum sebagai sistem atau pengaturan yang abstrak lepas dari hal-hal di luar peraturan-peraturan tersebut (dogmatis)</li>
<li>Sosiologis (melihat hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat/efektivitas hukum)</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Masalah yang di teliti Ilmu Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Mempelajari asas-asas pokok dari hukum (filsafat hukum)</li>
<li>Mempelajari sistem formal dari hukum (sosiologi hukum dan dogmatik hukum)</li>
<li>Mempelajari konsepsi-konsepsi hukum dan arti fungsionalnya dalam masyarakat (sosiologi hukum)</li>
<li>Mempelajari kepentingan-kepentingan sosial apa saja yang dilindungi oleh hukum (sosiologi hukum)</li>
<li>Ingin mengetahui tentang apa sesungguhnya hukum itu, dari mana hukum datang atau muncul, apa yang dilakukannya dan dengan cara-cara atau sarana-sarana apa hukum malakukan hal itu ( sejarah hukum)</li>
<li>Mempelajari tentang apakah keadilan itu dan bagaimana keadilan itu diwujudkan melalui hukum (filsafat hukum)</li>
<li>Mempelajari tentang perkembangan hukum, apakah hukum itu, apakah sejak dulu sama denga sekarang, bagaimana sesungguhnya hukum itu berubah dari masa ke masa (sejarah hukum)</li>
<li>Mempelajari pemikiran-pemikiran orang mengenai hukum sepanjang masa (filsafat hukum)</li>
<li>Mempelajari bagaimana sesungguhnya kedudukan hukum itu dalam masyarakat, bagaimana hubungan atau kaitannya antara hukum dengan sub-sub sistem lain dalam masyarakat baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dsb (sosiologi hukum)</li>
</ol>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-54926176214219233082018-11-10T13:50:00.002-08:002018-11-10T13:52:43.425-08:00Bagaimanakah Penemuan Hukum<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIXiuBMk-G-YzM7wp9DdAB0GVL5KiwJetVo4u1T7NC6uew3Oy5l_y6KzH49OgcIm88gCT4UsfYp8s3t4PMm6GU3e1t74GI-GjPLD629SwAKzqNuG5Lc3P-MYQkT94Bgg1C59teb1jiZOpE/s1600/penemuan+hukum.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="198" data-original-width="256" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIXiuBMk-G-YzM7wp9DdAB0GVL5KiwJetVo4u1T7NC6uew3Oy5l_y6KzH49OgcIm88gCT4UsfYp8s3t4PMm6GU3e1t74GI-GjPLD629SwAKzqNuG5Lc3P-MYQkT94Bgg1C59teb1jiZOpE/s1600/penemuan+hukum.jpg" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengantar</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia (seluruh manusia tanpa terkecuali). Oleh karena itu maka hukum harus dilaksanakan agar kepentingan manusia tersebut dapat terlindungi. Dalam pelaksanaannya, hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, akan tetapi dapat juga terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum dalam prakteknya. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum ini menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan : kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit). Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku “fiat justitia et pereat mundus” (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu sistem hukum untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis dan teratur. Kenyataannya hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibuat tidak mencakup seluruh perkara yang timbul dalam masyarakat sehingga menyulitkan penegak hukum untuk menyelesaikan perkara tersebut. Dalam usaha menyelesaikan suatu perkara adakalanya hakim menghadapi masalah belum adanya peraturan perundang-undangan yang dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan, walaupun semua metode penafsiran telah digunakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
A. Pengertian Penemuan Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penemuan hukum, pada hakekatnya mewujudkan pengembanan hukum secara ilmiah dan secara praktikal. Penemuan hukum sebagai sebuah reaksi terhadap situasi-situasi problematikal yang dipaparkan orang dalam peristilahan hukum berkenaan dengan dengan pertanyaan-pertanyaan hukum (rechtsvragen), konflik-konflik hukum atau sengketa-sengketa hukum. Penemuan hukum diarahkan pada pemberian jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dan hal pencarian penyelesaian-penyelesaian terhadap sengketa-sengketa konkret. Terkait padanya antara lain diajukan pertanyaan-pertanyaan tentang penjelasan (tafsiran) dan penerapan aturan-aturan hukum, dan pertanyaan-pertanyaan tentang makna dari fakta-fakta yang terhadapnya hukum harus diterapkan. Penemuan hukum berkenaan dengan hal menemukan penyelesaian-penyelesaian dan jawaban-jawaban berdasarkan kaidah-kaidah hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penemuan hukum termasuk kegiatan sehari-hari para yuris, dan terjadi pada semua bidang hukum, seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum pemerintahan dan hukum pajak. Ia adalah aspek penting dalam ilmu hukum dan praktek hukum. Dalam menjalankan profesinya, seorang ahli hukum pada dasarnya harus membuat keputusan-keputusan hukum, berdasarkan hasil analisanya terhadap fakta-fakta yang diajukan sebagai masalah hukum dalam kaitannya dengan kaidah-kaidah hukum positif. Sementara itu, sumber hukum utama yang menjadi acuan dalam proses analisis fakta tersebut adalah peraturan perundangan-undangan. Dalam hal ini yang menjadi masalah, adalah situasi dimana peraturan Undang-undang tersebut belum jelas, belum lengkap atau tidak dapat membantu seorang ahli hukum dalam penyelesaian suatu perkara atau masalah hukum. Dalam situasi seperti ini, seorang ahli hukum tidak dapat begitu saja menolak untuk menyelesaikan perkara tersebut. Artinya, seorang ahli hukum harus bertindak atas inisiatif sendiri untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan. Seorang ahli hukum harus mampu berperan dalam menetapkan atau menentukan apa yang akan merupakan hukum dan apa yang bukan hukum, walaupun peraturan perundang-undangan yang ada tidak dapat membantunya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tindakan seorang ahli hukum dalam situasi semacam itulah yang dimaksudkan dengan pengertian penemuan hukum atau Rechtsvinding. Dalam proses pengambilan keputusan hukum, seorang ahli hukum pada dasarnya dituntut untuk melaksanakan dua tugas atau fungsi utama, diantaranya yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Ia senantiasa harus mampu menyesuaikan kaidah-kaidah hukum yang konkrit (perundang-undangan) terhadap tuntutan nyata yang ada di dalam masyarakat, dengan selalu memperhatikan kebiasaan, pandangan-pandangan yang berlaku, cita-cita yang hidup didalam masyarakat, serta perasaan keadilannya sendiri. Hal ini perlu dilakukan oleh seorang ahli hukum karena peraturan perundang-undangan pada dasarnya tidak selalu dapat ditetapkan untuk mengatur semua kejadian yang ada didalam masyarakat. Perundang-undangan hanya dibuat untuk mengatur hal-hal tertentu secara umum saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Seorang ahli hukum senantiasa harus dapat memberikan penjelasan, penambahan, atau melengkapi peraturan perundang-undangan yang ada, dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal ini perlu dijalankan sebab adakalanya pembuat Undang-undang (wetgever) tertinggal oleh perkembangan perkembangan didalam masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penemuan hukum merupakan pembentukan hukum oleh hakim atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum umum pada peristiwa hukum konkrit, juga merupakan proses konkretisasi atau individualis peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu, jadi dalam penemuan hukum yang penting adalah bagaimana mencarikan atau menemukan hukumnya untuk peristiwa konkrit</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salah satu fungsi dari hukum ialah sebagai alat untuk melindungi kepentingan manusia atau sebagai perlindungan kepentingan manusia. Upaya yang semestinya dilakukan guna melindungi kepentingan manusia ialah hukum harus dilaksanakan secara layak. Pelaksanaan hukum sendiri dapat berlangsung secara damai, normal tetapi dapat terjadi pula karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar tersebut haruslah ditegakkan, dan diharapkan dalam penegakan hukum inilah hukum tersebut menjadikan kenyataan. Dalam hal penegakan hukum tersebut, setiap orang selalu mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadinya peristiwa kongkrit, dengan kata lain bahwa peristiwa tersebut tidak boleh menyimpang dan harus ditetapkan sesuai dengan hukum yang ada (berlaku), yang pada akhirnya nanti kepastian hukum dapat diwujudkan. Tanpa kepastian hukum orang tidak mengetahui apa yang harus diperbuat yang pada akhirnya akan menimbulkan keresahan. Akan tetapi terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya juga akan kaku serta tidak menutup kemungkinan akan dapat menimbulkan rasa ketidakadilan. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati dan dilaksanakan. Dan kadang undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat (lex dura sed tamen scripta).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berbicara tentang hukum pada umumnya, kita (masyarakat) hanya melihat kepada peraturan hukum dalam arti kaidah atau peraturan perundang-undangan, terutama bagi para praktisi. Sedang kita sadar bahwa undang-undang itu tidaklah sempurna, undang-undang tidaklah mungkin dapat mengatur segala kegiatan kehidupan manusia secara tuntas. Ada kalanya undang-undang itu tidak lengkap atau ada kalanya undang-undang tersebut tidak jelas. Tidak hanya itu, dalam Al-Qur’an sendiri yang merupakan rujukan kita (umat Islam) dalam menentukan hukum akan suatu peristiwa yang terjadi, ada kalanya masih memerlukan suatu penafsiran (interpretasi), pada masalah-masalah yang dianggap kurang jelas dan dimungkinkan (terbuka) atasnya untuk dilakukan suatu penafsiran. Dalam hal terjadinya pelanggaran undang-undang, penegak hukum (hakim) harus melaksanakan atau menegakkan undang-undang. Hakim tidak dapat dan tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dengan alasan karena hukumnya tidak lengkap atau tidak jelas. Hakim dilarang menolak menjatuhkan putusan dengan dalih tidak sempurnanya undang-undang. Olehnya, karena undang-undang yang mengatur akan peristiwa kongkrit tidak lengkap ataupun tidak jelas, maka dalam hal ini penegak hukum (hakim) haruslah mencari, menggali dan mengkaji hukumnya, hakim harus menemukan hukumnya dengan jalan melakukan penemuan hukum (rechtsvinding).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Problematik yang berhubungan dengan penemuan hukum ini memang pada umumnya dipusatkan sekitar “hakim”, oleh karena dalam kesehariannya ia senantiasa dihadapkan pada peristiwa konkrit atau konflik untuk diselesaikannya, jadi sifatnya konfliktif. Dan hasil penemuan hukum oleh hakim itu merupakan hukum karena mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum serta dituangkan dalam bentuk putusan. Di samping itu pula hasil penemuan hukum oleh hakim itu merupakan sumber hukum. Penemuan hukum itu sendiri lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa hukum yang kongkrit. Hal ini merupakan proses kongkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa kongkrit. Atau lebih lanjutnya dapat dikatakan bahwa penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari abstraksi pemikiran yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa hal atau faktor serta alasan yang melatarbelakangi perlunya suatu analisis terhadap prosedur penemuan hukum oleh hakim dalam proses penyelesaian perkara terutama pada tahap pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Bahwa kegiatan kehidupan manusia ini sangatlah luas, tidak terhitung jumlah dan jenisnya, sehingga tidak mungkin tercakup dalam satu peraturan perundang-undangan dengan tuntas dan jelas. Maka wajarlah kalau tidak ada peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup keseluruhan kegiatan kehidupan manusia, sehingga tak ada peraturan perundang-undangan yang lengkap selengkap-lengkapnya dan jelas sejelas-jelasnya. Oleh karena hukumnya tidak lengkap dan tidak jelas maka harus dicari dan ditemukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Perhatian dan kesadaran akan sifat dan tugas peradilan telah berlangsung lama dan ajaran penemuan hukum, ajaran penafsiran hukum atau metode yuridis ini dalam abad ke 19 dikenal dengan hermeneutic yuridis (hermeneutika), namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan penerapannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Munculnya suatu gejala umum, yakni kurangnya serta menipisnya rasa kepercayaan sebagian “besar” masyarakat terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. Gejala ini hampir dapat didengar dan dilihat, melalui berbagai media yang ada. Menurut hemat peneliti gejala ini lahir tidak lain adalah karena terjadinya suatu ketimpangan dari apa yang seharusnya dilakukan/diharapkan (khususnya dalam proses penegakan hukum) dengan apa yang terjadi dalam kenyataannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4. Kaitannya dengan gejala umum di atas, dari mekanisme penyelesaian perkara (kasus) yang ada, tidak jarang hakim selaku penegak hukum menjatuhkan putusan/vonis terhadap kasus yang tanpa disadari telah melukai rasa keadilan masyarakat disebabkan karena terlalu kaku dalam melihat suatu peraturan (bersifat normative/positivistik) tanpa mempertimbangkan faktor sosiologis yang ada. Salah satu contoh yang masih hangat dimemori kita pada awal bulan yang lalu yakni divonis bebasnya beberapa kasus korupsi (koruptor) kelas kakap yang nyata-nyata telah merugikan Negara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Alasan yang lain yang tentunya sangat terkait dengan kajian ini yakni melihat bagaimana seorang hakim melakukan penemuan hukum dalam tugas dan tanggung jawabnya yang sudah menjadi kewajiban melekat pada profesinya serta sejauhmana hal itu dapat mewarnai dalam setiap putusan yang dilahirkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
B. Kegunaan Penemuan Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kegunaan dari penemuan hukum adalah mencari dan menemukan kaidah hukum yang dapat digunakan untuk memberikan keputusan yang tepat atau benar, dan secara tidak langsung memberikan kepastian hukum juga didalam masyarakat. Sementara itu, kenyataan menunjukkan bahwa :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Adakalanya pembuat Undang-undang sengaja atau tidak sengaja menggunakan istilah-istilah atau pengertian pengertian yanga sangat umum sifatnya, sehingga dapat diberi lebih dari satu pengertian atau pemaknaan;</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Adakalanya istilah, kata, pengertian, kalimat yang digunakan di dalam peraturan perundang-undangan tidak jelas arti atau maknanya, atau tidak dapat diwujudkan lagi dalam kenyataan sebagai akibat adanya perkembangan-perkembangan didalam masyarakat;</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<ol>
<li>Adakalanya terjadi suatu masalah yang tidak ada peraturan perudang-undangan yang mengatur masalah tersebut.</li>
</ol>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan itulah seorang hakim atau pengemban profesi hukum lainnya harus dapat menemukan dan juga menentukan apa yang dapat dijadikan hukum dalam rangka pembuatan keputusan hukum atau menyelesaikan masalah hukum yang sedang dihadapi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Persoalan pokok yang ada dalam sistem hukum antara lain adalah :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Unsur sistem hukum, meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<ol>
<li>Hukum undang-undang, yakni hukum yang dicantumkan dalam keputusan resmi secara tertulis, yang sifatnya mengikat umum.</li>
<li>Hukum kebiasaan yaitu : keteraturan-keteraturan dan keputusan-keputusan yang tujuannya kedamaian.</li>
<li>Hukum Yurisprudensi, yakni : hukum yang dibentuk dalam keputusan hakim pengadilan.</li>
<li>Hukum Traktat : hukum yang terbentuk dalam perjanjian internasional.</li>
<li>Hukum Ilmiah (ajaran) : hukum yang dikonsepsikan oleh ilmuwan hukum.</li>
</ol>
</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Pembidangan sistem hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<ol>
<li>Ius Constitutum (hukum yang kini berlaku).</li>
<li>Ius Constituendum (hukum yang kelak berlaku)</li>
</ol>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dasar pembedaannya adalah ruang dan waktu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Pengertian dasar dalam suatu sistem hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<ol>
<li>Masyarakat hukum : suatu wadah bagi pergaulan hidup yang teratur yang tujuannya kedamaian.</li>
<li>Subyek hukum</li>
<li>Hukum dan kewajiban</li>
<li>Peristiwa hukum</li>
<li>Hubungan hukum ; sederajat dan timpang</li>
<li>Obyek hukum</li>
</ol>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian butir diatas tidak terlepas dari makna sebenarnya hukum yang merupakan bagian integral dari kehidupan bersama, kalau manusia hidup terisolir dari manusia lain, maka tidak akan terjadi sentuhan atau kontak baik yang menyenangkan maupun yang merupakan konflik, dalam keadaan semacam itu hukum tidak diperlukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
C. Penemuan Hukum Dalam Sistem Hukum Indonesia</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Indonesia dalam perspektif keluarga-keluarga hukum di dunia termasuk kedalam kelurga hukum civil law yang sering diperlawankan dengan keluarga hukum common law. Kedua sistem hukum ini merupakan dua sistem hukum utama yang banyak diterapkan di dunia, namun selain dua sistem hukum tersebut terdapat beberapa hukum lainnya yang diterapkan di dunia yakni sistem hukum Islam (Islamic Law) dan sistem hukum komunis (Communist Law). Indonesia menganut sistem hukum sipil, akibat penjajahan yang dilakukan oleh Belanda selama kurun waktu 350 tahun melalui kebijakan bewuste rechtspolitiek, yang kemudian pasca kemerdekaan tata hukum tersebut diresepsi menjadi tata hukum nasional Indonesia melalui Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II (Pra Amandemen) yang menyatakan : “segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Oleh karenanya, keberadaan lembaga dan aturan-aturan yang ada merupakan lembaga dan aturan-aturan yang dibawa oleh Belanda yang merupakan negara yang menganut sistem civil law.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salah satu karakteristik utama dari civil law ialah penggunaan aturan-aturan yang tertulis dan terbukukan (terkodifikasi) sebagai sumber hukumnya. Untuk menerjemahkan aturan-aturan hukum tersebut, kepada peristiwa-peristiwa konkret, maka difungsikanlah seorang hakim. Seorang hakim memiliki kedudukan pasif di dalam menerapkan aturan hukum tersebut, dia akan menerjemahkan suatu aturan hukum apabila telah terjadi sengketa diantara individu satu dengan yang lainnya di dalam masyarakat yang kemudian hasil terjemahan aturan hukum tersebut ditetapkan di dalam suatu putusan pengadilan yang mengikat pada pihak-pihak yang bersengketa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengunaan aturan hukum tertulis di dalam civil law, terkadang memiliki kendala-kendala tertentu. Salah satu kendala utama ialah, relevansi suatu aturan yang dibuat dengan perkembangan masyarakat. Hal ini dikarenakan akitivitas masyarakat selalu dinamis, oleh karenanya segala aturan hukum yang dibentuk pada suatu masa tertentu belum tentu relevan dengan masa sekarang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, aturan hukum selalu berada satu langkah dibelakang realitas masyarakat. Relevansi aturan hukum dengan persoalan masyarakat merupakan hal yang esensial demi terciptanya keadilan dan ketertiban di masyarakat. Aturan hukum yang tidak relevan, akan menciptakan kekacuan dan ketidakadilan, dan menjadi persoalan karena tidak dapat menjawab persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Relevansi di sini mengandung pengertian, bahwa hukum harus bisa memecahkan suatu persoalan dari suatu realitas baru masyarakat. Sehingga jika tidak, akan menyebabkan terjadinya apa yang disebut dengan bankruptcy of justice yakni suatu konsep yang mengacu kepada kondisi dimana hukum tidak dapat menyelesaikan suatu perkara akibat ketiadaan aturan hukum yang mengaturnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk menyelesaikan persoalan ini, maka diberikanlah kewenangan kepada hakim untuk mampu mengembangkan hukum atau melakukan penemuan hukum (rechtsvinding), namun demikian dalam konteks sistem hukum civil law hal ini menjadi suatu persoalan. Hakim pada prinsipnya merupakan corong dari undang-undang, dimana peranan dari kekuasaan kehakimanan hanya sebagai penerap undang-undang (rule adjudication function) yang bukan merupakan kekuasaan pembuat undang-undang (rule making function). Sehingga diperlukan batasan-batasan mengenai penemuan hukum (rechtsvinding) oleh hakim dengan menggunakan konstruksi hukum, Indonesia di dalam keluarga-keluarga sistem hukum dunia, termasuk salah satu dari keluarga hukum Eropa Kontinental (civil law). Sistem Eropa Kontinental ini, mengutamakan hukum tertulis dan terkodifikasi sebagai sendi utama dari sistem hukum eropa kontinental ini, oleh karenanya sering pula disebut sebagai . Pemikiran kodifikasi ini dipengaruhi oleh konsepsi hukum abad ke-18 – 19. Untuk melindungi masyarakat dari tindakan-tindakan sewenang-wenang dan demi kepastian hukum, kaidah-kaidah hukum harus tertulis dalam benruk undang-undang. Lebih lanjut pemikiran ini menyatakan bahwa, suatu undang-undang harus bersifat umum (algemeen). Umum baik mengenai waktu, tempat, orang atau obyeknya. Kedua, undang-undang harus lengkap, tersusun dalam suatu kodifikasi. Berdasarkan pandangan ini Pemerintah dan Hakim tidak lebih dari sebuah mesin yang bertugas untuk menerapkan undang-undang (secara mekanis). Berkebalikan dengan sistem eropa continental, sistem anglo saxon yang biasa disebut dengan sistem common law merupakan sistem hukum yang menjadikan yurisprudensi sebagai sendi utama di dalam sistem hukumnya. Yurisprudensi ini merupakan keputusan-keputusan hakim mengenai suatu perkara konkret yang kemudian putusan tersebut menciptakan kaidah dan asas-asas hukum yang kemudian mengikat bagi hakim-hakim berikutnya di dalam memutus suatu perkara yang memiliki karakteristik yang sama dengan perkara sebelumnya. Aliran hukum ini menyebar dari daratan Inggris kemudian ke daerah-derah persemakmuran Inggris (eks jajahan Inggris), Amerika Serikat, Canada, Australia dan lain-lain. Namun demikian, pada perkembangannya kedua sistem hukum tersebut mengalami konvergensi (saling mendekat), yang ditandai dengan peranan yang cukup penting suatu peraturan perundang-undangan bagi sistem common law dan sebaliknya peranan yang signifikan pula dari yurisprudensi dalam sistem Eropa Kontinental.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Makin besarnya peranan peraturan perundang-undangan terjadi karena beberapa hal, diantaranya ialah :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Peraturan perundang-undangan merupakan kaidah hukum yang mudah dikenali, mudah diketemukan kembali dan mudah ditelusuri. Sebagai kaidah hukum tertulis, bentuk, jenis dan tempatnya jelas. Begitu pula pembuatnya;</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum yang lebih nyata karena kaidah-kaidahnya mudah diidentifikasi dan mudah diketemukan kembali;</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Struktur dan sistematika peraturan perundang-undangan lebih jel sehingga memungkinkan untuk diperiksa kembali dan diuji baik segi-segi formal maupun materi muatannya; dan</div>
<div style="text-align: justify;">
d. Pembentukan dan pengembangan peraturan perundang-undangan dapat direncanakan. Faktor ini sangat penting bagi negara-negara yang sedang membangun termasuk membangun sistem hukum baru yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi tidak berarti pemanfaatan peraturan perundang-undangan tidak mengandung masalah-masalah, adapun masalah-masalah tersebut ialah :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Peraturan perundang-undangan tidak fleksibel. Tidak mudah menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan perkembangan masyarakat. Pembentukan peraturan perundang-undangan membutuhkan waktu dan tata cara tertentu. Sementara itu masyarakat berubah terus bahkan mungkin sangat cepat. Akibatnya maka terjadi semacam jurang antara peraturan perundang-undangan dan masyarakat. Dalam keadaan demikian, masyarakat akan menumbuhkan hukum sendiri sesuai dengan kebutuhan. Bagi masyarakat yang tidak mampu menumbuhkan hukum-hukum sendiri akan “terpaksa” menerima peraturan-peraturan perundangan-undangan yang sudah ketinggalan. Penerapan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai itu dapat dirasakan sebagai ketidakadilan dan dapat menjadi hambatan perkembangan masyarakat;</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Peraturan perundang-undangan tidak pernah lengkap untuk memenuhi segala peristiwa hukum atau tuntutan hukum dan menimbulkan apa yang lazim disebut kekosongan hukum atau rechstvacuum. Barangkali yang tepat adalah kekosongan peraturan perundang-undangan bukan kekosongan huku. Hal ini dikarenakan ajaran Cicero-ubi societas ubi ius- maka tidak akan pernah ada kekosongan hukum. Setiap masyarakat mempunyai mekanisme untuk menciptakan kaidah-kaidah hukum apabila “hukum resmi” tidak memadai atau tidak ada.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kelemahan-kelemahan dari peraturan perundang-undangan inilah yang kemudian menimbulkan konsep penemuan hukum oleh hakim. Namun demikian, terdapat beberapa pandangan yang menyatakan bahwa penemuan hukum tidak diperkenankan hakim melakukan penemuan hukum. Gagasan penolakan ini lebih disebabkan oleh ketidakmungkinan dari apa yang disebut dengan kekosongan hukum. Hal ini merupakan pandangan dari positivisme Kelsen, yang menyatakan bahwa “tidak mungkin terdapat suatu kekosongan hukum dikarenakan jika tata hukum tidak mewajibkan para individu kepada suatu perbuatan tertentu, maka individu-individu tersebut adalah bebas secara hukum. sepanjang negara tidak menetapkan apa-apa maka itu merupakan kebebasan pribadinya”. Berkebalikan dengan pandangan ini, justru kekosongan hukum sangat mungkin terjadi dan akan menimbulkan kebangkrutan keadilan (bankruptcy of justice) dimana hukum tidak dapat memfungsikan dirinya di tengah-tengah masyarakat untuk menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat. Kebangkrutan keadilan, merupakan konsekuensi dari kondisi dimana hukum tidak dapat menyelesaikan suatu sengketa yang timbul di dalam masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Melihat dua pandangan yang saling bertentangan tersebut, maka kekosongan hukum ini adalah mungkin terjadi. Hal ini dikarenakan argumentasi Kelsen yang membangun konstruksi berpikirnya hanya pada ranah logikal, namun tidak memperhatikan fakta-fakta empiris dimana hukum tidak semata-mata merupakan apa yang kemudian dinyatakan oleh negara sebagai hukum. Lebih dari itu, hukum juga terdapat di dalam masyarakat akibat proses interaksi yang sangat dinamis dari kehidupan sehari-hari. Kemudian, argumentasi dari yang menyatakan terjadinya kekosongan hukum dapat menimbulkan kebangkrutan keadilan titik tekannya adalah kehidupan yang selalu berkembang di dalam masyarakat, memungkinkan hukum selalu tertinggal satu langkah di bandingkan fakta-fakta sosial kemasyarakatan, oleh karenanya fakta sosial yang demikian dinamis kadang kala merupakan friksi antara kepentingan individu-individu, individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan kelompok dan menjadi kontraproduktif jika tidak dapat diselesaikan oleh hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada konteks tersebut di atas kekosongan hukum yang berujung pada kebangkrutan hukum adalah hal yang dipastikan dapat terjadi, jika hanya menyatakan bahwa sumber hukum satu-satunya adalah undang-undang. Oleh karenannya, dituntut peranan hakim yang lebih besar dari pada sekedar corong undang-undang. Dalam rangka mengisi kekosongan hukum ini, maka hakim memiliki kewenangan untuk melakukan penafsiran, melakukan analogi, melakukan penghalusan hukum dan lain-lain. Hal ini kemudian yang sering diistilahkan jugde made law atau penemuan hukum (rechtsvinding). Konsep ini di Indonesia, diakomodir di dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Nomor : 4 Tahun 2004 dimana dalam Pasal 16 ayat (1), dinyatakan sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada Pasal 16 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tersebut, sangat jelas terlihat bahwa hakim tidak boleh menolak mengadili suatu perkara atas dasar ketiadaan dasar hukum. Sehingga dalam konteks hukum Indonesia kebangkrutan hukum tidaklah di perbolehkan, dengan adanya ketentuan ini. Pasal 16 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 yang sebelumnya ada pada Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokok kekuasaan kehakiman. Namun demikian, persoalan yang muncul adalah mengenai apakah hakim dalam konteks penemuan hukum memiliki kesamaan pengertian dengan konsep hakim membuat hukum (judge made law) seperti di dalam hukum common law.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian judge made law dalam pengertian sistem hukum common law, ialah bahwa hakim memiliki peranan di dalam membentuk suatu norma hukum yang mengikat yang didasarkan pada kasus-kasus konkrit, sehingga hukum di dalam pengertian ini benar-benar membentuk suatu norma hukum baru, guna mencapai kepastian hukum maka dikembangkanlah sistem precedent, dimana hakim terikat dengan keputusan hakim terdahulu menyangkut suatu perkara yang identik. Apabila dalam suatu perkara hakim di dalam menerapkan precedent justru akan melahirkan ketidakadlian maka hakim harus menemukan faktor atau unsur perbedaannya. Dengan demikian ia bebas membuat putusan baru yang menyimpang dari putusan lama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam konteks tersebut sistem Eropa Kontinental khususnya Belanda, penemun hukum didasarkan pada ajaran menemukan hukum dengan bebas (vrije rechtsvinding), yang pada ajaran tersebut terbagi menjadi tiga ajaran menyangkut dimanakah hukum bebas tersebut dapat ditemukan. Ajaran pertama yang dimotori oleh Hamaker menyatakan bahwa hukum bebas dapat ditemukan dengan menggalinya dari adat istiadat di dalam masyarakat, oleh karenanya ajaran ini disebut pula ajaran aliran sosiologi. Ajaran kedua memandang hukum dapat ditemukan di dalam ketentuan-ketentuan kodrati yang sudah ada untuk manusia, ketentuan kodrati ini tertuang di dalam kitab-kitab suci dan perenungan-perenungan kefilsafatan tentang keadilan dan moralitas, oleh karenanya, hukum ini disebut dengan hukum kodrat. Dan ajaran ketiga ialah ajaran yang menghendaki hakim dalam menemukan hukum, tidak hanya berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang sudah ada namun lebih dari itu, hakim di dalam menemukan hukum harus juga dalam konteks mengoreksi dan jika perlu membatalkan peraturan perundang-undangan tersebut dan membentuk norma hukum baru, aliran ini disebut juga rechter-koningschap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada konteks hukum positif tampaknya kewenangan hakim menemukan hukum sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 ayat (1) undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, juga harus ditafsirkan secara sistematis dengan Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004, yang berbunyi sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(1). Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(2). Dalam menerapkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari kedua ayat dalam pasal tersebut, dengan jelas dinyatakan hakim menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat dan memperhatikan hal-hal yang baik dan jahat dari terdakwa sebelum memutus suatu perkara. Hal ini menunjukan bahwa, Indonesia memang menganut ajaran penemuan hukum bebas (vrije rechstvinding), namun menyangkut hukum bebas tersebut hakim masih terikat oleh peraturan perundang-undangan. Sehingga hukum bebas di posisikan sebagai tambahan dari aturan perundang-undangan dia tidak dapat menyimpang dari aturan perundang-undangan tersebut, akan tetapi hakim dapat mengkontekskan aturan hukum yang ada sesuai dengan rasa keadilan dan nilai-nilai masyarakat, yang merupakan inti dari ajaran penemuan hukum bebas yang beraliran sosiologis. Hukum bebas dalam pengertian rasa keadilan dan nilai-nilai masyarakat sangat identik dengan hukum agama dan adat yang ada di dalam masyarakat. Namun tidak sebatas itu, tafsir rasa keadilan dan nilai-nilali masyarakat juga dapat ditafafsirkan di dalam dinamika sosial kemasyakatan. Dimana aspek tuntutan dan tekanan masyarakat, mengenai mana yang adil dan tidak adil menjadi aspek yang tidak dapat diabaikan dalam memutus suatu perkara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salah satu contoh penemuan hukum yang menjadi preseden di dalam hukum Indonesia, misalnya dalam kasus sengkon dan karta yang menumbuhkan kembali lembaga Herzeining (peninjauan kembali) dan penafsiran secara meluas (ekstensif) di dalam definisi mengenai barang dalam Pasal 378 oleh Bintan Siregar kemudian pada zaman kolonial dengan beberapa benchmark cases, seperti mendefinisikan ulang unsur-unsur perbuatan melawan hukum melalui kasus pipa ledeng atau mendefinisikan secara luas (ekstensif) pengertian barang dalam delik pencurian, yang mengkualifikasikan listrik sebagai barang pada H.R. 23 Mei 1921, N.J.1921, 564. Dalam konteks hukum nasional ialah putusan yang mengizinkan perubahan status jenis kelamin pasca operasi penggantian kelamin sebagaimana diputus oleh Pengadilan Jakarta Selatan dan Barat Nomor 546/73.P Tanggal 14 November 1973 dengan pemohon ialah Iwan Robianto Iskandar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penemuan hukum secara operasional dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan penafsiran, yang menggunakan asas-asas logika. Namun demikian, penafsiran tidak melulu menggunakan asas-asas logika, terdapat pula aspek-aspek lain yang menjadi faktor di dalam menentukan suatu keputusan hakim menyangkut penerapan hukum ke dalam suatu perkara. Faktor-faktor yang sifatnya non logikal dan non yuridis, dapat menghaluskan hukum (rechstvervijning), dimana hukum tidak menjadi keras bagi kelompok-kelompok tertentu. Misalkan seorang pencuri yang didesak karena kebutuhan ekonominya tentu akan berbeda hukumannya dengan pencuri yang mencuri dikarenakan ketamakan. Sehingga adagium lex dura, sed tamen scripta (hukum adalah keras, tetapi memang demikian bunyinya) menjadi tidak relevan di dalam konteks ini. Keseluruhan operasi logika dan penafsiran menggunakan aspek-aspek lainnya, ditujukan untuk mengisi ruang kosong yang terdapat di dalam sistem formil dari hukum. Untuk memenuhi ruang kosong ini, hakim harus berusaha mengembalikan identitas antara sistem formil hukum dengan sistem materil dari hukum. Dengan mencari persamaan dalam sistem materil yang menjadi dasar lembaga hukum yang bersangkutan, sehingga membentuk pengertian hukum (rechtsbegrip). Cara kerja atau proses berpikir hakim demikian dalam menentukan hukum disebut konstruksi hukum yang terdiri dari konstruksi analogi, penghalusan hukum dan argumentum a contrario.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di dalam melakukan penafsiran suatu aturan hukum, hakim hendaknya mengikuti beberapa prinsip di bawah ini :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Prinsip objektivitas : penafsiran hendaknya berdasarkan pada arti secara literal dari aturan hukum dan berdasarkan hakekat dari aturan hukum tersebut harus dibuat sejelas mungkin untuk perkembangan selanjutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Prinsip kesatuan : setiap norma harus dibaca dengan teks dan tidak secara terpisah. Bagian harus berasal dari keseluruhan dan keseluruhan harus berasal dari bagiannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Prinsip penafsiran genetis : selama melakukan penafsiran terhadap teks, keberadaan teks asli harus dijadikan pertimbangan, terutama dalam aspek objektifitas, tata bahasa, budaya dan kondisi sosial dari pembentukan hukum tersebut dan terutama dari pembuat hukum tersebut;</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4. Prinsip perbandingan : prinsip ini ialah prinsip untuk membandingkan suatu teks hukum dengan teks hukum lainnya menyangkut hal yang sama di suatu waktu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keempat prinsip tersebut merupakan prinsip yang dijadikan semacam panduan bagi penafsiran dalam rangka menemukan hukum, sehingga kepastian hukum dan keadilan di dalam masyarakat dapat terjalin secara baik.</div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-19508690474741646562018-11-10T13:47:00.003-08:002018-11-10T13:47:52.716-08:00Bagaimanakah Metode Penulisan Hukum<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihnPWELCo7CX805E3dV1Oow88HUNeO1lzZTNERixtA4w_NJmv2KUAOlNumLmf06zTScl4AtANa3Y0JpEqmPvw4XQ5SQ9nZdaNjGP9D4E916CT9VTgHJ1WB51eSPyTAPZLrklHvUgMMdVwL/s1600/hukum+perizinan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="363" data-original-width="416" height="278" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihnPWELCo7CX805E3dV1Oow88HUNeO1lzZTNERixtA4w_NJmv2KUAOlNumLmf06zTScl4AtANa3Y0JpEqmPvw4XQ5SQ9nZdaNjGP9D4E916CT9VTgHJ1WB51eSPyTAPZLrklHvUgMMdVwL/s320/hukum+perizinan.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Metode Penulisan Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
METODE PENULISAN DAN PENELITIAN HUKUM</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Relevansi</div>
<div style="text-align: justify;">
Meningkatkan dan membangkitkan sifat keingin tahuan Mahasiswa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tri Dharma Perguruan Tinggi</div>
<div style="text-align: justify;">
Pendidikan</div>
<div style="text-align: justify;">
Proses belajar mengajar dibangku perkuliahan, perpustakaan dan tempat lain yang erat hubungannya dengan proses belajar</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian</div>
<div style="text-align: justify;">
Ketidak puasan yang telah diperoleh dari proses belajar karena ketidak sinkronnya antara teori dengan apa yang ada dalam kenyataan, dengan cara melakukan penelitian guna mencari dan menemukan jaaban dari persoalan-persoalan yang muncul.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengabdian kepada Masyarakat</div>
<div style="text-align: justify;">
Dari hasil penelitian kita aplikasikan kedalam masyarakat, diantaranya dengan melakukan penyuluhan hokum, dan sebagainya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tugas ILMU dan PENELITIAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Deskripsi (menggambarkan)</div>
<div style="text-align: justify;">
Ilmu dan Penelitian mempunyai tugas untuk menggambarkan secra jelas dan cermat mengenai hal-hal yang dipersoalkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Eksplanasi (menerangkan)</div>
<div style="text-align: justify;">
Ilmu dan Penelitian bertugas untuk menerangkan kondisi-kondisi yang mendasasri terjadinya peristiwa atau persoalan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menyusun Teori (mengembangkan)</div>
<div style="text-align: justify;">
Ilmu dan Penelitian bertugas membuat atau mencari dan merumuskan hukum-hukum atau tata mengenai hubungan antara kondisi yang satu dengan kondisi yang lain atau peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Estimasi</div>
<div style="text-align: justify;">
Ilmu dan Penelitian bertugas membuat ramalan dan proyeksi mengenai peristiwa-peristiwa yang kemungkinan akan terjadi atau akan timbul dimasa yang akan mendatang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penanggulangan</div>
<div style="text-align: justify;">
Ilmu dan Penelitian bertugas untuk melakukan tindakan-tindakan guna mengendalikan peristiwa atau persoalan tertentu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menemukan KEBENARAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pendekatan Non Ilmiah</div>
<div style="text-align: justify;">
¶ Akal sehat (logika)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu suatu tindakan atau serangkai konsep yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¶ Prasangka</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu pencapaian pengetahuan secara akal sehat yang diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukan hal tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¶ Intuisi (pendekatan a priori)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu orang yang menentukan pendapatnya mengenai sesuatu berdasarkan atas pengetahuan yang langsung atau didapat dengan cepat melalui proses yang tidak disadari atau yang tidak dipikirkan terlebih dahulu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¶ Penemuan coba-coba</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu penemuan yang diperoleh tanpa kepastian akan diperolehnya suatu kondisi tertentu akan dipecahkan suatu masalah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada umunya merupakan serangkaian percobaan tanpa kesadaran pemecahan permasalahan tertentu, pemecahan permasalahan terjadi secara kebetulan setelah terjadi serangkaian usaha.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penemuan coba-coba ini tidak efisien dan tidak terkontrol.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¶ Pendapat otoritas ilmiah dan pikiran kritis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Otoritas ilmiah yaitu orang-orang yang biasanya telah memperoleh atau menempuh pendidikan formal tertinggi atau yang mempunyai pengalaman kerja ilmiah dalam suatu bidang yang cukup.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pendekatan Ilmuah</div>
<div style="text-align: justify;">
¶ Metode Ilmiah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu metode yang didasari dengan teori-teori tertentu dimana teori tadi berkembang melalui penelitian yang sistematis dan terkontrol berdasarkan data empiris dan tentunya teori tadi dapat diuji kebenarannya secara obyektif.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hasrat Ingin Tahu (animal rationalitas)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk mencari kebenaran yang universal atau diakui oleh masyarakat secara umum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Koheren</div>
<div style="text-align: justify;">
Koresponden</div>
<div style="text-align: justify;">
Pragmatis</div>
<div style="text-align: justify;">
Hasrat ingun tahu bias didapat secara :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Secara Ilmiah</div>
<div style="text-align: justify;">
Dapat diperoleh dengan cara penelitian yang disertai dengan metode-metode tertentu dengan teori-teori yang berkaitan. Dan tentunya teori tadi akan berguna, bermanfaat serta berkembang apabila disusun secara sistematis dan terkontrol.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Secara Non ilmiah</div>
<div style="text-align: justify;">
Dapat dilakukan dengan cara :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Akal sehat (logika)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Prasangka</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Intuisi (pendekatan a priori)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Penemuan coba-coba</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pendapat otoritas ilmiah dan pikiran kritis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.16px; line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px; text-align: justify;">
<strong style="margin: 0px; padding: 0px;">PENELITIAN HUKUM</strong></div>
<table border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.16px; margin: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"><tbody style="margin: 0px; padding: 0px;">
<tr style="margin: 0px; padding: 0px;"><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="34">NO</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="120">METODE</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="168">NORMATIF</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="237">EMPIRIS atau SOSIOLOGIS</td></tr>
<tr style="margin: 0px; padding: 0px;"><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="34">1</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="120">Pendekatan</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="168">Normatif</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="237">Empiris</td></tr>
<tr style="margin: 0px; padding: 0px;"><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="34">2</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="120">Kerangka</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="168">¶ Peraturan perundang undangan<div style="line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
</div>
<div style="line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
¶ Pembuktian melalui pasal</div>
</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="237">¶ Teori-teori Sosiologi Hukum<div style="line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
</div>
<div style="line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
¶ Pembuktian melalui masyarakat</div>
</td></tr>
<tr style="margin: 0px; padding: 0px;"><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="34">3</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="120">Sumber Data</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="168">Data Skunder</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="237">Data Primer</td></tr>
<tr style="margin: 0px; padding: 0px;"><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="34">4</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="120">Analisis</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="168">¶ Logis normatif<div style="line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
</div>
<div style="line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
¶ Silogisme</div>
<div style="line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px;">
¶ Kualitatif</div>
</td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="237">¶ Kuantitatif</td></tr>
<tr style="margin: 0px; padding: 0px;"><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="34"></td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="120"></td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="168"></td><td style="margin: 0px; padding: 0px;" valign="top" width="237"></td></tr>
</tbody></table>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.16px; line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px; text-align: justify;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;"></em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.16px; line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px; text-align: justify;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;"></em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.16px; line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px; text-align: justify;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;"></em></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: verdana, tahoma, arial, sans-serif; font-size: 12.16px; line-height: 1.6em; margin-bottom: 0.7em; margin-top: 0.7em; padding: 0px; text-align: justify;">
<em style="margin: 0px; padding: 0px;">Penjelasan Tabel</em>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<ol>
<li style="text-align: justify;">Penelitian Normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan</li>
<li style="text-align: justify;">Penelitian Empiris, yaitu penelitian terhadap pengalaman yang terjadi dalam masyarakat.</li>
<li style="text-align: justify;">Pendekatan yaitu awal mula atau langkah-langkah sebelum melakukan penelitian</li>
<li style="text-align: justify;">Data skunder yaitu data data yang diperoleh dari kepustakaan</li>
<li style="text-align: justify;">Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dalam kehidupan masyarakat dengan cara wawancara, interview dan sebagainya</li>
<li style="text-align: justify;">Analisis</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
– Logis normatif yaitu berdasarkan logika dan peraturan perundang-undangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
– Silogisme yaitu menarik kesimpulan yang sudah ada.</div>
<div style="text-align: justify;">
– Kualitatif yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.</div>
<div style="text-align: justify;">
– Kuantitatif yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk angka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
DATA</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu fakta yang relevan atau aktual yang diperoleh untuk membuktikan atau menguji kebenaran atau ketidak benaran suatu masalah yang menjadi obyek penelitian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
v Data menurut sumbernya :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Data primer</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh<span style="white-space: pre;"> </span>:</div>
<div style="text-align: justify;">
– Obsevasi</div>
<div style="text-align: justify;">
– Wawancara</div>
<div style="text-align: justify;">
– Kuisioner (kuisioner terbuka atau tertutup, face to face)</div>
<div style="text-align: justify;">
– Sample, dan sebagainya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Data skunder</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu data yang diperoleh melalui study kepustakaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Data skunder dibidang Hukum :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahan hukum primer</div>
<div style="text-align: justify;">
Data yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh :</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="white-space: pre;"> </span>– Pancasila</div>
<div style="text-align: justify;">
– UUD 1945</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Traktat</div>
<div style="text-align: justify;">
– Doktrin</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Yurisprudensi</div>
<div style="text-align: justify;">
– Adat dan kebiasan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahan hukum skunder</div>
<div style="text-align: justify;">
Merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hokum primer dan dapat membantu serta menganalisis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh :<span style="white-space: pre;"> </span>– RUU</div>
<div style="text-align: justify;">
– Buku-buku para Sarjana</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Hasil penelitian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Jurnal</div>
<div style="text-align: justify;">
– Makalah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dan sebagainya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahan hukum tersier</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hokum primer dan skunder.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : Koran, kliping, majalah, dan sebagainya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
v Data menurut sifatnya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Data Kualitatif</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : Berdasarkan penelitian BBM mengalami kenaikan harga</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Data Kuantitatif</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu data terbentuk secara nomor bilangan yang diperoleh dari hubungan secara langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk angka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : Berdasarkan penelitian BBM mengalami kenaikan 30 %.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
v Data menurut peranan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Data utama</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu data yang langsung berhubungan dengan masalah penelitian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : Wawancara</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Data tambahan</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu data yang merupakan data pelengkap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : Observasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Macam-macam Penelitian HUKUM NORMATIF</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian Inventaris Hukum Positif</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu merupakan kegiatan mengkritisi yang bersifat mendasar untuk melakukan penelitian hukum dari tipe-tipe yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada 3 (tiga) kegiatan pokok dalam melakukan penelitian inventrisasi hukum positif tersebut, yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penetapan kriteria identifikasi untuk menyeleksi norma-norma yang dimasukan sebagai norma hukum positif dan norma yang dianggap norma sosial yang bukan hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
Mengumpulkan norma-norma yang sudah diidentifikasi sebagai norma hukum tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dilakukan pengorganisasian norma-norma yang sudah di identifikasikan dan di kumpulkan kedalam suatu sistem yang menyeluruh (kompherensif).</div>
<div style="text-align: justify;">
Ada 3 (tiga) konsep pokok dalam melakukan kriteria identifikasi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Persepsi Legisme Positifistis</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu bahwa hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau oleh pejabat yang berwenang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan konsep tersebut pada kegiatan berikutnya hanya dikumpulkan hukum perundang-undangan atau peraturan-peraturan tertulis saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Konsep mencerminkan hokum dengan kehidupan masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Konsep yang menekankan pentingnya norma dan arti hukum meskipun tidak tertulis apabila norma itu secara konkrit dipatuhi oleh anggota masyarakat setempat maka norma tersebut harus dianggap sebagai hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Konsepsi bahwa hukum identik dengan putusan hakim (pejabat yang berwenang) dan kepala adat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian Azas-azas Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang dilakukan untuk menemukan azas-azas hukum atau rechtbeginselen yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun tidak tertulis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Azas hukum berguna untuk memberikan penilaian secara etis terhadap hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Azas Hukum bisa berupa :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¶ Azas Konstitutif yaitu azas yang harus ada dalam kehidupan suatu sistem hukum atau disebut azas hukum umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¶ Azas Regulatif yaitu azas yang diperlukan untuk dapat berprosesnya suatu sistem hukum tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cara membuat Azas Hukum :</div>
<div style="text-align: justify;">
Tentukan pasal-pasal yang akan dijadikan patokan</div>
<div style="text-align: justify;">
Menyusun sistematika dari pasal-pasal tersebut dengan menghasilkan klasifikasi tertentu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Menganalisis pasal-pasal tersebut dengan mempergunakan asas-asas hukum yang ada.</div>
<div style="text-align: justify;">
Menyusun suatu konstruksi untuk menemukan asas hukum yang belum ada.</div>
<div style="text-align: justify;">
Cara menyusun Azas Hukum :</div>
<div style="text-align: justify;">
– Mencakup semua bahan hokum yang diteliti</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Konsisten atau tidak melenceng atau tidak menympang</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Memenuhi syarat estetis atau tidak bertentangan dengan norma kesusilaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Sederhana dalam perumusannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian In Concreto (kongkrit)</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang dilakukan untuk menemukan dari suatu perkara yang kongkrit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Peneliian ini juga merupakan usaha untuk menemukan apakah hukumnya sesuai diterapkan secara in concreto guna menyelesaikan suatu perkara hukum dan dimanakah bunyi peraturan hukum dapat ditemukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ciri-ciri penelitian ini yaitu ;</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Diterapkan oleh seorang Hakim</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Harus ada inventarisasi hukum terlebih dahulu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Peneltian terhadap Sistematika Hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang dilakukan terhadap sistematika peraturan perundang-undangan yang berlaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian terhadap Sinkronisasi Vertikal dan Horizontal</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian Sinkronisasi Vertikal<span style="white-space: pre;"> </span>:<span style="white-space: pre;"> </span>Penelitian terhadap hirarki perundang-undangan</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian Sinkronisasi Horizontal<span style="white-space: pre;"> </span>:<span style="white-space: pre;"> </span>Penelitian yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai bidang yang mempunyai hubungan fungsional untuk mencari sejauh mana perundang-undangan itu konsisten</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian Sejarah Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang berusaha untuk mengadakan identifikasi terhadap tahap-tahap perkembangan hukum yang dapat dipersempit ruang lingkupnya menjadi sejarah perundang-undangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian ini beracuan pada :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Landasan Filosofis</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Landasan Yuridis</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Landasan Politis</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian Perbandingan Hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang dilakukan untuk membandingkan dua hal atau lebih subsistem hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berlaku secara lintas dengan berbagai sistematika beberapa Negara dengan membandingkan kedua subsistem tersebut maka dapat ditemukan unsur-unsur perasaan serta perbedaan kedua sistem tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sifat PENELITIAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Eksploratoris (penelitian terhadap data awal)</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang dilakukan terhadap suatu gejala atau peristiwa yang belum mempunyai suatu pengetahuan atau sumber data atau bahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ciri : Selalu diawali dengan kata “Inventarisasi ….”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Deskriptif (penelitian sebab akibat)</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang dimaksudkan untuk memebrikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi obyek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama atau membuat teori baru.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ciri<span style="white-space: pre;"> </span>:<span style="white-space: pre;"> </span>– Selalu diawali dengan kata “Analisis ….”</div>
<div style="text-align: justify;">
– Sudah ada hipotesa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Eksplanatoris (membuktikan)</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang dilakukan untuk menguji hipotesa terhadap suatu masalah yang sudah lengkap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ciri<span style="white-space: pre;"> </span>:<span style="white-space: pre;"> </span>– Selalu diawali dengan kata “Efektifitas ….”</div>
<div style="text-align: justify;">
– Sudah ada kesimpulan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Syarat membuat TOPIK</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Manageble topic</div>
<div style="text-align: justify;">
Topic yang dipilih oleh peneliti harus terjangkau dengan mempertimbangkan pengetahuan, kecakapan dan kemampuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Obtainable topic</div>
<div style="text-align: justify;">
Topic yang dipilih oleh peneliti harus mempertimbangkan bahan kepustakaan dan teknik pengumpulan data.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Signifinance topic</div>
<div style="text-align: justify;">
Topic yang dipilih oleh peneliti harus diperhatikan secara signifikan maksudnya topic yang diambil cukup penting untuk diambil dan dapat disumbangkan untuk penelitian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Intersted topic</div>
<div style="text-align: justify;">
Topic yang dipilih oleh peneliti harus menarik minat peneliti atau pembaca.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Syarat membuat Judul Penelitian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Harus menggambarkan permasalahan yang diteliti</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Harus mengandung minimum dua variable</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Harus menggambarkan tipe atau sifat penelitian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bentuk penlitian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Diagnostic</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian dilakukan bertujuan untuk mendapatkan keterangan mengenai terjadinya suatu peristiwa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Deskriptif</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian dilakukan bertujuan untuk mendapatkan saran-saran apa yang seharusnya dilakukan untuk menyelasaikan masalah yang terjadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Evaluatif</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian dilakukan bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap program-program yang sudah dilakukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tujuan penelitian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Fact finding</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang bertujuan untuk menemukan fakta saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Problem finding</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang bertujuan untuk menemukan masalah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Problem identification</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penerapan penelitian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian murni</div>
<div style="text-align: justify;">
Bertujuan untuk pengembangan ilmu itu sendiri atau bersifat teori maupun untuk perkembangan metode penelitian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian terapan</div>
<div style="text-align: justify;">
Bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul atau yang ada dalam masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemikiran</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Deduktif</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu cara pengambilan kesimpulan yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Induktif</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu cara pengambilan kesimpulan yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sistematika penulisan Tugas Akhir</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Legal Memorandum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang dilakukan terhadap peristiwa atau masalah-masalah hukum yang belum mempunyai kekuatan hukum yang inkrah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Study Kasus</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang dilakukan terhadap putusan pengadilan yang sudah mempunyai ketetapan hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Skripsi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitian yang dilakukan terhadap peristiwa atau masalah-masalah hukum yang terjadi di masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PEDOMAN PENULISAN SKRIPSI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian</div>
<div style="text-align: justify;">
Skripsi adalah suatu karya tulis ilmiah berupa hasil penelitian yang membahas masalah dalam bidang hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sistematika</div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Judul</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Pernyataan Keaslian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Pengesahan/persetujuan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Abstrak</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Kata Pengantar</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Daftar Isi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Daftar Lampiran</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Daftar Singkatan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Daftar Tabel (bila ada)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 1 PENDAHULUAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Latarbelakang Masalah</div>
<div style="text-align: justify;">
Bagian ini berisi uraian mengenai masalah hukum yang menarik minat peneliti</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Identifikasi Masalah</div>
<div style="text-align: justify;">
Disusun dalam bentuk pertanyaan atau kalimat pertanyaan yang menunjukkan permasalahan yang akan diteliti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tujuan Penelitian</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam bagian ini diuraikan tujuan yang ingin dicapai oleh enulis terhadap masalah hukum yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kegunaan Penelitian</div>
<div style="text-align: justify;">
Penelitianbyang dilakukan hendaknya berguna baik secara teoritis dan praktis</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kerangka Pemikiran</div>
<div style="text-align: justify;">
Berisi uraian tentang teori yang akan digunakan sebagai ladasan untuk penelitian yang relevan dengan masalah hukum yang diteliti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Metode Penelitian</div>
<div style="text-align: justify;">
Metode penelitian yang digunakan berupa pendekatan yuridis normative dengan spesifikasi deskriptif.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tahap penelitian dan bahan penelitian</div>
<div style="text-align: justify;">
Tahap penelitian terdiri atas penelitian kepustakaan dalam upaya mencari data sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Analisis data</div>
<div style="text-align: justify;">
Analisis data yang dilakukan dengan cara pendekatan kualitatif yaitu analisis yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sistematika Penulisan</div>
<div style="text-align: justify;">
Berisi uraian mengenai susunan tiap-tiap bab secara teratur untuk memudahkan penulisan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berisi uraian teori, konsep, asas, norma, doktrin yang relevan dengan masalah hukum yang diteliti baik dari buku,jurnal ilmiah, yurisprudensi maupun perundang-undangan dan sumber data lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 3 OBYEK PENELITIAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berisi uraian mengenai gambaran singkat obyek penelitian yang diuraikan secara deskriptif</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 4 PEMBAHASAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagian ini memuat analisis atau pembahasan terhadap identifikasi masalah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 5 PENUTUP</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagian ini memuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban atas identifikasi masalah. Saran merupakan usulan yang menyangkut aspek operasional onkret dan praktis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Daftar Pustaka</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lampiran</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Daftar Riwayat Hidup</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PEDOMAN PENULISAN LEGAL MEMORANDUM</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian</div>
<div style="text-align: justify;">
Memorandum hukum (legal memorandum) adalah penulisan tugas akhir yang khusus disusun dalam bentuk pendapat hukum (legal opinion) yang berisikan nasehat atau rekomendasi hukum (legal advice) dan pemecahan masalah hukum (problem solving). Memorandum hukum dapat digunakan untuk mengkaji peristiwa hukum yang belum menjadi kasus di pengadilan atau terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sistematika</div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Judul</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Pernyataan Keaslian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Pengesahan/persetujuan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Memorandum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Abstrak</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Kata Pengantar</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Daftar Isi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 1. KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kasus Posisi</div>
<div style="text-align: justify;">
Kasus Posisi berisi uraian tentang pihak-pihak yang terkait peristiwa hukum atau perbuatan hukum atau hubungan hukum yang terjadi yang menjadi objek penelitian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Permasalahan Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
Permasalahan hukum disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan atau kalimat pernyataan yang menunjukan permasalahan yang akan diteliti berdasarkan kasus posisi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 2. PEMERIKSAAN DOKUMEN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berisi uraian dokumen-dokumen hukum yang terkait dan relevan untuk diteliti sesuai dengan masalah hukum yang dikaji. Pada umumnya dokumen hukum yang dimaksud berupa bahan hukum primer (peraturan perundang-undangan) dan bahan hukum sekunder (rancangan peraturan perundang-undangan, kontrak dan putusan pengadilan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 3. TINJAUAN TEORI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berisi uraian asas, teori, doktrin, konsep yang relevan dengan masalah hukum yang diteliti baik dari buku, jurnal ilmiah dan sumber data lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 4. PENDAPAT HUKUM</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagian ini memuat analisis atau pembahasan terhadap permasalahan hukum yang diteliti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 5. PENUTUP</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagian ini memuat kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan merupakan jawaban atas permasalahan hukum yang diteliti. Rekomendasi merupakan usulan yang menyangkut aspek operasional, konkret dan praktis terkait dengan kasus yang diteliti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Daftar Pustaka</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Lampiran</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Daftar Riwayat Hidup</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PEDOMAN PENULISAN STUDI KASUS</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian</div>
<div style="text-align: justify;">
Studi kasus adalah penulisan tugas akhir untuk menyusun analisis terhadap suatu putusan pengadilan yang tel;ah memiliki kekuatan hukum yang tetap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sistematika</div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Judul</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Pernyataan Keaslian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Pengesahan/persetujuan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Abstrak</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Kata Pengantar</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Daftar Isi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Daftar Lampiran</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 1. LATARBELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Latarbelakang Pemilihan Kasus</div>
<div style="text-align: justify;">
Berisi uraian tentang latarbelakang mengapa kasus tersebut dipilih.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hendaknya kasus atau putusan yang menjadi obyek kajian adalah yang menarik, misalnya : penemuan hukum baru, penyimpangan terhadap asas hukum yang ada, terdapat kesalahan formal dan lain sebagainya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kasus Posisi</div>
<div style="text-align: justify;">
Kasus Posisi berisi uraian tentang pihak-pihak yang terkait peristiwa hukum atau perbuatan hukum atau hubungan hukum yang terjadi yang menjadi objek penelitian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 2. MASALAH HUKUM DAN TINJAUAN TEORITIK</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Masalah Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
Permasalahan hukum disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan atau kalimat pernyataan yang menunjukan permasalahan yang akan diteliti berdasarkan kasus posisi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tinjauan teoritik</div>
<div style="text-align: justify;">
Berisi uraian asas, teori, doktrin, konsep yang relevan dengan masalah hukum yang diteliti baik dari buku, jurnal ilmiah dan sumber data lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB 3. RINGKASAN PERTIMBANGAN HUKUM DAN PUTUSAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ringkasan Pertimbangan Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
Berisi uraian tentang ringkasan pertimbangan hukum yang digunakan hakim dalam menetapkan putusan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Putusan</div>
<div style="text-align: justify;">
Berisi uraian tentang putusan hakim berdasarkan pertimbangan hukumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bab 4. ANALISIS KASUS</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagian ini memuat analisis atau pembahasan terhadap permasalahan hukum yang diteliti erutama terhadap pertimbangan hukum dan putusan hakim dari kasus tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bab 5. KESIMPULAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagian ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan hukum yang diteliti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Daftar Pustaka</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Lampiran</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Halaman Daftar Riwayat Hidup</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tata Cara Dan Teknik Penulisan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Ukuran Kertas, Spasi Penulisan, Bentuk Dan Ukuran Huruf</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Ukuran Kertas</div>
<div style="text-align: justify;">
Kertas yang digunakan adalah kertas A4. Untuk penulisan dalam bentuk konsep (masih perbaikan) tidak ditentukan ukuran berat kertas, sedangkan untuk penulisan yang sudah jadi (siap di jilid) digunakan kertas ukuran 80 gram.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ukuran batas-batas lay out (page set up) adalah, untuk margin kiri dan atas 4 (empat) centimeter dan untuk margin kanan dan bawah 3 (tiga) centimeter</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Spasi Penulisan</div>
<div style="text-align: justify;">
Ukuran spasi penulisan adalah sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1) Penulisan uraian biasa dan kutipan yang jumlah barisnya kurang dari 4 (empat) baris menggunakan ukuran 2 (dua) spasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2) Penulisan uraian biasa dan kutipan yang jumlah barisnya lebih dari 4 (empat) barismenggunakan ukuran 1 (satu) spasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3) Penulisan abstrak menggunakan ukuran 1 (satu) spasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4) Penulisan footnote menggunakan ukuran 1 (satu) spasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
c. Bentuk Dan Ukuran Huruf</div>
<div style="text-align: justify;">
Bentuk huruf yang digunakan adalah arial dengan ukuran 12 (dua belas), judul bab ditulis dalam huruf capital (UPPERCASE) dan ditebalkan (bold). Sedangkan sub bab ditulis secara (Title Case) dengan format ditebalkan (bold). Untuk kutipan ditulis dengan huruf arial ukuran 12 (dua belas). Sedangkan untuk footnote huruf yang digunakan adalah arial dengan ukuran 10 (sepuluh).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Abstrak</div>
<div style="text-align: justify;">
Abstrak adalah deskripsi singka atau kondensasi suatu karangan yang memuat ringkasan kasus posisi dan tujuan penelitian, metode penelitian yang digunakan serta ringkasan hasil hasil penelitian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Tata Cara Pengutipan</div>
<div style="text-align: justify;">
Sistem pengutipan yang digunakan adalah sistem footnote bukan running note atau endnote. Footnote adalah catatan kaki halaman untuk menyatakan sumber suatu kutipan, buah pikiran, fakta-fakta atau ikhtisar. Footnote juga dapat berupa komentar atas suatu teks yang dikemukakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nomor footnote harus diberi jarak dengan garis margin teks sebelah kiri. Jika footnote lebih dari satu baris, maka baris kedua dan seterusnya dimulai pada margin teks.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penulisan footnote dengan urutan sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Sumber Buku</div>
<div style="text-align: justify;">
Penullisannya sebagai berikut : nama pengarang (tanpa gelar), judul buku (cetak miring), nama penerbit, kota terbit, tahun terbitan, halaman yang dikutif (disingkat : hlm).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam pencantuman nama pengarang jika pengarangnya sbanyak 3 (tiga) orang atau kurang maka nama pengarang ditulis seluruhnya. Sedangkan jika pengarangnya lebih dari 3 (tiga) orang maka cukup dicantumkan nama pengarang pertama dan dibelakangnya ditulis dalam kurung kata-kata “et al” (et al), singkatan dari et alii yang artinya “dengan orang lain”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk kumpulan karangan, yang ditulis cukup nama editornya saja dan dibelakangnya ditulis dalam kurung kata-kata “ed” (ed).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bila bukunya merupakan terjemahan, nama pengarang asli harus dicantumkan pertama kali, kemudian dibelakangnya ditulis nama penerjemahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Sumber Artikel</div>
<div style="text-align: justify;">
Penulisannya sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1) Artikel dalam majalah, Koran, jurnal : nama penulis (tanpa gelar), “judul artikel” (dalam tanda kutif), nama majalah/jurnal (cetak miring), nama penerbit, kota penerbit, tahun terbitan, halam yang dikutif (disingkat : hlm).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2) Artikel dalam seminar: nama penulis (tanpa gelar), “judul artikel (dalam tanda kutif), nama seminar (cetak miring), tempat tahun, halaman yang dikutif (disingkat : hlm).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3) Artikel dari internet : nama penulis, “judul artikel” (dalam tanda kutif), alamat web site, waktu men download (tanggal dan jam).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4. Beberapa Istilah Yang Sering Digunakan Dalam Penulisan Footnote.</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Pemakaian Ibid</div>
<div style="text-align: justify;">
Ibid kependekan dari ibidem yang artinya “pada tepat yang sama”, dipakai apabila suatu kutipan diambil dari sumber yang sama dengan yang mendahuluinya, yang tidak disela oleh sumber atau footnote lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Pemakaian Op Cit</div>
<div style="text-align: justify;">
Op Cit singkatan dari opera citato yang artinya “dalam karangan yang telah disebut”, dipakai untuk menunjuk pada suatu buku atau sumber yang telah disebut sebelumnya lengkap pada halaman lain dan telah diselingi oleh sumber lain. Apabila nama pengarang sama dan buku yang dikutif lebih dari satu, untuk menghindari kesalahan sebaiknya disebutkan sebagian dari judul buku atau sumber tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
c. Pemakaian Loc Cit</div>
<div style="text-align: justify;">
Loc Cit singkatan dari loco citato yang artinya “pada tempat yang telah disebut”, digunakan untuk menunjuk kepada halaman yang sama atau persoalan yang sama dari suatu sumber yang telah disebut tetapi telah diselingi oleh sumber lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh pengutifan:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1) Robert dan Donald. Hukum Pidana Indonesia, Armico, Bandung, 1990, hlm. 23.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2) Ibid, hlm. 26.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3) R. Soepomo, Bab-Bab Tentang hukum Adat, Djambatan, Jakarta, 1958, hlm. 23.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4) Op. Cit, hlm. 30.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
5. Daftar Pustaka</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam daftar pustaka dicantukan secara lengkap kepustakaan yang dipergunakan baik dari bahan hukum primer seperti misalnya peraturan perundang-undangan atau dari bahan hukum sekunder misalnya rancangan peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, jurnal ilmiah, seri penerbitan sains, juga dapat dari bahan hukum tersier misalnya bibliografi, indeks kumulatif dan lain-lain. Sumber yang digunakan disusun secara sistematis sebagaimana dalam penulisan footnote.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pennulisan daftar pustaka sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Disusun secara alfabethis tanpa menggunakan nomor urut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tanopa menggunakan gelar akademik.</div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk nama penulis asing ditulis nama keluarga (family) dahulu baru nama kecilnya (dibalik).</div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk nama penulis Indonesia yang diketahui marganya ditulis seperti penulis asing.</div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk nama penulis Indonesia yang tidak memiliki nama marga atau famili ditulis apa adanya dengan tidak dbalik.</div>
<div style="text-align: justify;">
Huruf yang digunakan adalah arial ukuran 12 (dua belas).</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika suatu referensi dalam daftar pustaka terdiri lebih dari satu baris, maka baris kedua dan seterusnya dimulai penulisannya agak menjorok dengan ukuran jaraknya seperti jarak dalam ukuran alinea atau paragraph.</div>
<div style="text-align: justify;">
Antara satu referensi dengan referensi lain dipisahkan satu spasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh penulisan daftar pustaka :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Abdurrahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
A. Tresna Sastrawijaya, Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian Perbandingan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2005.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung, 1996.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
6. Pedoman Bab Dan Sub-Sub Bab</div>
<div style="text-align: justify;">
Penomoran bab dan sub-sub bab dapat dilakukan dengan mengacu pada ketentuan sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
A.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(1).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(a).</div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-56014491944939748262018-11-10T13:41:00.001-08:002018-11-10T13:41:32.418-08:00Apakah Hukum Pidana Internasional<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGK_RM55B2n_Cu4TYQgUzKlkOA-DJhiyN955aHrGwBIvNNybhLxkGiQ7vvICzccz_Bbj8o5bk2WpTBrgoNp7tkkyiIQwRoR1JaUkWKDYNr2-G8h8jGX4_ARUjJC8Wo1Y4F19wStmI1i68v/s1600/Hukum+Internasional+%2528Artikel+Tutorial%2529.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="198" data-original-width="347" height="182" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGK_RM55B2n_Cu4TYQgUzKlkOA-DJhiyN955aHrGwBIvNNybhLxkGiQ7vvICzccz_Bbj8o5bk2WpTBrgoNp7tkkyiIQwRoR1JaUkWKDYNr2-G8h8jGX4_ARUjJC8Wo1Y4F19wStmI1i68v/s320/Hukum+Internasional+%2528Artikel+Tutorial%2529.png" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Aspek Hukum Nasional dan Hukum Internasional Dalam Hukum Pidana Internasional</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>PENGANTAR</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dicat Hukum - Untuk pembahasan mengenai aspek hukum dan hukum internasional di dalam kerangka pemikiran tentang hukum pidana internasional senghaja penulis tempatkan tersendiri didalam karya tulis ini. Hal ini di dasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(1) Hukum pidana internasional sebagai sub-disiplin miliki dua sumber hokum yaitu hokum yang berasal dari hukum pidana nasional dan hukum internasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(2) Kedua sumber tersebut telah membentuk kepribadian ganda ini tidak harus dipertantangkan, tetapi justru harus harus saling mengisi dan melengkapi didalam menghadapi masalah kejahatan internasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(3) Salah satu perwujudan nyata dari suatu interaksi antara hokum nasional dan hokum internasional terdapat pada lingkup pembahasan hokum pidana internasional dengan objek study tindak pidana yang bersifat transional internasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(4) Pembahasan aspek hokum pidana nasional dan hokum internasional dalam lingkup hukum pidana internasional akan memberikan landasan berpijak bagi analisis kritis di dalam membahas konsepsi dan karaktereristik dari suatu tidak pidan internasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketentuan yang di tuangkan dalam konvensi internasional tersebut. Salah satu kewajiban Negara peserta (sekalipun masih diperkenankan adanya reservation) khususnya bagi Indonesia ialah mememasukannya hasil konvensi dimaksud kedalam lingkungan nasional dalam arti antara lain melaksanakan ritifikasi terlabih dahulu atas hasil konvensi, sebelum di tuangkan dalam bentuk suatu undang-undang ksususnya mengenai objek yang menjadi pembahasan di dalam konvensi tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
HUBUNGAN ATARA HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Didalam teori hukum internasional, telah berkembang dua pandangan tentang hukum internasional. Yaitu pandangan yang dinamakan voluntarisme, yang mendasarkan berlakunya hukum internasional dan ada tidaknya hukum internasioonal ini pada kemauan Negara (gemeinwille). Pandangan yang kedua adalah pandangan objektivis yang menganggap ada dan berlakunya hukum internasional ini dilepas dari kemauan Negara (mohctar kusumaatmadja 1989;40)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Alasan diajukannya penganut aliran dualisme bagi pandangan tersebut diatas, pada alasan formal atau pun alasan yang didasarkan kenyataan.alsan terpenting dikemukakan sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Kedua perangkat hukum tersebut mempunyai sumber yang berlainan hukum nasional bersumber pada kemauan Negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat Negara.</li>
<li>Kedua perangkat hokum itu berlainan subjeknya. Subjek hokum nasional adalah perorangan, baik hukum perdata maupun hukum fublik, subjek hukum internasional adalah negara</li>
<li>Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakan pula perbedaan dalam strukturnya.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Pandangan alira dualisme ini, Mochtar kusumaatmajda (1989;41) telah mengemukakan komentar dan pandangan-pandangannya sebagaiman diuraikan di bawah ini:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Bahwa di dalam teori dualisme tidak ada tempat bagi persoalan hirarki atara hukum nasional dan internasional karena pada hakekatnya, kedua perangkat hukum tidak saja berlainan dan tidak tergantungsatu sama lainnya, tapi juga lepas antara satu dan yang lainnya.</li>
<li>Sebagai konsekuensi logis dari keadaan sebagaiman digambarkan diatas, tidak akan mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, yang mungkin hanya penunjukan saja.</li>
<li>Bahwa ketentuan hukum internasional memerlukan tranformasi menjadi hukum nasional sebelum berlakunya dalam lingkunga hukum nasional.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Teori dualisme tidak terlepas dari beberapa kelemahan sebagainman di ungkapkan oleh Mochtar Kusumaatmadja (1989;41-42) sebaai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Teori dasal aliran dualisme yang mengemukakan bahwa sumber gejala hukum baik hukum nasional maupun hukum internasional dadalah kemauan Negara sulit untuk diterima kerena hokum yang ada dan berlaku itu dibutuhkan oleh kehidupan manusia yang beradab.</li>
<li>Kebenaran argumentasi aliran mengenai ini berlainan subjek hukum nasional dan internasional di bantah oleh kenyataan bahwa dalam suatu lingkungan hokum seperti hukum nasional, dapatysaja subjek hukum itu berlainan, seperti adanya pembagian hukum perdata dan hukum fublik.</li>
<li>Argumentasi kaum dualis yang mengemukakan adanya perbedaan strukrural antara hukum nasional dan hukum internasional, ternyata perbedaan yang dikemukannya hanyalah perbedaan gradual dan tidak merupakan perbedaan yang hakiki atau asasi.</li>
<li>Bahwa pemisahan mutlak antara hukum nasional dan internasional tidak dapat menerangkan dengan cara memuaskan kenyataan bahwa dalam prakteknya sering sekali hokum nasional itu tunduk pada atau sasuai dengan dengan hukum internasional.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
1. Paham monisme dengan primat hukum nasional</div>
<div style="text-align: justify;">
Paham ini mengemukakan bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional, yang utama adalah hukum nasional, sedangkan paham monisme dalam primat hukum internasional mengemukakan bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan internasional yang utama adalah hukum internasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Mochtar Kusumaatmadja(1989;43-44) mengemukakan bebrapa kelemaha paham monisme dengan primat hokum nasional sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>kelemahan yang mendasar yang cukup gawat bahwa paham ini terlalu memandang hukum itu sebagai hukum tertulis semata-mata sehingga hokum internasional dianggap bahwa hukum yang bersumberkan perjanjian internasional, suatu hal sebagaimana di ketahui tidak benar.</li>
<li>pada hakekatnya, pendirian paham kaum monisme dengan primat hukum nasional ini merupakan penyangkalan terhadap adanya hukum internasional yang mengikat.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
2. Paham monisme dengan primat hukum internasional</div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut paham ini, hukum nasional bersumber pada hikum internasional yang merupakan perangkat ketentuan hukum yang hierarki lebih tinggi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mochtar Kusumaatmadja (1989:44) pada dasarnya memyetujui pandangan paham ini, namun demikian ia kurang setuju prihal supermasi hukum intenasional yang di kaitkan dengan hirarki dan pendelegasian wewenang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terhadap persoalan pandanga monisme dan dualisme ini, Mochtar Kusumaatmadja(1989:45) mengemukan kesimpulan bahwea kedua paham tersebut tidak mampu memberiakn jawaban yang memuaskan. Apabila dari kedudukan suatu perjanjian internasional atau treaty sebaaimana telah diatur dalam Vienna Convention on the Law of Treaties tahun 1969 dapat dikemukaan dua pasal penting yang releven dengan mesalah keterikatan suatu Negara peserta konvensi terhadap isi ketentuan yang di tuangkan didalam konvensi yang bersangkutan. Kedua pasal ini adalah pasal 27 dan pasal 46.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PENGARUH TEORI MONISME DAN DUALISME TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejak terbentuknya liga bangsa –bangsa tahun 1928 dan dilanjutkan kemudian dengan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945, masyarakat internasional sampai saat ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dominan teori monisme dengan primat hukum nasional atas teori monisme dengan primat hukum internasional delam praktik hukum internasonal, secara nyata tersirat dari mesalh konflik yurisdiksi criminal antara dua Negara dalam kasus tindak pidana narkotika lintas batas territorial.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Kasus United State v. Atuares Machain, 112 dS.Ct.21888 (5 Juni 1992).</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada tahun 1985 seorang agen khusus Drug Enforcement Agency atau DEA dari Amerika serikat, Enrigue Camarena-Salazar telah diculik, dianiaya dan di bunuh oleh pemasok narkotika di mexico. DEA telah sejak lama berusaha membawa pembunuh agen ini ke Ameriak Serikat untuk mempertanggug jawabkannya perbuatanya tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada tanggal 12 April 1990, Humberto Alvares Machain, seorang dokter warga Negara mexico telah diculikdari kentornya di Guadalajara, mexico oleh bebrapa orang bersenjata dan diterbangkan dengan pesawat terbang pribadi ke Amerika Serikat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menyusul penculikan Alvares ini, pemerintah mexico telah mengajukan nita protes melalui saluran Diflomatik kepada Department Luar Negari Amerika Serikat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Kasus United States v. Verdugo Urguidez, 110.S.Ct.1056 (tanggal 28 Febuari 1990)</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Verdugo adlah warga Negara mexico yang bertempat tinggal di Meksikali, Mexico. Verdugo termasuk salah satu anggota gang narkotika yang dicari oleh pihak DEA Amerika Serikat dan juga diduga kuat membanu pembunuhan yang telah dilakukan terhadap agen DEA, Camarena-Salazar pada tahun 1985.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Kasus United States v.Biermann (678 F.Supp.1473) tanggal 9 Febuari 1988</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Biemann adalah warga nagara inggris dan pekerjaan terdakwa adalah operator pada kapal laut tyang berbendera inggris dan terdaftar di inggris. Tertuduh dituntut di muka pengadilan di distrik Utara California karena memiliki bebeapa ton mariyuana dengan niat untuk mendistribusikannya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
DOMINASI KEPENTINGAN NEGARA (NASIONAL) ATAS KEPENTINGAN INTERNASIONAL (KASUS NORIEGA)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketiga kasus tersebut diatas, ternyata memiliki perbedaan yang besar dengan kasus” penculokan “ atas jendral Noriega, mantan Presiden Panama yang dituuh telah memasok heroin ke wilayah Amerika Serikat, yang dilatarbelakangi acman perang oleh Pemerintah Panama terhadap Amerika Serikat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam praktek Hukum intrnasional, tidakan penculikan jenderal Noriega dari wilayah teritorial Panama sebagai suatu Negara yang merdeka dan berdaulat merupakan contoh ekstrem dan sekaaligus menunjukan pula betapa di dalam dominasi teori monisme dengan primat hukum nasioal dapat ditapsirkan demikian rupa sehingga dapa dipandang sebagai pelanggaran atas kedaulatan Negara lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Noriega dituntut oleh Grand Jury di pengadilan Miami dan pengadilan Tampa, Negara bagian Florida dengan tuduhan sebagai pendukung lalu lintas narkotika ilegal ke wilayah Amerika Serikat. Pengadilan Miami dan tTampa menerapka asas perlindungan dan doctrine. Doktrin ini berasal dari kasus Alcoa (1945) dimana Hakim ditugaskan menaggani kasus tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kasus Noniega tersebut diatas, telah menggungkapkan dengan jelas bahwa lalu lintas perdagangan narkotik illegal pada dewasa ini sudah berkonotasi Politik dalam arti betapa kuatnya pengaruh tindak pidana internasional dalam masalah nearotika terhafdaphubungan diplomatic antara ngara-negara yang terlibat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penasihat Hukum Departemen Kehakiman Amerika Serikat memiliki pendekatan yang berbeda,yaitu mengemukakan sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>firs : (sekalipun kongres dan presiden memiliki kekuasaan untuk tidak memperhatikan hukum internasional, pengadilan dapat bertahan pada pendiriannya bahwa ia melakukan tampa ragu-ragu dan dengan bebas).</li>
<li>second : (integritas teritorial adalah tonggakdari hokum internasional, tindakan penculikan (dengan paksaan) dari suatu negara asing nyata-nyata melanggar prinsip ini).</li>
<li>third : (akibat menentukan dari prinsi integritas teritorial pada penegak hokum di diperlemah oleh kesediaan suatu Negara untuk memberikan izin aparatur penegak hokum di ngara lain untuk melakukan kegiatanya diwilayah Negara tersebut. Tidak ada formalitas atau publisitas khusus yang persyaratkan untuk memperoleh izin agar legal menjadi efektif ; sekalipun izin khusus adalah efisian jika di berikan pihak yang berwenang. Untuk tujuan politis, suatu Negara dapat memutskan untuk menolak kenyataan bahwa ia telah memberikan izin utuk kegiatan oprasi tersebut ,,, dalam kasus-kasus lain, suatu Negara bekerja sama dengan cara menempatkan seorang pelaku yang di cari diatas sebuah kapal terbang atau kapal laut dimana Amerika Serikat memiliki yurisdiksi diatasnya).</li>
<li>Fourth : (prinsip integritas teritorial tidak memberikan kewenangan pembedaan dalam hukum internasional. Setiap negara memiliki hak untuk membela dirinya. Kita harus mengijin kan manipulasi hukum sehingga dunia bebes menjadi tidak efektif dalam hubungan dangan meraka yang telah melanggar undang-undang).</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Perkembangan praktik hukum internasional sebagaimana telah uraikan diatas menunjukan bahwa teori monisme dengan primat hokum nasional dalam praktik telah menimbulkan akibat yang tidak kecil dan merugikan kepentingan Negara-negara Selatan jika dibandingkan kepantingan negar-negar Utara, khususnya Amerika Serikat.</div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-56587737526710944322018-11-10T13:34:00.002-08:002018-11-10T13:34:44.372-08:00Apakah Hukum Pidana Itu ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6abuDK_32ZCbichj-aeBQ3fcRXzQBn-XLq0WKctzkukSh_1CLc21AN0VUlgGJReiVqlcaSTamwUCA66v7LtUyQJEzfxyblhyphenhyphenyVEXCtq6YJwS3JIOfyAzoevjasF_4jbpPVow7KqJQ3Q7b/s1600/hukum+pidana.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6abuDK_32ZCbichj-aeBQ3fcRXzQBn-XLq0WKctzkukSh_1CLc21AN0VUlgGJReiVqlcaSTamwUCA66v7LtUyQJEzfxyblhyphenhyphenyVEXCtq6YJwS3JIOfyAzoevjasF_4jbpPVow7KqJQ3Q7b/s1600/hukum+pidana.jpg" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
PENGERTIAN HUKUM PIDANA DAN TINDAK PIDANA, UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA, SYARAT MELAWAN HUKUM, KESALAHAN, PERCOBAAN (POOGING), GABUNGAN TINDAK PDANA (SAMENLOOP) DAN PENYERTAAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
A. PENGERTIAN HUKUM PIDANA DAN TINDAK PIDANA</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dicat Hukum - Hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sangsi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimanayang telah diancamkan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam ilmu hukum ada perbedaan antara istilah “pidana” dengan istilah “hukuman”. Sudarto mengatakan bahwa istilah “hukuman” kadang-kadang digunakan untuk pergantian perkataan “straft”, tetapi menurut beliau istilah “pidana” lebih baik daripada “hukuman. Menurut Muladi dan Bardanawawi Arief “Istilah hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari dibidang pendidikan, moral, agama, dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukan cirri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas”. Pengertian tindak pidana yang di muat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh pembentuk undang-undang sering disebut dengan strafbaarfeit. Para pembentuk undang-undang tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai strafbaarfeit itu, maka dari itu terhadap maksud dan tujuan mengenai strafbaarfeit tersebut sering dipergunakan oleh pakar hukum pidana dengan istilah tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, serta delik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
B. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Unsur formal meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia.</li>
<li>Melanggar peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka tidak ada tindak pidana.</li>
<li>Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan.</li>
<li>Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur kesalahan yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta Orang tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang.</li>
<li>Pertanggungjawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut dilakukan. Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri pelaku tindak pidana. Unsur ini meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), misal membunuh (Pasal 338 KUHP), menganiaya (Pasal 351 KUHP).</li>
<li>Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik material atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan lain-lain.</li>
<li>Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada beberapa tindak pidana yang untuk mendapat sifat tindak pidanya itu memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya, seperti penghasutan (Pasal 160 KUHP), melanggar kesusilaan (Pasal 281 KUHP), pengemisan (Pasal 504 KUHP), mabuk (Pasal 561 KUHP). Tindak pidana tersebut harus dilakukan di muka umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Unsur yang memberatkan tindak pidana. Hal ini terdapat dalam delik-delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka ancaman pidana diperberat, contohnya merampas kemerdekaan seseorang (Pasal 333 KUHP) diancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat ancaman pidana diperberat lagi menjadi pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.</li>
<li>Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana. Misalnya dengan sukarela masuk tentara asing, padahal negara itu akan berperang dengan Indonesia, pelakunya hanya dapat dipidana jika terjadi pecah perang (Pasal 123 KUHP).</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran kesusilaan (Pasal 281 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338).</li>
<li>Kealpaan (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334 KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), dan lain-lain.</li>
<li>Niat (voornemen), dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau poging (Pasal 53 KUHP)</li>
<li>Maksud (oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian (Pasal 362 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan lain-lain</li>
<li>Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade), dimana hal ini terdapat dalam membuang anak sendiri (Pasal 308 KUHP), membunuh anak sendiri (Pasal 341 KUHP), membunuh anak sendiri dengan rencana (Pasal 342 KUHP).</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
C. SYARAT MELAWAN HUKUM</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila orang tersebut melanggar undang-undang yang ditetapkan oleh hukum. Tidak semua tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum karena ada alasan pembenar, berdasarkan pasal 50, pasal 51 KUHP. Sifat dari melawan hukum itu sendiri meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Sifat formil yaitu bahwa perbuatan tersebut diatur oleh undang-undang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Sifat materiil yaitu bahwa perbuatan tersebut tidak selalu harus diatur dalam sebuah undang-undang tetapi juga dengan perasaan keadilan dalam masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perbuatan melawan hukum dapat dibedakan menjadi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Fungsi negatif yaitu mengakui kemungkinan adanya hal-hal diluar undang-undang dapat menghapus sifat melawan hukum suatu perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang.</li>
<li>Fungsi positif yaitu mengakui bahwa suatu perbuatan itu tetap merupakan tindak pidana meskipun tidak dinyatakan diancam pidana dalam undang-undang, apabila bertentangan dengan hukum atau aturan-aturan yang ada di luar undang-undang.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Sifat melawan hukum untuk yang tercantum dalam undang-undang secara tegas haruslah dapat dibuktikan. Jika unsure melawan hukum dianggap memiliki fungsi positif untuk suatu delik maka hal itu haruslah dibuktikan. Jika unsure melawan hukum dianggap memiliki fungsi negative maka hal itu tidak perlu dibuktikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
D. KESALAHAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berkaitan dalam asas hukum pidana yaitu Geen straf zonder schuld, actus non facit reum nisi mens sir rea, bahwa tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, maka pengertian tindak pidana itu terpisah dengan yang dimaksud pertanggungjawaban tindak pidana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan perbuatan itu juga dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat tergantung pada soal apakah dalam melakukan perbuatannya itu si pelaku juga mempunyai kesalahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila didalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sengaja berarti juga adanya kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu. Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang dilakukannya itu dilakukan dengan sengaja, terkandung pengertian menghendaki dan mengetahui atau biasa disebut dengan willens en wetens. Yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah memenuhi rumusan willens atau haruslah menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi unsur wettens atau haruslah mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Disini dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan oleh Von Hippel maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan sengaja adalah kehendak membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu atau akibat dari perbuatannya itu yang menjadi maksud dari dilakukannya perbuatan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika unsur kehendak atau menghendaki dan mengetahui dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan dengan jelas secara materiil -karena memang maksud dan kehendak seseorang itu sulit untuk dibuktikan secara materiil- maka pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan melanggar hukum sehingga perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku seringkali hanya dikaitkan dengan keadaan serta tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar hukum yang dituduhkan kepadanya tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Disamping unsur kesengajaan diatas ada pula yang disebut sebagai unsur kelalaian atau kelapaan atau culpa yang dalam doktrin hukum pidana disebut sebagai kealpaan yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau bewuste schuld. Dimana dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wilayah culpa ini terletak diantara sengaja dan kebetulan. Kelalaian ini dapat didefinisikan sebagai apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan dan perbuatan itu menimbulkan suatu akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang, maka walaupun perbuatan itu tidak dilakukan dengan sengaja namun pelaku dapat berbuat secara lain sehingga tidak menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, atau pelaku dapat tidak melakukan perbuatan itu sama sekali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam culpa atau kelalaian ini, unsur terpentingnya adalah pelaku mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, atau dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh undang-undang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Maka dari uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa jika ada hubungan antara batin pelaku dengan akibat yang timbul karena perbuatannya itu atau ada hubungan lahir yang merupakan hubungan kausal antara perbuatan pelaku dengan akibat yang dilarang itu, maka hukuman pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku atas perbuatan pidananya itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
E. PERCOBAAN (POOGING)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada umumnya yang dimaksud dengan percobaan adalah suatu perbuatan dimana:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Ada perbuatan permulaan;</li>
<li>Perbuatan tersebut tidak selesai atau tujuan tidak tercapai;</li>
<li>Tidak selesainya perbuatan tersebut bukan karena kehendaknya sendiri</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Sifat Percobaan, terdapat 2 pandangan:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Sebagai Strafausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya orang) sehingga, percobaan tidak dipandang sebagai jenis atau bentuk delik yang berdiri sendiri (delictum sui generis), tetapi dipandang sebgai bentuk delik tidak sempurna (onvolkomendelictsvorm). Dianut: Hazewinkel‐Suringa, Oemar Seno Adji</li>
<li>Sebagai Tatbestandausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan). Sehingga, percobaan dipandang sebagai delik yang sempurna (delictum sui generis)hanya dalam bentuk yang istimewa. Dianut: Pompe, Muljatno</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Percobaan adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan akan tetapi pada akhirnya tidak ada atau belum berhasil. Percobaan atau poooging diatur dalam Bab IX Buku I KUHP Pasal 53. Dalam KUHP Indonesia tidak dijumpai mengenai rumusan arti atau definisi “percobaan”, yang dirumuskan hanyalah batasan mengenai kapan dikatakan ada percobaan untuk melakukan kejahatan. Yang dapat dipidana, hanyalah percobaan terhadap kejahatan dan tidak terhadap pelanggaran (pasal 54)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sanksi untuk percobaan berbeda dengan delik yang sempurna. Yakni maksimum pidana yang dijatuhkan terhadap kejahatan yang bersangkutan dikurangi 1/3.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Syarat‐syarat untuk dapat dipidananya percobaan adalah sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Niat;</li>
<li>Adanya permulaan pelaksanaan;</li>
<li>Pelaksanaan tidak selesai bukan semata‐mata karena kehendaknya sendiri;</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Menurut Moeljatno berpendapat bahwa niat jangan disamakan dengan kesengajaan tetapi niat secra potensial bisa berubah menjadi kesengajaan apabbbbla sudah di tunaikan menjadi perbuatan yang dituju. Pengertiannya :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Semua perbuatan yang diperlukan dalam kejahatan telah dilakukan tetapi akibat yang dilarang tidak timbul</li>
<li>Kalau belum semua ditunaikan menjadi perbuatan maka niat masih ada dan merupakan sifat batin yang memberi arah kepada percobaan.</li>
<li>Oleh karena niat tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan kesengajaan maka isinya niat jangan diambil dari sisi kejahatannya apabila kejahatan timbul untuk itu diperlukan pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu jadi bahwa sudah ada sejak niat belum ditunaikan.</li>
<li>Harus ada permulaan pelaksanaan pasal 53, hal ini tidak dicantumkan: Permulaan pelaksanaan.</li>
<li>Menurut mut harus diartikan dengan permulaan pelaksanaan dengan kejahatan.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Jenis-jenis dalam percobaan terdiri atas :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Percobaan selesai atau percobaan lengkap (violtooid poging)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah suatu suatu percobaan apabla sipembuat telah melakukan kesengajaan untuk menyelesikan suatu tindak pidana tetapi tdak terwujud bukan atas kehendaknya. Contoh : seorang A menembak B tetapi meleset.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Percobaan tertunda atau Percobaan terhenti atau tidak lengkap (tentarif poging)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah suatu percobaan apabila tidak semua perbuatan pelaksanaan disyaratkan untuk selesainya tindak pidana yang dilakukan tetapi karena satu atau dua yang dilakukan tidak selesai. Contoh : A membidikan pistolnya ke B dan dihalangi oleh C</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Percobaan tidak mampu (endulig poging)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah suatu percobaan yang sejak dimulai telah dapat dikatakan tidak mungkin untuk menimbulkan tindak pidana selesai karena :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Alat yang dipakai untuk melakukan tindak pidana adalah tidak mampu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Obyek tindak pidana adalah tidak mampu baik absolut maupun relative.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oleh karena itu dikenal 4 bentuk percobaan tidak mampu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Percobaan tidak mampu yang mutlak karena alat yaitu suatu percobaan yang sama sekali menimbulkan tindak pidana selesai karena alatnya sama sekali tidk dapat dipakai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Percobaan mutlak karena obyek yaitu suatu percobaan yang tidak mungkin menimbulkan tindak pidana selesi kaena obyeknya sama sekali tidak mungkin menjadi obyek tindak pidana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Percobaan relatif karena alat yaitu karena alatnya umumnya dapat dipai tetapi kenyataanya tidak dapat dipakai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Percobaan relatif karena obyek yaitu apabila subyeknya pada umumnya dapat menjadi obyek tindak pidana tetapi tidak dapat menjadi obyek tindaka pidana yang bersangkutan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4. Percobaan yang dikualifikasikan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu untuk melakukan suatu tindak pidana tertentu tetapi tidak mempunyai hasil sebagaimana yang dirahakan, melainkan perbuatannya menjadi delik hukum lain atau tersendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
F. PENYERTAAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengaturan mengenai penyertaan dalam melakukan tindak pidana terdapat dalam KUHP yaitu Pasal 55 dan Pasal 56. Dari ketentuan dalam KUHP tersebut dapat disimpulkan bahwa antara yang menyuruh maupun yang membantu suatu perbuatan tindak pidana dikategorikan sebagai pembuat tindak pidana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Van Hamel dalam Lamintang mengemukakan ajaran mengenai penyertaan itu adalah[1]) : “Sebagai suatu ajaran yang bersifat umum, pada dasarnya merupakan suatu ajaran mengenai pertanggungjawaban dan pembagian pertanggungjawaban, yakni dalam hal dimana suatu delik yang menurut rumusan undang-undang sebenarnya dapat dilakukan oleh seseorang secara sendirian, akan tetapi dalam kenyataannnya telah dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu kerja sama yang terpadu baik secara psikis (intelektual) maupun secara material”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan pasal-pasal dalam KUHP, penyertaan dibagi menjadi 2 (dua) pembagian besar, yaitu:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Pembuat atau Dader</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pembuat atau dader diatur dalam Pasal 55 KUHP. Pengertian dader itu berasal dari kata daad yang di dalam bahasa Belanda berarti sebagai hal melakukan atau sebagai tindakan[2]). Dalam ilmu hukum pidana, tidaklah lazim orang mengatakan bahwa seorang pelaku itu telah membuat suatu tindak pidana atau bahwa seorang pembuat itu telah membuat suatu tindak pidana, akan tetapi yang lazim dikatakan orang adalah bahwa seorang pelaku itu telah melakukan suatu tindak pidana. Pembuat atau dader sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 KUHP, yang terdiri dari :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Pelaku (pleger). Menurut Hazewinkel Suringa yang dimaksud dengan Pleger adalah setiap orang yang dengan seorang diri telah memenuhi semua unsur dari delik seperti yang telah ditentukan di dalam rumusan delik yang bersangkutan, juga tanpa adanya ketentuan pidana yang mengatur masalah deelneming itu, orang-orang tersebut tetap dapat dihukum[3]).</li>
<li>Yang menyuruhlakukan (doenpleger). Mengenai doenplagen atau menyuruh melakukan dalam ilmu pengetahuan hukum pidana biasanya di sebut sebagai seorang middelijjke dader atau seorang mittelbare tater yang artinya seorang pelaku tidak langsung. Ia di sebut pelaku tidak langsung oleh karena ia memang tidak secara langsung melakukan sendiri tindak pidananya, melainkan dengan perantaraan orang lain. Dengan demikian ada dua pihak, yaitu pembuat langsung atau manus ministra/auctor physicus), dan pembuat tidak langsung atau manus domina/auctor intellectualis[4]). Untuk adanya suatu doenplagen seperti yang dimaksudkan di dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, maka orang yang disuruh melakukan itu haruslah memenuhi beberapa syarat tertentu. Menurut Simons, syarat-syarat tersebut antara lain[5]) :</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seseorang yang ontoerekeningsvatbaar seperti yang tercantum dalam Pasal 44 KUHP.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana mempunyai suatu kesalahpahaman mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang bersangkutan (dwaling).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu sama sekali tidak mempunyai schuld, baik dolus maupun culpa ataupun apabila orang tersebut tidak memenuhi unsur opzet seperti yang telah disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak memenuhi unsur oogmerk padahal unsur tersebut tidak disyaratkan di dalam rumusan undang-undang mengenai tindak pidana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
5) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah melakukannya di bawah pengaruh suatu overmacht atau di bawah pengaruh suatu keadaan yang memaksa, dan terhadap paksaan mana orang tersebut tidak mampu memberikan suatu perlawanan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
6) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan itikad baik telah melaksanakan suatu perintah jabatan padahal perintah jabatan tersebut diberikan oleh seorang atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
7) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu itndak pidana itu tidak mempunyai suatu hoedanigheid atau suatu sifat tertentu seperti yang telah disyaratkan oleh undng-undang yaitu sebagai suatu sifat yang harus dimiliki oleh pelakunya sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yang turut serta (medepleger). Menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana adalah sama.</div>
<div style="text-align: justify;">
Penganjur (uitlokker) adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang secara limitatif, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan[6]).</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Pembantu atau medeplichtige</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada 2 (dua) jenis, yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan dalam KUHP. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan ini mirip dengan turut serta (medeplegen), namun perbedaannya terletak pada :</div>
<div style="text-align: justify;">
1). Pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu atau menunjang, sedang pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2). Pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa diisyaratkan harus kerja sama dan tidak bertujuan atau berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang turut serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3). Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP), sedangkan turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4). Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi 1/3 (sepertiga), sedangkan turut serta dipidana sama.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Pembantuan dalam rumusan ini mirip dengan penganjuran (uitlokking). Perbedaannya pada niat atau kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiel sudah ada sejak semula atau tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melakukan kejahatan pada pembuat materiel ditimbulkan oleh si penganjur.</div>
<div style="text-align: justify;">
Berbeda dengan pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidana sama dengan pelaku, pembantu dipidana lebih ringan dari pada pembuatnya, yaitu dikurangi sepertiga dari ancaman maksimal pidana yang dilakukan (Pasal 57 ayat (1) KUHP). Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, pembantu dipidana penjara maksimal 15 tahun. Namun ada beberapa catatan pengecualian :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak pidana :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 ayat (4) KUHP) dengan cara memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan,</li>
<li>Membantu menggelapkan uang atau surat oleh pejabat (Pasal 415 KUHP),</li>
<li>Meniadakan surat-surat penting (Pasal 417 KUHP).</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
2. Pembantu dipidana lebih berat dari pada pembuat, yaitu dalam hal melakukan tindak pidana :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Membantu menyembunyikan barang titipan hakim (Pasal 231 ayat (3) KUHP).</li>
<li>Dokter yang membantu menggugurkan kandungan (Pasal 349 KUHP).</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
G. GABUNGAN TINDAK PDANA (SAMENLOOP)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gabungan tindak pidana (samenloop van starfbare feiten) terdiri atas tiga macam gabungan tindak pidana, yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Seorang dengan satu perbuatan melakukan beberapa tindak pidana, yang dalam ilmu pengetahuan hukum dinamakan “ gabungan berupa satu perbuatan” (eendaadsche samenloop), diatur dalam pasal 163 KUHP.</li>
<li>Seorang melakukan bebrapa perbuatan yang masing-masing merupakan tindak pidana, tetapi dengan adanya hubungan antara satu sama lain, dianggap sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan (Voortgezette handeling), diatur dalam pasal 64 KUHP.</li>
<li>Seorang melakukan beberapa perbuatan yang tidak ada hubungan satu sama lain, dan yang masing-masing merupakan tindak pidana; hal tersebut dalam ilmu pengetahuan hukum dinamakn “gabungan beberapa perbuatan “(meerdaadsche samenloop), diatur dalam pasal 65 dan 66 KUHP.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
[1]). P.A.F. Lamintang,Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1990, hlm. 594.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
[2]). Ibid., hlm. 585.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
[3]). Ibid, hlm. 599.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
[4]). Ibid, hlm. 610 – 611.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
[5]) Ibid.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
[6]) Ibid.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dasar- Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1990</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-24960086363060357692018-11-09T05:57:00.002-08:002018-11-09T05:57:39.084-08:00Apakah Hukum Perusahaan Itu ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIQPwplxphDVFh0Lqcf1UeDMfa68UVxGoJgagnAapT0oD9qYWcTWWpKoKilXxPp6kIAF_CBmAVhD223kfqVFrBvg9vOcUa5XPF2afoVEM2A30ghSXuG2SFB87CH6OFjEcReuE_hdoXmXm3/s1600/hukum-perusahaan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="479" data-original-width="638" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIQPwplxphDVFh0Lqcf1UeDMfa68UVxGoJgagnAapT0oD9qYWcTWWpKoKilXxPp6kIAF_CBmAVhD223kfqVFrBvg9vOcUa5XPF2afoVEM2A30ghSXuG2SFB87CH6OFjEcReuE_hdoXmXm3/s320/hukum-perusahaan.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Dicat Hukum - Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perusahaan adalah segala bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus menerus, bekerja, berada dan didirikan di wilayah Negara Indonesia dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ciri khas dari perusahaan adalah :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Bekerja terus menerus</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Bersifat tetap</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Terang-terangan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Mendapat keuntungan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pembukuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Badan Usaha.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perkumpulan : Dalam arti luas perkumpulan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan ciri-ciri sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Adanya kepentingan terhadap sesuatu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Adanya kehendak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Adanya tujuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Adanya kerjasama untuk mencapai tujuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam arti sempit misalnya perkumpulan advokat seIndonesia (asosiasinya) tidak mendapat keuntungan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Unsur-unsur usaha yang dikatakan sebagai badan hukum :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
o Adanya harta kekayaan yang dipisahkan</div>
<div style="text-align: justify;">
o Mempunyai tujuan tertentu</div>
<div style="text-align: justify;">
o Mempunyai kepentingan sendiri</div>
<div style="text-align: justify;">
o Adanya organisasi yang teratur</div>
<div style="text-align: justify;">
o Proses pendiriannya mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman</div>
<div style="text-align: justify;">
Perusahaan Dagang ( PD )</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
o Aturan perusahaan dagang Keputusan dari Menperindag No. 23/MPR/KEP/1998 tentang Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
o Pasal 1 ayat (3) tentang lembaga-lembaga usaha perdagangan, lembaga perdagangan adalah suatu instansi atau badan yang dapat membentuk perseorangan atau badan usaha.</div>
<div style="text-align: justify;">
o Surat izin bisa didirikan asal mendapatkan izin dari pemerintahan setempat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Badan Usaha Milik Negara ( BUMN )</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
UU Nomor 19 Tahun 1969 tentang bentuk-bentuk BUMN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PERJAN (Perusahaan jawatan)</div>
<div style="text-align: justify;">
– Pabrik servis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Merupakan bagian dari departemen</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Mempunyai hubungan hukum publik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pimpinannya disebut Kepala.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Memperoleh fasilitas dari Negara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Status pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PERUM (Perusahaan umum)</div>
<div style="text-align: justify;">
– Makna usahanya disamping pabrik servis juga mendapatkan keuntungan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Suatu berbadan hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Bergerak dalam bidang yang penting.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Mempunyai nama dan kekayaan sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dapat dituntut dan menuntut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dipimpin oleh Direksi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Status kepegawaiannya dalam status kepegawaian Negara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PERSERO (Perusahaan perseorangan)</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas yang saham-sahamnya untuk sebagian atau seluruhnya (minimal 51 %) dimiliki oleh Negara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Mencari keuntungan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Statusnya badan hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Hubungan dalam usaha adalah berdasarkan hukum perdata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Modal dipisahkan dari kekayaan Negara</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dipimpin oleh seorang Direksi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Peran negara adalah tonggak saham.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pegawainya perusahaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Organnya terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Direksi dan Komisaris.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber Hukum Perusahaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber hukum perusahaan adalah setiap pihak yang menciptakan kaidah-kaidah mengenai hukum perusahaan, antara lain :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
o Badan Legislatif ( UU )</div>
<div style="text-align: justify;">
o Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian untuk membuat kontrak</div>
<div style="text-align: justify;">
o Hakim yang memutus perkara yang menciptakan yurisprudensi.</div>
<div style="text-align: justify;">
o Masyarakat sendiri yang biasa menciptakan kopensi (dalam bidang usaha)</div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 1319 KUH Perdata : yang menyatakan bahwa semua perjanjian baik bernama maupun tidak bernama tunduk pada ketentuan umum yang termuat dalam Bab ini. (Bab I)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bab I : Tentang perikatan pada umumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bab II : Tentang perikatan yang timbul dari perjanjian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal I KUHD : bahwa setiap undang-undang hukum perdata berlaku juga Bab perjanjian yang diatur dalam setiap undang-undang ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Peraturan perundang-undangan lainnya yang dibentuk oleh pemerintah :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– UU BUMN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– UU Kekayaan Intelektual</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pengangkutan di darat, air dan udara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Ketentuan mengenai perasuransian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Perkoperasian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pasar modal</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Perseroan Terbatas, dsb.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kontrak Perusahaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Kontrak perusahaan merupakan sumber pertama kewajiban serta hak serta tanggung jawab para pihak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Asas kebiasaan berkontrak yaitu pasal 1338 ayat (1) Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Dalam kontrak perusahaan sering melibatkan pihak ketiga dalam hal penyerahan barang (perusahaan ekspedisi), pergudangan, asuransi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
4. Dalam Yurisprudensi kewajiban dan hak yang telah ditetapkan oleh hakim di pandang dengan dasar yang adil untuk menyelesaikan sengketa dan hak para pihak</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Misalnya yurisprudensi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Jual beli</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Putusan perkara merk Nomor /341/PK PDT/1986</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Srnopi dan Stok Nomor 1272/1984</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kebiasaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Merupakan sumber hukum yang dapat diikuti oleh para pengusaha.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kriteria kebiasaan yang di pakai sebagai sumber hukum bagi pengusaha :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Perbuatan yang bersifat keperdataan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Mengenai kewajiban dan hak yang seharusnya di penuhi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Tidak bertentangan dengan UU dan kepatutan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Diterima oleh para pihak secara sukarela karena dianggap hal yang lebih dan patut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Menuju akibat hukum yang dikehendaki oleh para pihak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjanjian Baku yaitu dimana salah satu pihak telah menuangkan perjanjian tersebut didalam format formulir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PP Nomor 27 Tahun 1978 pasal (3)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum atau badan hukum atau orang perorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akuisisi = Pengambilalihan (take over)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– UU Nomor 1 Tahun 1995 : PT</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– UU Nomor 7 Tahun 1992 : Perbankan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– PP Nomor 27 Tahun 1978 pasal (3)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (pasal 103-105)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wewenang untuk mengakuisisi adalah RRPS</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jeni-jenis Akuisisi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ditinjau dari segi kekuasaan perseroan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akuisisi Internal yaitu akuisisi terhadap perseoan dalam kelompok atau group sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
Akuisisi Eksternal yaitu akuisisi terhadap perseroan luar atau group sendiri atau terhadap perseroan dari kelompok lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ditinjau dari segi keberadaan perseoan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akuisisi pinansial yaitu akusisi terhadap beberapa perseroan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pinansial memperbaiki kondisi perseroan-perseroan terakuisisi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Akusisi strategis yaitu akuisisi engan tujuan untuk menciptakan sinergi berdasarkan pertimbangan angka panjang.</div>
<div style="text-align: justify;">
– Akuisisi Horizontal yaitu akuisisi perseroan yang memiliki produk dan jasa yang sejenis atau pesaing yang memiliki daerah kekuasaan yang sama dengan tujuan untuk memperluas pasar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Akuisisi Vertical yaitu akuisisi terhadap beberapa perseroan yang memiliki produk atau ketentuan sejenis dengan tujuan untuk mengurangi mata rantai dari hulu sampai ke hilir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Akuisisi Komkomerasi yaitu akuisisi bebrapa perseroan yang tidak mempunyai kaitan bisnis secara langsung dengan bisnis perseroan pengakuisisi dengan tujuan membentuk komlomerasi yag lebih besar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keuntungan Akuisisi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Kelangsungan hidup perseroan terjamin karena makin kuat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pengaruh persaingan dapat dikurangi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Kedudukan atau keuangan erseroan bertambah kuat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Arus barang ke pasaran terjamin.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Perseroan yang rugi menjadi stabiii kerugiannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Kualitas atau mutu barang dapat di tingkatkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kerugian Akuisisi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemegang saham royalitas makin terdesak oleh pemegang saham mayoritas</div>
<div style="text-align: justify;">
Secara diam-diam akuisisi cenderung menuju pada pusat penguasaan ekonomi pada pusat penguasan tertentu dalam bentuk monopoli.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pemasukan pendapatan Negara disektor pajak akan berkurang karena daftar laba rugi menunjukan angka rendah bagi bayar pajaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Perseroan mengakuisisi dapat menguasai pasar dengan bebas sehingga menjadi pemegang monopoli dan dalam hal ini sulit di awali karena belum ada undang undang anti monopoli.</div>
<div style="text-align: justify;">
Akuisisi Bank</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Diatur dalam PP Nomor 28 tahun 1999 dan Perbankan UU Nomor 10 tahun 1998</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam pasal 1 angka 4 : akuisisi pangambil alihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap bank.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Syarat Akuisisi Bank</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendapat izin dari Bank Indonesia (penting) karena Bank Indonesia sebagai pusat yang bertanggung jawab terhadap bank-bank yang ada di Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tujuan Akuisisi Bank</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dapat mendorong kinerja bank dan system kinerja nasional</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Tidak menimbulkan permusuhan kekuatan ekonomi pada suku cadang atau dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Tidak merugikan nasabah bank</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akuisisi</div>
<div style="text-align: justify;">
Akuisisi adalah tindakan pengambil alihan saham perusahaan secara sebagian atau secara keseluruhan guna menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi bisa dikatakan,akuisisi bisa merupakan suatu langkah spekulasi dari suatu perusahaan dalam menyelamatkan perusahaanya dari suatu kebangkrutan,mengapa akuisisi bisa dikatakan sebagai suatu langkah spekulasi,karena tak jarang suatu perusahaan yang bangkrut dan memilih akuisisi sebagai penyelamatan akhirnya peran serta perusahaan setelah akuisisi menjadi kian menipis karena kebijakan pengakuisisi menjadi kebijakan yang paling dominan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Merger</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akuisisi sebagai suatu pilihan dalam penyelamatan perusahaan tidak selalu merupakan hal yang absurd karena akusisi itu sendiri memiliki kekurangan tersendiri,katakanlah suatu perusahaan selamat dari kebangkrutan karena memilih akusisisi akan tetapi di sisi lain pesan serta perusahaan yang di akuisisi malah terpojok dengan kebijakan sang akuisitor.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada merger cenderung bagaimana manajemen kedua perusahaan dapat menstabilkan setiap kebijakan karena dalam hal ini terjadi suatu penggabungan dua persuahaan menajadi satu perusahaan karena berbagai factor salah satunya,salah satu perusahaan mengalami kemunduran usaha.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada dasarnya merger adalah suatu keputusan untuk mengkombinasikan atau menggabungkan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan baru. Dalam konteks bisnis, merger adalah suatu transaksi yang menggabungkan beberapa unit ekonomi menjadi satu unit ekonomi yang baru. Proses merger umumnya memakan waktu yang cukup lama, karena masing-masing pihak perlu melakukan negosiasi, baik terhadap aspek-aspek permodalan maupun aspek manajemen, sumber daya manusia serta aspek hukum dari perusahaan yang baru tersebut. Oleh karena itu, penggabungan usaha tersebut dilakukan secara drastis yang dikenal dengan akuisisi atau pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dilihat dari motifnya, perusahaan-perusahaan melakukan merger sebenarnya didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan dalam rangka memenangkan persaingan dalam bisnis yang semakin kompetitif. Cost saving dapat dicapai karena dua atau lebih perusahaan yang memiliki kekuatan berbeda melakukan penggabungan, sehingga mereka dapat meningkatkan nilai perusahaan secara bersama-sama.Merger juga dimaksudkan untuk menghindarkan perusahaan dari bangkrut, dimana kondisi salah satu atau kedua perusahaan yang ingin bergabung sedang dalam ancaman bangkrut. Penyebabnya bisa karena missmanagement atau karena faktor-faktor lain seperti kehilangan pasar, keusangan teknologi dan/atau kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Melalui merger, kedua perusahaan tersebut akan bersama menciptakan strategi baru untuk menghindari risiko bangkrut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Alasan dan Tujuan penggabungan dan peleburan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Memperbesar jumlah modal</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Menyamakan jalur distribusi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Memperbesar sinergi perusahaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Mengurangi persaingan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tujuan :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Kepentingan perseroan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Memperhatikan kepentingan kreditur</div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-79316446728857843042018-11-09T05:52:00.001-08:002018-11-09T05:52:18.420-08:00Apakah Yang Dimaksud Hukum Perpajakan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKuHoCfggjBQP9S-z7j1H4axUpEt6GiqYLE3iAjxQAzcyQ22PsdRmC-YRMQaLMphKBdU26OOMxndCk90G_p9_VGhrOXBvAa9Xp2ajm2ne-WqHSvoWC-PDmyBdIyDmQpbO0OLiKIdtAIxQC/s1600/hukum+perpajakan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="282" data-original-width="425" height="212" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKuHoCfggjBQP9S-z7j1H4axUpEt6GiqYLE3iAjxQAzcyQ22PsdRmC-YRMQaLMphKBdU26OOMxndCk90G_p9_VGhrOXBvAa9Xp2ajm2ne-WqHSvoWC-PDmyBdIyDmQpbO0OLiKIdtAIxQC/s320/hukum+perpajakan.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Dicat Hukum - Pajak merupakan lapangan hukum yang utama. Soal pajak adalah soal negara berarti bahwa menyangkut seluruh rakyat yang berada di wilayah Republik Indonesia. Hukum pajak belum lama menjelma menjadi suatu cabang ilmu pengetahuan tersendiri yang berarti bahwa hukum pajak itu menjadi sumber inspirasi baik yang bersifat ilmiah maupun yang bersifat popularitas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sehubungan dengan perubahan struktur masyarakat maka hukum perpajakan Indonesia mengalami perubahan-perubahan dan disesuaikan dengan jiwa baru atau jiwa reformasi dalam era globalisasi dunia, karena itu maka hukum perpajakan Indonesia bukan saja penting bagi pendidikan akan tetapi perlu mendapat perhatian khusus dari para pemimpin rakyat dan politisi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Arti hukum perpajakan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum pajak disebut juga hukum fiscal yang berarti adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara. Hukum perpajakan merupakan bagaian dari hukum public yang mengatur hubungan-hubungan antara negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban membayar pajak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tugas hukum perpajakan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum itu. yang penting disini adalah tidak boleh diabaikan latar belakang ekonomis dari keadaan-keadaan dalam masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Luasnya hukum perpajakan erat hubungannya dengan klehidupan masyarakat terutama dibidang kehidupan ekonomi dalam masyarakat, maka peraturan-peraturan perpajakan sering berubah-ubah atau mengharuskan perubahan-perubahan peraturan pajaknya. Artinya cara pengatran pajak harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sebagai reaksi dari perubahan dalam kehidupan ekonomi masyarakat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Devinisi hukum perpajakan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Prof . Dr. Adriani</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh wajib pajak sesuai peraturan-peraturannya dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk serta kegunaannya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengertian diatas tersebut adalah :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memasukkan pajak dianggapnya suatu keharusan dalam arti yang luas, disamping itu devinisi ini dititik beratkan pada fungsi budgetair sedangkan pajak masaih mempunyai fungsi lain yaitu fungsi mengatur.</div>
<div style="text-align: justify;">
Yang dimaksud dengan tidak mendapat pretasi kembali dari negara adalah prestasi khusus yang erat hubungannya dengan pembayaran itu sendiri, prestasi seperti hak untuk mempergunakan jalan-jalan umum, perlindungan dan penjagaan dari pihak kepolisian dan TNI.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sudah barang tentu diperoleh dari para pembayar pajak itu, akan tetapi diperolehnya itu tidak secara individual dan tidak ada hubungannya langsung dengan pembayaran itu sendiri, buktinya orang yang tidak membayarpun dapat mengenyam kenikmatannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Prof DR. Suparman Sumahamijaya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Didalam desertasinya “Pajak Berdasarkan Azas Gotong Royong” yang dibuat di UNPAD pada tahun 1964 menyebutkan pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menuntut biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dikesimpulkan yang dari pengertian diatas tersebut adalah :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang-undang serta peraturan pelaksanannya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dalam pembayaran pajak, tidak ada ketentuan untuk mendapatkan prestasi individu atau perorangan oleh pemerintah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintahan yang bila dari peasukannya masih terdapat surplus maka dipergunakan untuk membiayai kepentingan umum (public interest)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgetair yaitu mengatur bagaiman pajak itu dibayar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Prof.Dr.Rohmat Soemitro, S.H, didalam bukunya berjudul “Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan” isinya sebagai berikut :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdsarkan undang-undang (yang dipaksakan) dengan tidak mendapatkan kontra prestasi atau jasa timbal yang langsung,dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penjelasan tentang defenisi tersebut diatas adalah sbb:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dapat dipaksakan artinya bila hutang itu tidak dibayar maka dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan,melalui surat paksa dan surat sita serta dilakukan penyanderaan. Yang dimaksud dengan kontraprestasi berarti tidak mendapatkan prestasi dari pemerintah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pajak adalah pweralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya (kelebihannya) digunakan kepentingan public/persediaan untuk kepentingan public</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Prof. DR. Smeets</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum,yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontra prestasi individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hal ini smets mengakui bahawa defenisinya hanya menonjolkan fungsi budgeter saja,dan kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada defenisinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sistem perpajakan yang lama tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Indonesia, baik dari segi kegotongroyongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional, maka peran pajak sangat penting bagi subjek pajak karena penerimaan pajak dalam negeri sangat dibutuhkan guna mewujudkan kelangsungan dan peningkatan pembangunan nsaional. Oleh karena itu pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 tentang tata cara pemungutan pajak, dan juga Undnag-undang Nomor 17 tahun 2000 sebagai pengganti dari Undag-undang Nomor 10 tahun 1994 tentang PPh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karakteristik dan prinsip dari pemungutan pajak adalah sbb:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemungutan pajak merupakan perwujudan dan maupun peran serta warga negara dan angoota masyarakat (wajib pajak) untuk membiayai keperluan pemerintah dan pembangunan nasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
Anggoata masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan sepenuhnya untuk mebayar dan melapor sendiri pajak yang terhutang (self assesment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakn dengan lebih mudah,tertib dan terkendali.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan berada pada anggota masyarakat wajib pajak itu sendiri. Pemerintah dan pengawasan serta pemeriksaan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak,berdasarkan ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kesimpulan:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Disimpulan, bahwa dalam sistem pemungutan pajak ini, fiskus memberi kepercayaan yang lebih besar kepada anggota masyarakat wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain itu jaminan dan kepastian hukum mengenai hakdan kewajiban perpajakan bagi masyarakat wajib pajak lebih diperhatikan, sehingga dapat merangsang peningakatan kesadaran dan tanggung jawab perpajakan di masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian-pengertian:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wajib pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-unjdangan perpajakan di tentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Badan adalah perseroan terbatas,BUMN atau BUMD dalam bentuk apapun, persekutuan,perseroan atau perkukmpulan lainnya seperti: firma,kongsi,perkumpulan kopersasi,yayasan atau lembaga dan bentuk usaha yang lain yang tetap.</div>
<div style="text-align: justify;">
Surat paksa adalah surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan UU No.19 tahun 2000 tentang penagihan pajak negara dengan surat paksa</div>
<div style="text-align: justify;">
Masa pajak adalah jangka waktu tertentu yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terhutang. Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwimatau tahun kalender.</div>
<div style="text-align: justify;">
Wajib pajak dapat menggunakan tahun pajak yang tidak sama dengan tahun takwim selama 12 bulan hal ini harus dilaporkan kepada Dirjen pajak setempat. Ketentuan tersebut dapat dilaksanakan apabila telah disetujui oleh Dirjen pajak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tahun pajak sama dengan tahun takwim atau sama dengan tahun kalender dimulai 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2008, hal ini berarti pembukuan dimulai 1 anuari 2008 dan berakhir 31 Desemberd 2008 (disebut juga tahun pajak 2008).</div>
<div style="text-align: justify;">
Tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim</div>
<div style="text-align: justify;">
– 1 uli 2008 sampai dengan 30 Juni 2009</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pembukuan dimulai dari 1 Juli 2008 dan berakhir pada 30 Juni 2009 karena 6 bulan pertama jatuh pada tahun 2008 maka disebut tahun pajak 2008</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– 1 April 2008 sampai dengan 30 Maret 2008</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pembukuan dimulai 1 April 2008 dan berakhir pada 30 Maret 2009 disebut juga tahun pajak 2008 karena lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2009</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum pajak termasuk hukum public</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum pajak adalah sebagian dari hukum public dan meruakan bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungangan antara penguasa dan warganya, artinya ketentuan yang memuat cara-cara, mengatur pemerintah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yang termasuk kedalam hukum publik :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Hukum Tatat Negara</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Hukum Pidana</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Hukum Administratif</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum pajak merupakan anak bagian dari hukum administrative, meskipun ada yang menghendaki agar hukum pajak diberikan tempat tersendiri disamping hukum adminuistratif yang diartikan sebagai otonomi hukum pajak karena hukum pajak mempunyai tugas yang bersifat lain daripada hukum administrative yaitu hukum pajak dipergunakan juga sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, selain itu hukum pajak pada umumnya mempunyai tata tertib dan istilah tersendiri untuk lapangan pekerjaannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hunungan hukum pajak dengan hukum perdata</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum perdata adalah bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antar orang-orang pribadi, dimana hukum pajak banyak sekali sangkut pautnya, ini berarti bahwa kebanyakan hukum pajak mencari dasar pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam lingkup perdata seperti:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pendapatan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Kekayaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Perjanjian atau penyerahan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Pemindahan hak karena warisan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penerimaan Negara</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BEA dan CUKAI</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada hakekatnya bea dan cukai termasuk pajak tidak langsung dan merupakan pungutan pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BEA</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bea masuk yaitu dipungut atas barang yang dimasukan kedalam daerah pabean berdasarkan harga nilai barang tersebut atau berdasarkan tariff yang sudah ditentukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bea keluar yaitu dikenakan atas sejumlah barang yang dikeluarkan keluar daerah pabean berdasarkan tariff yang sudah sitentukan bagi masing-masing golongan barang, bea ini sekarang sudah tidak dilaksanakan lagi dan sekarang diganti dengan “pajak export tambahan”.</div>
<div style="text-align: justify;">
CUKAI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu pungutan yang dikenakan atasa barang-barang tertetu berdasarkan tariff yang sudah ditetapkan untuk masing-masing jenis barang tertentu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : rokok, minuman keras, dsb.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
RETRIBUSI</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah secara langsung dan nyata kepada pembayar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : retribusi parker, retribusi jalan tol, dsb.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
IURAN</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok atau golongan pembayar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh : iuran sampah, iuran keamanan, dsb.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Dalam prakteknya tidak ada perbedaan yang tajam antara pemberian jasa atau fasilitas kepada individu atau kelompok sehingga terdapat istilah retribusi dan iuran”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SUMBANGAN</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu pungutanyang tidak termasuk kedalam retribusi dan iuran dengan demikian pungutan yang dilakukan tidak jelas nampak ada diberikan suatu balas jasa atau fasilitas sebagai imbalannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Contoh ; sumbangan wajib.</div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-48257469230479046412018-11-09T05:46:00.001-08:002018-11-09T05:46:50.572-08:00Apakah Hukum Perikatan Itu ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdWD3ig0zkAFGDtOOMh728TslidSNutSb5SnqZucD393KRvk1JuKF6aZ85hYR_l_qV8K3evZS27hP5zRpk2VYKF_kCCmTr7L5kbYBw_8RPKqXRx7eTBOBhojfl0_GHTKGy599TEaGPTml-/s1600/contract-law.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="246" data-original-width="330" height="236" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdWD3ig0zkAFGDtOOMh728TslidSNutSb5SnqZucD393KRvk1JuKF6aZ85hYR_l_qV8K3evZS27hP5zRpk2VYKF_kCCmTr7L5kbYBw_8RPKqXRx7eTBOBhojfl0_GHTKGy599TEaGPTml-/s320/contract-law.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
ANEKA PERJANJIAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB I</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
JUAL BELI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Definisi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana ,pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat terjadinya perjanjian jual beli</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Unsur-unsur pokok dalam perjanian jual beli adalah barang dan harga, sesuai asas konsesualisme (kesepakatan) yang menjiwai hukum perjanjian maka perjanjian jual beli akan ada saat terjadinya atau tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Sifat konsesual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 BW yang berbunyi “jual beli sianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.Sebagaimana diketahui hukum perjanjian dari BW menganut asas konsesualisme, artinya ialah bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsesus sebagaimana dimaksud diatas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajiban Penjual</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagi pihak penjual terdapat dua kewajiban utama dalam perjanjian jual beli, diantaranya yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan. Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang (barang bergerak, barang tetap maupun barang tak bertubuh atau piutang atau penagihan atau claim) yang diperjual belikan itu dari si penjual kepada pembeli</div>
<div style="text-align: justify;">
Menanggung tenteram atas barang tersebut. Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram merupakan konsekuwensi dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual dan dilever itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak. Kewajiban tersebut menemukan realisasinya dalam kewajiban untuk memberikan penggantian kerugian jika sampai terjadi si pembeli karena suatu gugatan pihak ke tiga.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajiban Pembeli</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajiban pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana dietapkan menurut perjanjian. Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tetang tempat dan waktu pembayaran maka si pembeli harus memmbayar ditempat dan pada waktu dimana penyerahan barangnya harus dilakukan (pasal 1514)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Resiko dalam perjanjian jual beli</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah satu pihak. Dengan demikian maka persoalan tentang risiko itu merupakan buntut dari persoalan tentang keadan memaksa, suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga. Mengenai resiko dalam jual beli dalam BW disebutkan ada tiga peraturan yang terkait akan hal itu, yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mengenai barang tertentu (pasal 1460)</div>
<div style="text-align: justify;">
Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran (pasal 1461)</div>
<div style="text-align: justify;">
Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan (pasal 1462)</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun perlu diingat bahwa selama belum dilever mengenai barang dari macam apa saja, resikonya masih harus dipikul oleh penjual, yang masih merupakan pemilik sampai pada saat barang itu secara yuridis diserahkan kepada pembeli.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jual beli dengan hak membeli kembali</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual (recht van wederinkoop, right to repurchase) diterbitkan dari suatu perjanjian dimana si penjual diberikan hak untuk mengambil kembali barangnya yang telah dijual, dengan mengembalikan harga pembelian yang telah diterimanya disertai semua biaya yang telah dikeluarkan (oleh si pembeli) untuk menyelenggarakan pembelian serta penyerahannya, begitu pula biaya-biaya yang perlu untuk pembetulan-pembetulan dan pengeluaran-pengeluaran yang menyebabkan barang yang dijual bertambah harganya. (pasal 1519 dan 1532)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jual beli piutang dan lain-lain hak takbertubuh</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam pasal 1533 disebutkan bahwa penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya, seperti penangungan-penanggungan, hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik. Kemudian dalam pasal 1534 disebutkan “barangsiapa yang menjual suatu piutang atau suatu hak takbertubuh lainnya, harus menanggung bahwa hak itu benar ada pada waktu diserahkannya, biarpun penjualan dilakukan tanpa janji penanggungan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hak reklame (menuntut kembali)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hal jual beli diadakan tanpa suatu janji bahwa harga barang boleh diangsur atau dicicil dan pembeli tidak membayar harga itu, maka selama barangnya masih berada ditangannya si pembeli, penjual dapat menuntut kembali barangnya asal penuntutan kembali itu dalam jangka waktu 30 hari. Dasar hukum pengaturan menganai hak reklame adalah terdapat dalam pasal 1145 BW. Selain itu juga dapat dijumpai dalam pasal 230 KUHD, akan tetapi dalam KUHD tersebut hanya berlaku dalam halnya si pembeli telah dinyatakan pailit. Syarat-syarat untuk melancarkan reklame dalam KUHD adalah lebih longgar dibandingkan dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam pasal 1145 BW, yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jual beli tidak usah jual beli tunai (kontan), jadi jual beli kreditpun boleh.</div>
<div style="text-align: justify;">
Penuntutan kembali dapat dilakukan dalam jangka waktu 60 hari, jadi lebih lama dari jangka waktu yang diperkenankan oleh pasal 1145 BW</div>
<div style="text-align: justify;">
Tuntutan reklame masih boleh dilancarkan meskipun barangnya sudah berada ditangan orang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jual beli “barang orang lain”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 1471 BW menggariskan “jual beli barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar untuk penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak telah mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB II</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
TUKAR MENUKAR</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tukar-menukar adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang lain. Perjanjian ini juga dikenal dengan nama “barter”. Segala apa yang dapat dijual, dapat juga menjadi objek perjanjian tukar-menukar. Segala peraturan-peraturan tentang perjanjian jual-beli juga berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar (pasal 1546)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Resiko dalam perjanjian tukar-menukar diatur dalam pasal 1545 yang berbunyi : “jika suatu barangtertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah diluar kesalahan pemiliknya, maka persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB III</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SEWA MENYEWA</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Devinisi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu hargayangoleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya (pasal 1548 B.W) Sewa menyewa adalah suatu perjanjian konsensual.artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsure-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar “harga sewa”. Pasal 1579 berbunyi: “pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dngan menyatakan hendak memaai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebelumnya”. Tentang harga sewa: kalau dalam jual beli harga harus berupa uang, karena kalau berupa barang perjanjianyabukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-menukar, tetapi dalam sewa-menyewa tiadaklah menjadi keberatan bahwa harga sewa itu berupa barang atau jasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajiban-kewajiban pihak yang menyewakan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Piahak yang menyewakan mempunyai kewajiban:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menyerahkan barang yangdisewakan kepada si penyewa</div>
<div style="text-align: justify;">
Memelihara barang yangdisewakan sedemikian hingga itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Memberikan keapada si penyewa kenkmatan tenteram dari barang yang diseakan selama berlangsungnya persewaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajiban-kewajiban penyewa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagi si penyewa ada dua kewajiban utama yaitu:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memakai barang yang disewa sebagai seorang “bapk rumah yang baik”, sesuai dengan tujuan yang diberikan kepada barang itu menurut perjanjian sewanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan menurut pejanjian.</div>
<div style="text-align: justify;">
Resiko dalam sewa pemnyewa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut pasal 1553, dalam sea-menyewa itu mengenai barang yangdipersewakan dipikul oleh si pemilik barang, yaitu pihak yang menyewakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gangguan dari piphak ketiga</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila selama wakttu sewa, si penyewa dalam pemakaian barang yang disewakan diganggu oleh seorang pihak ketiga berdasar atas suatu hak yang dikemukakan oleh orang pihak ketiga aka dapatlah si penyewa menuntut dari pihak yang menyewakan supaya uang sewa dikurangi secara sepadan dengan sifat gangguan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mengulang sewakan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Si penyewa jika kapadanya tidak telah diperijinkan oleh pemilik barang, tidak diperbolehkan mengulang sewakan barang yang disewanya maupun melepas sewanya kepada orang lain. Kecuali kalau hal-hal itu diperjanjikan tetapi kalau menyewakan sebagian dari sebuah rumah tempat tinggal yang disewa adalah diperbolehkan kecuali kalau hal itu telah dilarang dalam perjanjian sewanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sewa tertulis dan sewa lisan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun sewa menyewa adalah suatu perjanjian konsensual, namun oleh undang-undang diadakan perbedaan dalam akibat-akibatnya antara sewa tertulis dan sewa lisan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika sewa menyewa itu diadakan secara tertulis maka sewa menyewa berakhir demi hukum (otomatis) apabila waktu yang ditentukan sudah habis tanpa diperlukannya sesatu pemberitahuan pemberhantian untuk itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Senaliknya jika sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis maka sewa itu tidak berahir pada waktu yang ditentukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perihal sewa menyewa secara tertulis diatur dalam pasal 1570 sedangkan perihal sewa menyewa yang tidak tertulis (lisan) diatur dalam pasal 1571.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jual beli tidak memutuskan sewa menyewa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan, kecuali apabila ia telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barangnya (pasal 1576)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pandbeslag</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Merupakan hak utama yang diberikan oleh undang-undang atas barang-barang perabot rumah yang diakai untuk menghiasi rumah tersebut guna menjamin pembayaran tunggakkan uang sewa. Artinya dalam suatu eksekusi (lelang sita) atas barang-barang perabot rumah yang dipakai untuk menghiasi rumah tersebut, sipemilik rumah harus paling dahulu diberikan sejumlah yang cukup dari pendapatan lelangan untuk melunasi tunggakan uang sewa yang menjadi haknya, sebelum kreditu-kreditur lainnya menerima bagian mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
10. Sewa menyewa perumahan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Masalaha perumahan merupakan suatu masalah social yang sangat penting. Pasca Perang Dunia II banyak rumah-rumah gedung yang dikuasai oleh pemerintah untuk diatur penggunaan atau penghuninya. Pada masa sekarang pengaturan mengenai hal itu oleh pemerintah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang urusan perumahan. Pelaksanaan mengenai urusan perumahan diserahkan kepada Kantor Urusan Perumahan, oleh karenanya untuk menmpati rumah tersebut harus ad surat iji penghuni (SIP) yang diberikan oleh Kantor Urusan Perumahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB IV</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SEWA BELI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sewa beli sebenarnya adalah suat macam jual beli, setidak-tidaknya ia lebih mendekati jual beli daripada sewa menyewa, meskipun ia merupakan suatu campuran dari keduanya dan diberikan judul “sewa menyewa”. Hakekat dari sewa beli adalah suatu macam perjanjian jual beli dimana selama harga belum dibayar lunas maka si pembeli menjadi penyewa dahulu dari barang yang ingin dibelinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB V</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PERJANJIAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Undang-undnag membagi perjanjianuntuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Maksud dalam perjanjian ini yaitu suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukannya pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak lawannya itu. Termasuk dalam golongan ini lajimnya yaitu hubungan antara seorang pasien dengan dokter, hubungan antara seorang pengacara dengan kliennya yang minta diurusinya suatu perkra, hubungan antara seorang notaries dengan seorang yang dating kepadanya untuk dibuatkan suatu akte dan lain sebagainya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjanjian kerja atau perburuhan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
yaitu perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Adanya suatu uah atau gaji tertentu yang diperjanjikan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Adanya suatu “hubungan diperatas” atau “dienstverhouding” yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mengenai hal ini iatur dalam pasal 1601 – 1603 BW. Sedangkan untuk perjanjian kerja laut diatur dalam Bab IV dari Buku II KUHD.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjanjian pemborongan kerja</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang memborong pekerjaan) dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan .</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB VI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PENGANGKUTAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu ke lain tempat, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjanjian pengangkutan ini diatur dalam Buku III KUHPdt pasal 1235- 1243.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Disamping perjanjian, undang-undang dan kebiasaan merupakan sumber hukum pengangkutan, karena merupakan sebuah sumber hukum didalam perjanjian pengangkutan selain apa yang tertulis dalam suatu undang-undang adalah perjanjian antara pihak pengirim dan pihak pengangkut juga kebiasaan yang berderajat undang-undang merupakan termasuk sumber hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjanjian pengangkutan selalu diikuti dengan dokumen pengangkutan, karena dokumen pengangkutan atau surat muatan merupakan atau dapat dijadikan bukti tertulis antara pengirim dan pengangkut apabila suatu saat terjadi perkara atau peristiwa hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB VII</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PERSEKUTUAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Definisi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yang dimaksud dengan persekutuan adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing memmasukkan sesuatu dalam suatu kekayaan bersama (Pasal 1618 BW).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hubungan antara para sekutu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Undang-undang menetapkan bahwa sekutu yang hanya memasukkan tenaganya saja, mendapat bagian yang sama dari keutungan bersama seperti sekutu yang memasukkan “modal yang paling sedikit (pasal 1633 ayat 2). Hubungan antar para sekutu, dalam hal adanya pertetangan antara kepentingan sekutu dan kepentingan persekutuan, selalu memberikan prioritas kepada kepentingan persekutuan. Apabila persekutuan, sebagai akibat kesalahan seorang sekutu didalam mengerjakan sesuatu urusan, menderita kerugian maka sekutu tersebut harus mengganti kerugian itu tanpa dibolehkan mengkonpensasikan keuntungan-keuntungan yang diperolehnya bagi persekutuan dalam lain urusan (pasal 1630)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hubungan para sekutu dengan pihak ketiga</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tanggung jawab para sekutu terhadap pihak keiga ditegaskandalam pasal 1643 dimana para sekutu dapat dituntut oleh siberpiutang dengan siapa mereka telah bertindak, masing-masing untuk suatu jumlah dan bagian yang sama, meskipun bagian sekutu yang satu dalam persekutuan adalah kuarang daripada bagiansekutu yang lainya kecuali apabila sewaktu hutang tersebut dibuatnya dengan tegas ditetapkan kewajiban para sekutu itu untuk membayar hutang tersebut menurut imbangan besarnya bagian masing-masing dalam persekutuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Macam-macam cara berakhirnya persekutuan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut pasal 1646 B.W persekutuan berakhir</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dengan lewatnya waktu untuk mana persekutuan telah diadakan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Jika salah seorang sekutu meninggal atau ditaruh dibawah pengampunan atau dinyatakan pailit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB VIII</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PERKUMPULAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu beberapa orang yang hendak mencapai suatu tujuan dala bidang non-ekonomis (tidak untuk mencari keuntungan) bersepakat mengadakan suatu kerjasama yang bentuk dan caranya diletakan dalam apa yang dinamakan anggaran dasar atau reklemen atau statuten.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengakuan sebagai badan hukum dari menteri kehakiman menurut peraturan sebagaimana termaktuk dalam lembaran Negara tahun 1870 no. 64</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB IX</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PENGHIBAHAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Devinisi dan Ketentuan-ketentuan umum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut pasal 1666 B.W penghibahan adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan dengan tridak dapat di tarik kembali, menyerahkan sesuatu barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Penghibahan hanyalah dapat mengenai barang –barang yang sudah ada, jiak ia meliputi barang –barang yang baru akan ada di kemudian hari maka sekadar mengenai itu hibahnya adalah batal (pasal 1667)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kecakapan untuk member dan menerima hibah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk menghibahkan, seorang, selainnya bahwa ia harus sehat pikirannya, harus sudah dewasa. Untuk menerima suatu hibah, dibolehkan orang itu belum dewasa tetapi ia harus diwakili oleh orang tua atau wali.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Cara menghibahkan sesuatu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 1682 menetapkan tiada suatu hibah kecuali yang disebutkan dalam pasal 1687, dapat, atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta notaries, yang aslinya disimpan oleh notaries itu. Dari pasal 1682 dan 1687 tersebut dapat kita lihat bahwa untuk penghibahan benda tak bergerak ditetapkan suatu formalitas dalam bentuk akte notaries tetapi untuk penghibahan barang bergerak yang bertuguh atau surat penagihan hutang atas tunjuk tidak diperlukan sesuatu formalitas dan dapat dilakukan secara sah dengan penyerahan barangnya begitu saja kepada sipenerima hibah atau kepada seoarang pihak ketiga yang menerima pemberian hibah atas namanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penarikan kembali dan penghapusan hibah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun suatu penghibahan tidak dapat ditarik kembali secara sepihak tanpa persetujuan pihak lawan namun ditentukan oleh pasal 1688 bagi si penghibah untuk dalam hal-hal tertentu menarik kembali atau menghapuskan hibah yang elah diberikan pada seseoarang. Penarikan kembali atau penghapusan penghibahan dialkukan dengan menyatakan kehendaknya kepada si penerima hibah disetai penuntutan kembali barang-barang yang telah di hibahkan dan apabila itu tidak dipenuhi sefcara sukarela maka penuntutan kembali barang-barang itu di ajukan kepada pengadilan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB X</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PENITIPAN BARANG</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penitipan pada umumnya dan berbagai macamnya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang darinorang lain, dengan syaratbahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Mengenai hal ini diatur dalam pasal 1694 B.W. menurut undang-undang ada dua macam penitipan barang yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penitipan barang yang sejati</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Penitipan barang yangsejati dianggap dibuat dengan Cuma-Cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia hanyandapat mengenai barang barang yang bergerak (psal 1696). Sipenerima titipan barang tiadak diperbolehkan memakai barnang yang dititipkan untuk keperluan sendiri tanpa izinnya orang yang menitipkan barang , yang dinyatakan dengan tegs atau dipersangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada alas an untuk itu (pasal 1712)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekestrasi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, di tangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah hakim atau pengadilan. Mengenai hal ini diatur dalam pasal 1730 – 1734</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB XI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PINJAM PAKAI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Defenisi dan Ketentuan-ketentuan umum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yagn lainnya untukdipakai dengan cuma-Cuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya (pasal 1740). Dalam pinjam pakai, pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik dari barang yang dipinjamkan (pasal 1741). Segala apa yang dapat dipakai orang dan tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi bahan perjanjian pinjam-pakai (pasal 1742).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajiban peminjam</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Peminjam diwajibkan menyimpan dan memelihara barang pinjaman itu sebagai seorang bapak rumah yang baik dan tidak boleh memakainya guna suatu keperluan yang lain. Jika ia memakai barangnya pinjaman guna suatu keperluan lain atau lebih lama dari yang diperbolehkan, maka selain dari pada itu ia adalah bertanggung jawab atas musnahnya barangnyasekalipun musnahnya barang itu disebabkan karena suatu kejadian yang sama sekali tidak di sengaja (pasal 1744). Jiak barangnya pada waktu dipinjamkan, telah ditaksir harganya, maka musnahnya barang itu, biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang tidak disengaja, adalah atas tanggungan si peminjam, kecuali apabila telah diperjanjikan sebalknya(pasal 1746)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajiban orang yang meminjamkan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya setelah lewatnya waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan yang demikian, setelah barangnya dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (pasal 1750).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB XII</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PINJAM MEMINJAM</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Defenisi dan Ketentuan-ketentuan umum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barangbarang yangmenghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula (pasal 1754). Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam, pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik dari barang yang dipinjam, dan jika barang itu musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya (pasal 1755)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajban orang yang meminjamkan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang telah di tentukan dalam perjanjian (pasal 1759)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajiban peminjam</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Orang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan (pasal 1763). Jka sipeminjam tidak mampu mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumalah dan keadaanyang sama maka ia diwajibkan membayar harganya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat dimana barangnya, menurut perjanjian, harus dikembalikan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meminjamkan dengan bunga</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam pasal 1765 menyatakan bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB XIII</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Devinisi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Termasuk didalam perjanjian untung-untungan yaitu : perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Mengenai perjanjian pertanggungan diatur dalam pasal 1774.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bunga cagak-hidup</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bunga cagak hidup dapat dilahirkan dengan suatu prjanjian atas beban, atau dengan suatu akte hibah. Ada juga bunga cagak hidup itu diperoleh dengan wasiat. Suatu perjanjian atas beban adalah perjanjian timbale balik dimana prestasi dari pihak yang satu adalah imbalan dari prestasi pihak yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjudian dan pertaruhan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Baik dalam perjudian dan pertaruhan hasil tentang untungatau rugi digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu. Perbedaannya adalah bahwa dalam prjudian tiap-tiap pihak mengambil bagian atau ikut serta dalam permainan yang hasilnya akan menetukan untung atau rugi tersebut sedangkan dalam pertaruhan mereka berada di luar permainan tersebut, malahan adakalanya tidak ada sesuatu yang dinamakan permainan tetapi hanya ada suatu kejadian saja. Selanjutnya dalam prjudian hasil dari prmainan tersebut selalu hamper seluruhnya tergantung pada nasib dan tidak pada kepandaian sedangkan dala pertaruhan tidak usah demikian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB XIV</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PEMBERIAN KUASA</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Definisi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan atau wewenang kepada seseorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan (pasal 1792).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajiban si kuasa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Si kuasa diwajibkan selama ia belum dibebaskan, melaksanakan kuasanya, dan ia menanggung segala biaya, kerugian, dan bunga yang sekiranya dapat timbul karena tidak dilaksanakannya kuasa tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Si kuasa bertanggungjawab untuk orang yang telah ditunujuk olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Jika tidak telah diberikan kekuasaan untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Jika kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa tanpa penyebutan seorang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya itu ternyata seorang yang tak cakap atau tak mampu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajiban si pemberi kuasa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Si pemberi kuasa diwajibkan memenuhi perikatan-perikatan yang diperbuat oleh si kuasa menurut kekuasaan yang ia telah berikan kepadanya. Ia tidak terikat pada apa yang telah diperbuat selebihnya dari pada itu, selainnya sekadar ia telah menyetujuinya secara tegas atau secara diam-diam (pasal 1807).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berakhirnya pemberian kuasa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 1813 memberikan bermacam-macam cara berakhirnya pemberian kuasa, yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dengan ditariknya kembali kuasanya si jurukuasa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh sijurukuasa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dengan meninggalnya, pengampunannya atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si penerima kuasa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– Dengan perkawinan si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB XV</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PENANGGUGAN UTANG</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Devinisi dan sifat-sifat penanggungan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berpiutang, manakala orang ini sendiri tidka memenuhinya (pasal 1820). Tiada penanggungan , jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Namun dapatlah seorang mengajukan diri sebagai penanggung untuk suatu perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya pribadi di berutang, misalnya dalam hal kebelumdewasaan (pasal 1821). Menurut pasal 1827 mengatakan bahwa si berutang diawajibkan memberikan seorang penanggung, harus mengajukan seorang yang mempunyai kecakapan menurut hukum untuk mengikatkan dirinya, cukup mampu untuk memenuhi perikatannya dan berdiam di wilayah Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akibat-akibat penanggungan antara kreditur dan penanggung</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selainnya jika siberutang lalai, sedangkan harta benda si berutang ini harus lebih dahulu di sita dan di jual untuk melunasi utangnya (pasal 1831). Sipenangguna tidak dapat menuntut supaya harat-benda si berutang terlebih dahulu di sita dan di lelang untuk melunasi utangnya, dalam hal:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk enuntut dilakukannya lelang-sita lebih dahlu atas hartabenda si berutang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berutang utama secara tanggung menanggung.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika si berutang dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secarapribadi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika si berutang berada dalam keadaan pailit.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam halnya penanggungan yang di printahkan oleh hakim.</div>
<div style="text-align: justify;">
Akibat-akibat penanggung antara si berutang dan si penanggung dan antara si penanggung sendiri</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Si penanggung da juga mempunyai hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu (pasal 1839). Sipenanggung dpat menuntut si berutang untuk diberikan ganti rugi atau untuk dibebaskan dari perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila ia di gugat di muka hakim untuk membayar</div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila si berutang telah berjanji membebaskannya dari penanggungannya di dalam suatu waktu tertentu</div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila utangnya telah dapat di tagih karena lewatnya jangka waktu yang telah di tetapkan untuk pembayarannya</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah lewatnya waktu sepuluh tahun jika perikatannya pokok tidak mengandung jangka waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali apabila perikatannya pokok sedemikian sifatnya, hingga ia tidak dapat diakhiri sebelum lewatnya jangka waktu tertentu, sepertinya suatu perwalian (pasal 1843)</div>
<div style="text-align: justify;">
Hapusnya penanggungan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab-sebab yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan-perikatan yang lainnya (pasal 1845). Adapun cara-cara berakhirnya perikatan-perikatan itu diatur dalam bab IV dari buku III B.W. (pasal 1381 dan selanjutnya). Si penanggung dibebaskan apabilla ia, karena kesalahan si berpiutang, tidak lagi dapat menggantikan hak-haknya, hiotik-hipotik dan hak-hak istimewanya si berpiutang (pasal 1848).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB XVI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PERDAMAIAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perdamaian adalah suatu perjanjian denganmana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis (pasal 1851). Untuk mengadakan suatu perdamaian diperluikan bahwa seorang mempunyai kekuasaan untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang termaksud dalam perdamaian itu. Tentang kepentingan-kepentingan keperdataan yang terbit dari suatu kejahatan atau pelanggaran, dapat diadakan perdamaian. Perdamaian initidak sekali-kali menghalangi pihak kejaksaan untuk menuntut perkaranya (pasal 1853).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAB XVII</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
ARBITRASE</div>
<div style="text-align: justify;">
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrrase yang tercantum dalam perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.</div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-24383174538075859752018-11-08T22:45:00.002-08:002018-11-08T22:45:53.743-08:00Apakah Hukum Perizinan Itu ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrgf_WjC7rn83IKoEwnhn5d72H7gFL2JZ9eva_viJ9fcZpge2pYYfybN0qGAjlGiE4AqmTi-7Ib1pwXnToY0Rk3MXGAz6wsd36ahAQzkQxfFJDVI0roJ0Rl_-gXPY0Ta_GZBSDneAkHtOx/s1600/hukum+perizinan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="363" data-original-width="416" height="278" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrgf_WjC7rn83IKoEwnhn5d72H7gFL2JZ9eva_viJ9fcZpge2pYYfybN0qGAjlGiE4AqmTi-7Ib1pwXnToY0Rk3MXGAz6wsd36ahAQzkQxfFJDVI0roJ0Rl_-gXPY0Ta_GZBSDneAkHtOx/s320/hukum+perizinan.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Fungsi dan Arti Perizinan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pembukaan UUD 1945 menetapkan dengan tegas tujan kehidupan bernegara yang berdasarkan hukum, hal ini berarti bahwa hukum merupakan supermasi atau tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Upaya merealisasi Negara berdasarkan hukum dan mewujudkan kehidupan bernegara maka hukum menjadi pengarah, perekayasa, dan perancang bagaimana bentuk masyarakat hukum untuk mencapai keadilan. Berkaitan dengan hal tersebut perlu adanya pembentukan peraturan dimana harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian izin menurut devinisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan, memperbolehkan, tidak melarang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Secara garis besar hukum perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan masyarakat dengan Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum perizinan berkaitan dengan Hukum Publik</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Prinsip izin terkait dalam hukum publik oleh karena berkaitan dengan perundang-undangan pengecualiannya apabila ada aspek perdata yang berupa persetujuan seperti halnya dalam pemberian izin khusus. Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan perundang-undangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian izin menurut devinisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan, memperbolehkan, tidak melarang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Secara garis besar hukum perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan masyarakat dengan Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Izin menurut Prof. Bagirmanan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu merupakan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Izin khusus</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu persetujuan dimana disini terlihat adanya kombinasi antara hukum publik dengan hukum prifat, dengan kata lain izin khusus adalah penyimpamgan dari sesuatu yang dilarang. Izin yang dimaksud yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Dispensi adalah merupakan penetapan yang bersifat deklaratoir, menyatakan bahwa suatu perundang-undangan tidak berlaku bagi kasus sebagaimana diajukan oleh seorang pemohon.</li>
<li>Linsesi adalah izin untuk melukakn suatu yang bersifat komersial serta mendatangkan laba dan keuntungan.</li>
<li>Konsesi adalah suatu penetapan administrasi negara yang secara yuridis dan kompleks, oleh karena merpuakan seperangkat dispensasi-dispensasi, jiin-ijin, serta lisensi-lisensi disertai dengan pemberian semcam wewenang pemerintah terbatas pada konsensionaris. Konsesi tidak mudah diberikan oleh karena banyak bahaya penyelundupan, kekayaan bumi dan kekayaan alam negara dan kadang-kadang merugikan masyarakat yang bersangkutan. Wewenang pemerintah diberikan kepada konsensionaris walupun terbatas dapat menimbulkan masalah pilitik dan social yang cukup rumit, oleh karena perusahaan pemegang konsesi tersebut dapat memindahkan kampong, dapat membuat jaringan jalan, listrik dan telepon, membentuk barisan keamanan, mendirikan rumah sakit dan segala sarana laiannya.</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
W.F Prins yang diterjemaahkan oleh Kosim Adi Saputra</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahwa istilah izin dapat diartikan tampaknya dalam arti memberikan dispensasi dari sebuah larangan dan pemakaiannya dalam arti itu pula.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Uthrecht</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bilamana pembuatan peraturan tidak umunya melarang suatu perbuatan tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit maka perbuatan administrasi Negara memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Prajyudi Atmosoedirdjo</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian dari pada syarat-syarat , criteria dan lainnya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dari larangan tersebut disertai denganpenetapan prosedur dan juklak (petunjuk pelaksanaan) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sjachran Basah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perbuatan hukum Negara yang bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana diteapakan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ateng Syafruddin</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Merupakan bagian dari hubungan hukum antara pemerintah administrasi dengan warga masyarakat dalam rangka menjaga keseimbangan kepentingan antara masyarakat dengan lingkungannya dan kepentingan individu serta upaya mewujudkan kepastian hukum bagi anggota masyarakat yang berkepentingan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perbedaan prinsip antara Hukum Publik dengan Hukum Privat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum Publik</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Bersifat umum</li>
<li>Bersifat ordonatif (sepihak)</li>
<li>Diatur oleh perundang-undangan</li>
<li>Sanksi sangat tegas</li>
<li>Mengatur masyarakat</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum Privat</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Bersifat individu</li>
<li>Bersifat koordinatif (dua pihak)</li>
<li>Berdasaran kesepakatan atau perjanjian</li>
<li>Sanksi kurang tegas</li>
<li>Mangatur individu dengan individu</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Fungsi lain dari izin</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemohon dan masyarakat</li>
<li>Sebagai tindakan preventif untuk menghadapi pihak-pihak yang mengganggu</li>
<li>Sebagai pengaman secara hukum</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Proses pengeluaran izin</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Proses sentralisasi (pengaitan terhadap hukum-hukum yang berlaku)</li>
<li>Proses disentralisasi</li>
<li>Pengertian tentang izin dan kaitannya dengan penetapan</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Alasan mengapa di negara berkembang segala sesuatu diperlukan izin dikarenakan di negara berkembang seperti Indonesia terdapat unsur pembinaan dan pemerintah melakukan pembinaan melalui pengawasan prepentif.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum Administrasi Negara (HAN)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
HAN Matriel</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Bersifat umum</li>
<li>Bersifat abstrak</li>
<li>Berkelanjutan</li>
<li>Dapat dijadikan landasan kerja bagi pejabat Administrasi Negara yang mengembangkan tugas servis publik khususnya di bidang perdagangan, dalam melaksanakan tugas itu maka pejabata Administrasi Negara dapat melakuakan suatu perbuatan penetapan atau beschikkinghandeling yang dapat menghasilkan penetapan atau beschiking yang merupakan kongkrisitas dari peraturan perundang-undangan dalam HAN Matriel</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
HAN Formal</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Bersifat pribadi</li>
<li>Bersifat konkrit</li>
<li>Final</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan teori HAN Formal di bagi menjdi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
HAN Formal Non Kontentiosa</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana suatu penetapan itu dibuat dan diterbitkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
HAN Formal Kontentiosa</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana menjelaskan sengketa TUN apabila merugikan individu atau badan hukum perdata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
HAPTUN merupakan hukum formal, karena merupakan salah satu unsure dari peradilan demikian juga dengan hukum matrielnya. Oleh karena itu peratun tanpa hukum matriel akan lumpuh sebab tidak tahu apa yang akan dijelmakan, dan sebaliknya peradilan tanpa hukum formal akan liar sebab tidak ada batas yang jelas dalam melakukan kewenangannya. Hukum formal tanpa hukum matriel akan menimbulkan kesewenang-wenangan dan sebaliknya hukum matriel tanpa hukum formal hanya merupakan angan-angan belaka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Membuat konkrit (HAN formal) dari yang abstrak (HAN matriel) diperlukan suatu normativasi (merupakan proses yang membuat norma-norma dalam berbagai jenis yang bentuknya telah ditetapkan dalam hierarkis ketentuan perundang-undangan), prose situ berarti membuat individual-konkrit dari umum-abstrak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian Beschikking (penetapan)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
W.F PRINS</div>
<div style="text-align: justify;">
Beschikking adalah suatu tindakan hukum sepihak dibidang pemerintahan, dilakukan oleh penguasa berdasarkan kewenangan khusus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
E. UTRECIIT</div>
<div style="text-align: justify;">
Beschikking adalah suatu perbuatan berdasarkan hukum publik yang bersegi satu, ialah dilakukan oleh alat-alat pemerinah berdsarkan sesuatu kekuasaan istimewa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
VAN DER POT</div>
<div style="text-align: justify;">
Beschikking adalah perbuatan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintahan itu dalam menyelenggarakan hal khusus, dengan maksud mengadakan perubahan dalam lapangan bidang hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
VAN POELJE</div>
<div style="text-align: justify;">
Beschikking adalah pernyataan tertulis kehendak suatu alat perlengkapan pemerintah dari penguasa pusat yang sifatnya sepihak yang ditujukan keluar, berdasarkan kewenangan atas dasar suatu peraturan HTN atau hukum Tata Pemerintahan dan yang tujuannya ialah perubahan atau suatu pembatalan suatu hubungan hukum yang ada atau penetapan sesuatu hubungan hukum yang baru ataupun yang memuat suatu penolakan pemerintah penguasa terhadap hal-hal tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
CORNELIS VAN VOLLENHOVEN</div>
<div style="text-align: justify;">
Beschikking adalah suatu penetapan atau keputusan yang bersifat legislatif yang mempunyai arti berlainan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber Undang-Undang</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
( UU No . 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara )</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.</div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-20807391767892755812018-11-08T22:30:00.003-08:002018-11-08T22:30:48.719-08:00Apakah Hukum Penitensier Itu ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEic49XxepVoARlcP3DGxml54-Twti5YbDdktJ7mPXBnz5Q-CxK8D8HppBV70jy_IaPtIBDLv2VUHNkMIcDgXsxgALVD1rgzABRbyMo2WWyr1LawnApu5Xg7Mm4I7yuurwQ_3Nli8h7lxCFR/s1600/dicat+hukum.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="250" data-original-width="525" height="152" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEic49XxepVoARlcP3DGxml54-Twti5YbDdktJ7mPXBnz5Q-CxK8D8HppBV70jy_IaPtIBDLv2VUHNkMIcDgXsxgALVD1rgzABRbyMo2WWyr1LawnApu5Xg7Mm4I7yuurwQ_3Nli8h7lxCFR/s320/dicat+hukum.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Dicat Hukum - Hukum Penitensier atau hukum pelaksanaan pidana adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan ang berisi tentang cara bagaimana melaksanakan putusan hakim terhadap seseorang yang memiliki status sebagai terhukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber hukum penitensier( pasal 10 KUHP ) yang berbunyi pidana terdiri atas :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Pidana pokok (pidana mati, penjara, kurungan, denda, tutupan)</li>
<li>Pidana tambahan (pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan hakim</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kriminalisasi adalah salah satu proses yang terjadi didalam masyarakat dimana suatu perbuatan yang asalnya bukan merupakan perbuatan pidana dikarenakan pengaruh kondisi social yang berkembang yang berkaitan dengan rasa keadilan dalam masyarakat maka perbuatan itu akhirnya dijadikan merupakan perbuatan pidana. Contoh lahirnya UU penyalahgunaan narkotika ( UU No. 9 / 1976), dimana berdasarkan UU ini penyalahgunaan narkotika merupakan perbuatan yang dapat dipidana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
De kriminalisasi adalah suatu perbuatan yang secara konkrit diancam pidana dalam hukum positif dikaernakan pengaruh perubahan perkembangan masyarakat berubah menjadi perbuatan yang tidak dapat dipidana. Contoh pasal 534 KUHP, dalam pasal ini disebutkan barang siapa yang memperagakan alat kontrasepsi pencegah kehamilan di muka umum diancam dengan hukuman penjara, dikarenakan khususnya di Indonesia dalam kerangka pelaksanaan program KB dimana alat kontrasepsi itu dianjurkan untuk digunakan oleh BKKBN, dengan kondisi demikian maka pasal 534 KUHP itu sampai saat ini tidak memilik daya paksa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Masalah pokok didalam Hukum Penitensier</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Pemidanaan ( fungsi Hakim Besar )</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Proses pemidanaan (tugas atau fungsi LP)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Terpidana ( siapa yang diproses )</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Alasan perubahan KUHP</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertimbangan politis</div>
<div style="text-align: justify;">
Bahwa RI sudah merdeka 60 tahun dan sudah sepantasnya dan sewajarnya memilik KUHP Nasional hasil karya bangsa sendiri karena KUHP yang ada sekarang ini adalah hasil karya pemerintahan kolonial Belanda dan dibuat diBelanda, bila bangsa Indonesia memiliki KUHP Nasional dapat menumbuhkan kebanggaan nasional yang dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia yang sejajar dengan bangsa lain di dunia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertimbangan sosiologis</div>
<div style="text-align: justify;">
Karena KUHP yang kita miliki sekarang dibuat oleh pemerintahan Belanda sudah barang tentu hanya menjamin kepentingan-kepentingan sosial masyarakat Belanda khususnya masyarakat Belanda yang ada di Indonesia, maka dari itu bila KUHP Nasional lahir, sudah barang tentu dirujuk dan mengacu pada nilai-nilai social dan kepentingan masyarakat Indonesia yang sangat prularistik (beragam).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertimbangan praktis</div>
<div style="text-align: justify;">
KUHP yang ada sekarang di Republik Indonesia adalah merupakan hasil terjemahan tidak resmi, keberadaanya itu hanyalah merupakan hasil terjemahan dari para ahli hukum kita yang kebetulan menguasai bahasa Belanda, dengan demikian dengan adanya hasil terjemahan beberapa para ahli menurut Prof. Muladi tidak mustahil adanya hasil terjemahan yang tidak konsisten satu sama lainnya sehingga dapat menimbulkan kerancuan bagi para penegak hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tujuan pemidanaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hokum demi pengayoman masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan berguna dalam masyarakayt.</div>
<div style="text-align: justify;">
Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana dengan memulihkan keseimbangan dan medatangkan rasa damai dalam masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Membebaskan rasa bersalah pada diri terpidana.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kewajiban Hakim sebelum menjatuhkan pidana</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Kesalahan sipelaku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
c. Cara melakukan tindak pidana</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
d. Sikap batin sipelaku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
e. Riwayat hidup dan keadaan sosial sipelaku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
f. Sikap sipelaku sesudah melakukan tindak pidana</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
g. Pengaruh pidana terhadap masa depan sipelaku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
i. Pengaruh tindak pidana terhadap korban & keluarga</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
j. Tindak pidana yang dilakukan terencana atau tidak</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hak Narapidana</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Hak mendapat pemeliharaan kesehatan</li>
<li>Hak mendapat kunjungan keluarga, saudara, atau kerabat</li>
<li>Hak mendapat kebebasan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya</li>
<li>Hak remisi</li>
<li>Hak asimilasi</li>
<li>Hak mendapat cuti</li>
<li>Hak pembebasan bersyarat</li>
<li>Hak cuti sebelum bebas</li>
</ol>
Kewajiban Narapidana<br /><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mantaati semua peraturan tata tertib yang diterapkan dilingkungan LP tersebut,meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Kewajiban bekerja</li>
<li>Kewajiban berperilaku baik</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Proses pelaksanaan pembinaan terhukum atau narapidana di Indonesia dihadapkan pada kendala yang pokok yaitu :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
SDM pembinaan belum memiliki profesionalisme</div>
<div style="text-align: justify;">
Dari segi struktur bangujnan LP seratus persen masih menggunakan struktur kepenjaraan, padahal pedoman-pedoman kepenjaraan sudah dihapus sejak program pemasyarakatan dicanangkan pada tahun 1970.</div>
<div style="text-align: justify;">
Objek hukum penitensier adalah putusan Hakim yang berkaitan dengan perkara pidana, putusan Hakim dalm kasus pidana, dalam kitab undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia,ada 3 (tiga) jenis yaitu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¤ Putusan bebas</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¤ Putusan ini dijatuhkan apabila apa yang dituduhkan atau didakwakan oleh jaksa penuntut umum sama sekali tidak terbukti dipersidangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¤ Dilepaskan semua dari tuntutan hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¤ Putusan ini dijatuhkan oleh Hakim apabila Hakim berkesimpulan bahwa yang dituduhkan oleh jaksa penuntut umum itu terbukti tetapi perbuatan itu bukan merupak perbuatan yang dapat dipidana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¤ Contohnya kasus utang piutang yang oleh jaksa penuntut umum di dakwakan sebagai perbuatan pidana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¤ Penghukuman</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
¤ Putusan ini dijatuhkan apabila apa yang dituduhkan oleh jaksa penuntut umum seluruhnya atau sebagian terbukti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa hukum penitensier ini hanyalah berkaitan dengan putusan hakim yang berisi “pemidanaan” atau “penghukuman” saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sering kali putusan hakim yang mengadili tindak pidana ringan putusannya itu adalah pidana bersyarat atau disebut juga pidana percobaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pidana bersyarat adalah suatu pidana dimana si terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut melainkan tetap berada ditengah-tengah masyarakat terkecuali bilamana si terpidana dalam waktu masa percobaan tersebut melakukan pelanggaran tindak pidana apapun maka hukuman penjara harus segera dilaksanakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ex : Terpidana dijatuhi hukuman pidana bersyarat 1 Tahun, “artinya” bahwa si terpidana tersebut tidak perlu menjalani pidananya didalam Lembaga Pemasyarakatan ( LP ) melainkan tetap berada didalam masyarakatnya , tetapi dalam kurun waktu 1 tahun itu si terpidana tidak boleh melakukan pelanggaran tindak pidana apapun dan apabila sebelum masa 1 tahun itu habis si terpidana melakukan pelanggaran tindak pidana lagi maka putusan I yang berisi hukuman 1 tahun penjara harus segera dilaksanakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Fungsi dari penegakan hukum adalah menempatkan hukum pada posisi yang tepat sebagai bagian usaha manusia untuk menjadikan dunia ini lebih nyaman untuk di tinggal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
( The function of law enforcement is to put in law prover prespective as a part man effort to make this world better place in which to life )</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hak perogatif Presiden berkaitan dengan masalah pemidanaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Pemberian Grasi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Masalah grasi telah diatur tersendiri oleh undang-undang</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
pengajuan grasi hanya dapat diajukan oleh terhukum atau ahli warisnya, putusan grasi yang dikeluarkan oleh presiden dapat berupa :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a. Penolakan atau ditolak grasinya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
b. Diterima grasinya dalam bentuk :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Pemidanaannya dirubah, contoh : Dari pidana mati dirubah menjadi pidana seumur hidup</li>
<li>Lama pemidanaannya, contoh : Dari pidana 20 tahun penjara dirubah menjadi pidana 10 tahun penjara</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Pemberian Amnesti</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Amnesti adalah putusan presiden yang berisi pembebasan terhadap semua terhukum khususnya terhadap terhukum yang berkaitan dengan kejahatan politik dan maker. Masalah amnesti ini diatur berdasrkan kepres yang bersifat situasional.Contoh : Presiden mengeluarkan Kepres No 22 Tahun 2005 tentang membebaskan semua terhukum GAM.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Pemberian abolisi</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Abolisi adalah putusan presiden yang berisi pembebasan penuntutan hukum terhadap kejahatan politik dan maker. Masalah abolisi ini diatur berdasarkan kepres yang bersifat situasionalContoh : Semua anggota GAM yang menyerah setelah 15 september 2005 dibebaskan dari penuntutan hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjanjian ekstradisi adalah suatu perjanjian antara 2 negara yang berisi pengembalian seorang tersangka atau terdakwa yang melarikan diri kenegara yang bersangkutan maka negara yang kedatangan pelarian tersebut wajib menangkap dan mengembalikan ke Negara asal sebaagaimana dalam perjanjian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Masalah pemidnaan anak diatur oleh UU No.3 Tahun 1997</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tentang anak ini bila melihat pasal 44 KUHP disebutkan apa yang disebut anak itu adalah manusia yang belum berumur 16 tahun, dan pasal ini dapat disimpulkan bahwa anak yang baru lahir pun mengandung arti dapat di pidana sekalipun hal yang demikian mustahil.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di dalam UU No.3 tahun 1997 telah digunakan model batasan usia tentang usia yang disebut seorang anak yaitu 10 tahun sampai 18 tahun. Lahirnya UU No. 3 tahun 1997 langsung mencbut pasal 44 tentang batasan usia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tentang hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap anak apabila seorang anak melakukan tindakan pidana tidak diancam pidana mati, maka :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Hakim harus menjatuhkan pidananya dikurung 1/3 apabila tindakan pidan tersebut dilakukan oleh orang dewasa.</li>
<li>Hakim dapat memutuskan apabila anak yang melakukan tindak pidana dikembalikan kepada orang tuanya.</li>
<li>Dipidana sebagai anak negara untuk di didik di Lembaga Pemasyarakatan anak.</li>
</ol>
Proses pemidanaan bagi seorang anak yang melakukan tindak pidan berdasarkan UU No.3 Tahun 1997 antara lain dikatakan sejak tingkat penyidikan sampai proses sidang di pengadilan harus bersifat tertutup untuk umum dan aparat penegak hukumnya tidak menggunakan pakaian uniform (seragam dinas).<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pelaksanaan pemidanaannya berdasarkan UU peradilan anak bahwa di LP anak, anak pidana ini harus mendapatkan pendidikan lanjutannya. Di dalam UU peradilan anak telah ditentukan bahwa anak hanya boleh dipidana maximal 10 tahun, dengan kata lain terhadap seorang anak tidak boleh dijatuhi hukuman seumur hidup dan pidana mati.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Masalah pidana mati diatur dalam UU No. 2 Tahun 1964.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketentuan-ketentuan pokok tentang pidana mati itu disebutkan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>pidana mati hanya dapat dilaksanakan setelah segala upaya hukum termasuk grasi telah ditolak oleh Presiden, dan kasasi ditolakn oleh MA</li>
<li>Apabila grasi telah ditolak oleh Presiden, penolakan itu ahrus disampaikan kepada pengadilan dimana keputusan pidana mati dijatuhkan.</li>
<li>Oleh pengadilan penolakan upaya hukum pidana mati disampaikan kepada Kejaksaan Tinggi sesuai dengan wilayah hukum pengadilan yang bersangkutan.</li>
<li>3 X 24 jam setelah Kejaksaan Tinggi menerima perihal penolakan dari pengadilan, Kejaksaan Tinggi memberitahukan kepada terpidana bahwa upaya hukum telah ditolak.</li>
<li>Kejaksaan Tinggi memohon kepada Kapolda untuk menyiapkan regu tembak eksekusi (12 orang) yang dipimpin oleh seorang perwira polisi.</li>
<li>Si terpidana mati berhak tuntunan rohaniawan sesuai dengan agama dan kepercayaanya.</li>
<li>Pidana mati tidak boleh dilaksanakan apabila si terpidan dalam keadaan sakit atau hamil.</li>
<li>Permohonan terakhir siterpidana mati harus dicatat oleh petugas LP</li>
<li>Pidana mati tidak boleh dilaksanakan dimuka umum dalam arti harus jauh dari keramaian dan tempatnya sesuai dengan wilayah hukum dimanapidana mati dijatuhkan</li>
<li>Yang menghadiri eksekusi pidana mati :Jaksa atau Hakim yang menjatuhkan pidan mati,Dokter yang ditunjuk oleh pihak kejaksaan, rohaniawan</li>
<li>Jenazah terpidana mati harus dikembalikan kepada pihak keluarganya dan jika pihak keluarga tidak mau menenrima jenazah tersebut segala urusn jenazah ditanggung negara</li>
</ol>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tentang pidana penjara</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li>Pidana penjara lamanya berdasarkan KUHP minimal 1 (satu) hari dan maximal 15 tahun atau diperberat menjadi 20 tauhn.</li>
<li>Pidana penjara pelaksaannya belum tentu sesuai sepenuhnya dengan putusan Hakim, karena setiap narapidana memiliki hak-hak remisi dan hak-hak asimilasi atau apabila narapidana mengajukan grasi dan diterima grasinya oleh presiden bias berubah baik jenis pidananya maupun lama pidananya.</li>
<li>Pidana penjara ini dalam masa reformasi sekarang masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan dalam system pemasyarakatan, sebagaimana yang diatur dalam UU No.12 Tahun 1995.</li>
</ol>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-70550401643411132092018-11-08T22:19:00.000-08:002018-11-08T22:19:09.369-08:00Apa Saja Prinsip Pokok - Pokok Hukum Internasional ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5EgbP-xvfhkq0_FDsrb1jYL2_BSAwfm7T0H36EA9XN9b8846O3wY-qv4E2R96Q9TdGqdka54IZpQoFp7a7Btrrzh_t29sWvkWit3rj3zlyF8rkWiwEOxCsFbtoasfIeS1COdqcDTmDMCQ/s1600/hukum_internasional_International_law.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="461" data-original-width="615" height="238" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5EgbP-xvfhkq0_FDsrb1jYL2_BSAwfm7T0H36EA9XN9b8846O3wY-qv4E2R96Q9TdGqdka54IZpQoFp7a7Btrrzh_t29sWvkWit3rj3zlyF8rkWiwEOxCsFbtoasfIeS1COdqcDTmDMCQ/s320/hukum_internasional_International_law.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
DicatHukum - Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional.Untuk memahami atau mengerti dengan sebaik-baiknya prinsip-prinsip pokok Hukum Internasional, maka pertama-tama harus diketahui apa yang menjadi definisi atau batasan dari Hukum Internasional itu sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Definisi atau batasannya bukan sesuatu yang bersifat statis, melainkan bersifat dinamis sebab batasan atau pengertiannya senantiasa harus disesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat internasional tempat di mana hukum internasional itu tumbuh, berkembang dan berlaku. J.G. Starke dalam bukunya Stark”s International Law mengemukakan definisi Hukum Internasional (International Law) sebagai berikut : </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari azas-azas dan peraturan-peraturan tingkah laku di mana negara-negara itu sendiri merasa terikat dan menghormatinya, dan dengan demikian mereka (negara-negara) itu juga harus menghormati atau mematuhinya dalam hubungannya satu sama lain, dan yang juga mencakup : </div>
<div style="text-align: justify;">
a) peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya, hubungan antara organisasi internasional dengan negara serta hubungan antara organisasi internasional dengan individu ; </div>
<div style="text-align: justify;">
b) peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non state entities) sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara itu bersangkut paut dengan persoalam masyarakat internasional. Definisi ini melampaui definisi tradisional tentang hukum internasional sebagai sebuah system yang semata-mata terdiri dari aturan-aturan yang mengatur hubungan antarnegara semata-mata. Batasan yang bersifat tradisional seperti itu yang hanya dibatasi pada tingkah laku negara-negara dalam hubungannya satu sama lain dapat ditemukan dalam kebanyakan karya tulisan hukum internasional lama yang digunakan sebagai standar, tetapi dilihat dari segi perkembangan hukum internasional selama lima puluh tahun terakhir, definisi tradisional tersebut tidak memberikan gambaran komprehensif mengenai semua aturan yang kini diakui menjadi bagian dari hukum internasional itu sendiri. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perkembangan Hukum Internasional yang terjadi selama beberapa dasawarsa terutama menyangkut : a) pembentukan sejumlah besar lembaga-lembaga atau organisasi internasional yang bersifat permanent seperti misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Badan-Badan Khusus PBB (Specialized Agencies) yang dianggap memiliki international legal personality dan dianggap dapat mengadakan hubungan satu sama lain maupun mengadakan hubungan dengan negara; </div>
<div style="text-align: justify;">
b) adanya gerakan yang disponsori atau diprakarsai oleh PBB dan Dewan Eropa (Council of Europe) guna melindungi hak-hak azasi manusia serta kebebasan fundamental dari individu, terbentuknya aturan-aturan atau kaidah-kaidah guna menghukum orang-orang yang melakukan kejahatan internasional seperti genosida (genocide) atau kejahatan pemusnahan ras (lihat Genocide Convention 1948 yang berlaku pada tahun 1951) serta dibebankannya kewajiban pada individu berdasarkan keputusan dari Tribunal Militer Internasional di Nuremberg atau disebut pula Peradilan Nuremberg tahun 1946 yang menetapkan kejahatan terhadap perdamaian dunia (crimes against peace), kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) serta konspirasi untuk melakukan kejahatan-kejahatan seperti itu sebagai kejahatan internasional ; </div>
<div style="text-align: justify;">
c) Pembentukan Mahkamah Kriminal Internasional (International Criminal Court atau disingkat ICC) yang bekedudukan di Den Haag berdasarkan Statuta Roma yang ditandatangani pada tahun 1993 dan kemudian telah berlaku sejak tahun 2002. Berdasarkan Statuta Roma, siapapun yang terlibat dalam kejahatan terhadap perdamaian dunia, kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, kejahatan genosida ataupun berbagai kejahatan kemanusiaan lainnya seperti kejahatan terorisme dapat diajukan ke depan ICC tanpa melihat apakan mereka adalah Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, pejabat tinggi negara ataupun pejabat militer, tetapi harus diingat bahwa yurisdiksi ICC ini baru bisa diakses setelah semua upaya hukum setempat tidak berhasil dalam mewujudkan keadilan terhadap keluarga korban. </div>
<div style="text-align: justify;">
d) Terbentuknya mahkamah kriminal internasional yang bersifat adhoc, seperti misalnya apa yang dinamakan The InternationalCriminal Tribunal for the Former Yugoslav (ICTY) dan The International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) yang bertujuan untuk mengadili individu-individu yang terlibat dalam berbagai kejahatan kemanusiaan tanpa menghiraukan apakah mereka kepala negara, kepala pemerintahan, pejabat tinggi negara atau pemerintahan baik dari kalangan sipil maupun militer. Namun pembentukannya tidak didasarkan pada Statuta Roma. melainkan pada Resolusi Dewan Keamanan PBB pada tahun 1993 dan 1994. </div>
<div style="text-align: justify;">
e) Pembentukan Uni Eropa (European Union) berdasarkan perjanjian internasional yang disebut Perjanjian Mastricht pada tahun 1990 an yang merupakan kesepakatan dari sebagian besar dari negara-negara di Benua Eropa untuk membentuk dan menerapkan Sistem Pasar Tunggal dan menggunakan Mata Uang Euro sebagai Mata Uang Tunggal; </div>
<div style="text-align: justify;">
e) Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara yang terbentuk melalui Deklarasi ASEAN tahun 1967 dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya dan bukan dalam bidang politik dan militer, yang dewasa ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga selain jumlah anggotanya telah bertambah dari 5 menjadi 10, juga negara-negara anggotanya dewasa ini telah berhasil dalam menyusun dan merumuskan apa yang disebut Piagam ASEAN. Piagam ini akan terdiri dari Pembukaan dan 12 pasal. Pasal 1 mengatur tentang Tujuan dan Prinsip-prinsip dari Organisasi ASEAN. Pasal 2 mengenai Status Hukum (LegalPersonality) dari Organisasi ASEAN. Pasal 3 mengenai Keanggotaan ( Membership). Pasal 4 mengenai Organ-Organ (Organs). Pasal 5 mengenai berbagai kekebalan dan hak-hak istimewa yang melekat pada Organisasi ASEAN (Immunities and Privileges). Pasal 6 mengenai Pengambilan Keputusan (Decision Making) oleh Organisasi ini. Pasal 7 mengenai Penyelesaian Sengketa (Dispute Settelement). Pasal 8 mengenai Anggaran dan Keuangan (Budget and Finance). Pasal 9 mengenai Administrasi dan Prosedur (Administration and Procedure). Pasal 10 mengenai Identitas dan Simbol (Identity and Symbol). Pasal 11 mengenai Hubungan Eksternal (External Relations). Pasal 12 mengenai Ketentuan Umum dan Ketentuan Penutup (General and Final Provisions). ASEAN mempunyai tekad kuat untuk memiliki sebuah landasan hukum yang kuat bagi organisasi 10 negara di wilayah Asia Tenggara. Betapapun alotnya pembahasan piagam tersebut, para Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan sudah menetapkan Piagam ASEAN itu sudah harus ditandatangani pada KTT ASEAN tahun 2007 di Singapura atau pada akhir tahun 2007 ini. Piagam ASEAN ini akan memberikan status hukum yang jelas bagi ASEAN sehingga dapat mentransformasikan ASEAN menjadi sebuah organisasi yang berlandaskan aturan. Piagam ASEAN juga akan memberikan kerangka hukum untuk mencapai atau mewujudkan KomunitasASEAN, sekaligus menegaskan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip ASEAN. Piagam ASEAN ini diharapkan pula dapat menjadi pedoman dalam menyelesaikan pesengketaan yang mungkin terjadi di antara para anggotanya di kemudian hari. Di samping itu yang terpenting adalah membuat Organisasi ASEAN memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menghadapi tantangan-tantangan tradisional maupun nontradisional. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Demikian antara lain lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional yang terbentuk memberikan kontribusi yang sangat besar dalam proses pembentukan dan pengembangan hukum internasional masa kini sebab semuanya ini memiliki kapasitas atau kemampuan untuk berinteraksi dan mengadakan hubungan baik dengan sesama organisasi atau lembaga internasional maupun dengan negara serta individu. Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional menyatakan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan azas-azas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara (hubungan internasional) antara negara dengan negara, antara negara dengan subyek hukum lain yang bukan negara, ataupun antara subyek hukum lain bukan negara satu sama lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Definisi Hukum Internasional sebagaimana dipaparkan di atas pada hakekatnya menunjukkan pengertian yang sama (walaupun dengan rumusan yang berbeda) karena definisi tersebut secara jelas memberikan gambaran mengenai subyek-subyek hukum internasional atau pelaku-pelaku atau aktor-aktor dalam masyarakat internasional. Subyek-subyek hukum ini tidak hanya terbatas pada negara saja kendatipun negara adalah merupakan subyek utama dalam hukum internasional, namun negara bukan satu-satunya sebagai subyek hukum internasional karena di samping negara, juga ternyata ada subyek-subyek hukum internasional lain seperti lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, subyek-subyek hukum yang bukan negara yang sangat bevariasi dan beranekaragam dan juga individu yang juga memiliki hak-hak serta kewajiban internasional yang didasarkan atas hukum internasional. Selain memberikan deskripsi mengenai subyek-subyek hukum internasional, juga definisi tersebut di atas mendeskripsikan bahwa subyek-subyek hukum itu dapat melakukan interaksi atau hubungan satu sama lain, baik hubungan antara negara dengan negara, negara dengan organisasi internasional, organisasi internasional yang satu dengan organisasi internasional lainnya, negara ataupun organisasi internasional dengan subyek hukum lain seperti pihak belligerensi, korporasi (nasional dan multinasional) maupun individu, semuanya ini dapat menjadi aktor-aktor penting dalam masyarakat dunia yang dapat memberikan kontribusi dalam pembentukan kaidah-kaidah hukum internasional. Melalui hubungan yang dilakukan oleh subyek-subyek hukum internasional baik hubungan antarsesama subyek hukum internasional maupun hubungan dengan yang bukan sesamanya, pada akhirnya akan melahirkan azas-azas serta kaidah-kaidah hukum interna sional.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Segala hal yang telah diuraikan di atas terkait dengan batasan hukum internasional khususnya batasan hukum internasional yang dikemukakan oleh J.G. Starke adalah sejalan dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Komar Kantaatmaja bahwa pendekatan hukum internasional modern melihat permasalahannya dari dua macam pendekatan, yakni dari pendekatan statik serta pendekatan dinamik. Pendekatan statik dalam hukum internasional melihat dari segi teoretik doktriner dan interpretasi yang diciptakan dari sejarah pembentukannya dan segala perangkat yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Pendekatan dinamik melihat dari bagaimana sebuah konsep berkembang dari bentuk asalnya menjadi bentuk masa kini yang sesuai dengan dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat internasional masa kini. Oleh karena itu perkembangan dinamik ini memberi ciri dan bentuk baru terhadap berbagai aspek kehidupan dari masyarakat internasional sekarang dalam perkembangannya menuju suatu perangkat kaidah hukum internasional masa mendatang (lihat Komar Kantaatmadja, “Evolusi Hukum Kebiasaan Internasional”, 1988, Hlm.1).</div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-82506846065318620822018-11-08T09:16:00.001-08:002018-11-08T09:16:26.249-08:00Apakah Hukum Humaniter ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIPWEuGhwq2wHPxeuf_a87WD_ik8nYtBMY5TzSW8uJhkiknjjjCaScOcc66fNH935UL8WKOsiejJPhpRf-WzvaRhVIH-psRO39Prug8SL0nImnEAhy1NT4qjbv0fTKkUqGWmIaOfDIe5dz/s1600/hukum+humaniter.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="709" data-original-width="1024" height="221" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIPWEuGhwq2wHPxeuf_a87WD_ik8nYtBMY5TzSW8uJhkiknjjjCaScOcc66fNH935UL8WKOsiejJPhpRf-WzvaRhVIH-psRO39Prug8SL0nImnEAhy1NT4qjbv0fTKkUqGWmIaOfDIe5dz/s320/hukum+humaniter.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum kemanusiaan internasional, hukum humaniter internasional (HHI), yang sering kali juga disebut sebagai hukum konflik bersenjata (bahasa Inggris: international humanitarian law), adalah batang tubuh hukum yang mencakup Konvensi Jenewa dan Konvensi Den Haag beserta perjanjian-perjanjian, yurisprudensi, dan hukum .</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
I. PENDAHULUAN</div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum Humaniter Internasional memiliki sejarah yang singkat namun penuh peristiwa. Untuk menghindari penderitaan akibat perang maka baru pada pertengahan abad ke-19 negara-negara melakukan kesepakatan tentang peraturan-peraturan internasional dalam suatu konvensi yang mereka setujui sendiri (Lembar Fakta HAM, 1998: 172).</div>
<div style="text-align: justify;">
Sejak saat itu, perubahan sifat pertikaian bersenjata dan daya merusak persenjataan modern menyadarkan perlunya banyak perbaiakan dan perluasan hukum humaniter melalui negosiasi–negosiasi panjang yang membutuhkan kesabaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
Perkembangan Hukum Humaniter Internasional yang berhubungan dengan perlindungan bagi korban perang dan hukum perang sangat dipengaruhi oleh perkembangan hukum perlindungan Hak Asasi Manusia setelah Perang Dunia Kedua. Penetapan instrumen internasional yang penting dalam bidang Hak Asasi Manusia seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (1950) dan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (1966) memberikan sumbangan untuk memperkuat pandfangan bahwa semua orang berhak menikmati Hak Asasi Manusia, baik dalam pada masa perang maupun damai.</div>
<div style="text-align: justify;">
Selama keadaan perang atau keadaan darurat berlangsung, pemenuhan hak asasi tertentu mungkin dibatasi berdasarkan kondisi-kondisi tertentu. Pasal 4 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik mengizinkan negara melakukan upaya-upaya yang bersifat sementara megabaikan beberapa kewajiban negara berdasarkan konvenan “ketika terjadi keadaan darurat yang mengancam keselamatan bangsa,” tapi hanya “sejauh yang sangat dibutuhkan oleh keadaan yang bersifat darurat( Komnas HAM, 1998, 72).</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam konteks lokal (Aceh), barangkali materi ini terasa semakin penting, sebab terdapat berbagai kasus yang bisa menjurus kepada konflik bersenjata, dan dengan latar belakang mana, menimbulkan pertanyaan : bagaimana penerapan Hukum Humaniter di dalam konflik-konflik di daerah ini? Bagaimana pula aspek Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam penerapan tersebut? dan perlukan Hukum Humaniter dan HAM disosialisasikan kepada berbagai kalangan seperti angkatan bersenjata, pejabat pemerintahan, para akademisi, praktisi dan bahkan kepada masyarakat umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kita coba dekati dulu pembahasan kita pada istilah, yaitu HAM dan Hukum Humaniter Internasional (HHI). Kedua istilah ini sering disinggung oleh media massa atau masyarakat, namun keduanya sering pula disalahgunakan, bahkan sering dianggap sebagai ciptaan baru dari kebijaksanaan internasional. Istilah HAM dan HHI sebenarnya berasal dari dua sistem hukum yang berbeda. Namun, keduanya sangat erat hubungannya, saling berkaitan, saling pengaruh mempengaruhi sehingga sering terjadi tumpang tindih. HHI dan HAM mempunyai tujuan yang sama yaitu perlindungan manusia( Arlina Permanasari, 1999:36), tetapi HHI dan HAM merupakan dua bagian dari hukum yang berbeda jika dilihat dari segi lingkup penerapannya dan sasarannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
HHI adalah hukum darurat yang hanya diterapkan apabila terjadi pertikaian bersenjata, baik internasional maupun dalam negeri. HHI terdiri dari peraturan dan ketentuan yang mengatur cara/pelaksanaan yang mencakup antara lain ketentuan yang mengatur cara dan alat berperang, baik secara aktif turut serta dalam permusuhan (kombatan) maupun mereka yang tidak turut aktif dalam permusuhan (penduduk sipil). Mungkin di sini dapat kita katakan Hukum Humaniter adalah “peraturan permainan” yang harus ditaati oleh para pemain, dalam hal ini para pihak dalam perang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu, HAM berlaku dalam situasi apapun baik pada waktu perang maupun di masa damai. Ketentuan-ketentuan HAM menjadi hak dan kebebasan baik sipil, politik, ekonomi sosial maupun budaya setiap orang demi tercapainya perkembangan harmonis setiap individu dalam masyarakat. HAM memberikan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah. Hak-hak tersebut terdapat dalam Hukum Internasional dan hak-hak yang bersifat paling penting dimuat pula dalam undang-undang berbagai negara. Adapun yang dimaksu dengan HAM disini adalah perlindungan Internasional HAM atau Hukum Internasional HAM yaitu segala peraturan tentang kemanusian yang harus dipenuhi oleh semua negara.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ada baiknya sebelum dijelaskan Hukum Humaniter dan hubungannya dengan HAM, perlu kita mempertibangkan suatu pertanyaan; “Apakah Hukum Humaniter itu berguna?”. Kalau kita melihat/mendengar informasi dari berbagai negara yang terlibat dalam pertikaian bersenjata, setiap hari ada berita mengenai peperangan, pemboman desa-desa, serangan yang diarahkan kepada sasaran sipil, perlakuan yang tidak baik terhadap tawanan perang, penyiksaan, pemerkosaan, hukuman mati yang dijatuhkan tanpa proses pengadilan, masyarakat sipil yang menderita kelaparan selama di bawah pendudukan musuh, dan sebagainya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Adanya perang tersebut tentu adanya pelanggaran terhadap penerapan Hukum Humaniter. Karena itu, kita boleh bertanya apakah Hukum Humaniter ini hanya merupakan sebuah hasrat yang mencerminkan semacam dunia ideal, tetapi jauh dan berbeda dengan dunia nyata. pemikiran seperti ini tidak salah, tetapi terlalu pesimis. Kita harus mengakui bahwa Hukum Humaniter sering tidak dipatuhi, tetapi kita harus melihat seluruh situasi dimana peraturan-peraturan Hukum Humaniter ini benar-benar dihormati. Dengan pertimbangkan semua kasus dimana jiwa manusia dapat diselamatkan, Karena para peserta tempur masih mempunyai rasa perikemanusiaan sesuai dengan Hukum Humaniter.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian timbul pertanyaan berikutnya? apakah pelanggaran terhadap Hukum Humaniter, semakin meningkat, atau merupakan perasaan kita saja ? Dalam hal ini kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Kita mempunyai kecenderungan dan lebih tertarik pada pelanggaran Hukum Humaniter, karena adanya korban. Sementara, kita jarang mendengar tentang pertukaran tawanan perang antar dua negara, pemberian makanan bagi masyarakat sipil yang menderita kelaparan, dan penghukuman orang yang bersalah karena melanggar Hukum Humaniter. Dari situ timbul kesimpulan bahwa lebih sering Hukum Humaniter tidak dihormati. Tetapi kalau kita membaca laporan tahunan ICRC, kita mendapat gambaran yang lebih lengkap, yakni banyak sekali situai dimana korban jiwa dapat dihindari atau masalah humaniter dapat diatasi dengan menerapkan peraturan-peraturan Hukum Humaniter dan hadiranya ICRC melaksanakan tugasnya di seluruh dunia.</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Adanya teknologi mengakibatkan media massa dapat melaporkan peristiwa yang terjadi di seluruh dunia, lebih akurat, cepat dan bergambar. Perkembangan ini ada baiknya, karena dengan meyaksikan kejadian dramatis timbul opini publik dan adanya akibat politik yang mahal sekali harus dibayar oleh setiap pelanggaran Hukum Humaniter. Oleh karena itu, ada negara yang membatasi kebebasan pers untuk merahasiakan informasi. Tetapi pada suatu saat, infomrasi tersebut pasti akan diketahui pula.</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Kita juga tidak boleh melupakan usaha ICRC untuk membatasi jumlah pelanggaran terhadap Hukum Humaniter. Secara pasif, ICRC menugaskan delegasi di lapangan sudah bersifat efektif untuk mencegah adanya pelanggaran. Secara aktif, ICRC dapat bertindak langsung pada instansi pemerintah yang bersangkutan supaya pelanggaran dihentikan. Dengan demikian, masalah perikemanusiaan dapat dihindari dan diatasi dengan menerapkan Hukum Humaniter.</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Melihat kita mempertimbangkan jumlah pelanggaran, kita juga harus sadar bahwa kadang-kadang pelanggaran itu disebabkan karena kurang pengetahuan saja. Bagaimana mungkin orang dapat mematuhi hukum, sedangkan peraturannya belum diketahui? Kekurangan pengetahuan mengenai Hukum Humaniter baik dipihak yang melanggar maupun korbannya. Hukum Humaniter terdiri dari hak dan kewajiban yang perlu disebarluaskan, sehingga pihak yang mempunyai kewajiban dapat bersikap sesuai dengan aturan-aturan dan pihak yang mempunyai hak dapat meminta agar aturan-aturan itu dihormati.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah mempertimbangkan faktor-faktor tersebut di atas, dapat disimpulkan bawa Hukum Humaniter tetap berguna, meskipun lebih sering terdengar tentang pelanggaran daripada penerapannya. Yang pasti, kita perlu terus meningkatkan usaha untuk mendukung pelaksanaan Hukum Humaniter untuk mencegah semaksimal mungkin adanya pelanggaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
II. Sejarah Singkat Hukum Humaniter Internasional</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada tanggal 24 Juni 1859 di kota Solferino Itali Utara, pasukan Perancis dan Itali sedang sedang bertempur melawan pasukan Austria dalam suatu pertempuran yang sangat mengerikan. Pada hari yang sama, seorang pemuda dari Swiss bernama Henri Dunant tiba di sana dengan harapan dapat bertemu dengan Kaisar Perancis, Napoleon. Henry Dunant secara kebetulan menyaksikan langsung pertempuran Solferino. Waktu itu, dinas medis militer yang sedang bertugas di medan pertempuran sangat kurang untuk dapat merawat korban pertempuran tersebut. Dalam pertempuran tersebut yang mati atau luka ada 3 marsekal, 9 jenderal, 1.566 opsir dari segala tindakan dan kurang lebih 40.000 bintara dan prajurit yang mati dalam jangka waktu 15 jam sebanyak 38.000 orang kebanyakan karena tidak mendapat pertolongan/pengobatan pada waktu atau kurang perawatan (G.I.A.D Draper, 1958:2). Tergetar oleh penderitaan tentara yang terluka, Henry Dunant bekerjasama dengan penduduk setempat, segera bertindak mengkoordinasikan bantuan untuk mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah kembali ke Swiss, dia menggambarkan pengalaman itu dalam sebuah buku berjudul “Kenangan dari Solferino”, yang menggemparkan seluruh Eropa. Dalam bukunya, Henry Dunant mengajukan dua gagasan.</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Pertama, membentuk organisasi sukarelawan, yang akan disiapkan dimasa damai untuk menolong para prajurit yang cedera di medan perang.</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Kedua mengadakan perjanjian internasional guna melindungi prajurit yang cedera di medan perang, serta sukarelawan dari organisasi tersebut pada waktu memberikan perawatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada tahun 1863, empat orang warga kota Jenewa bergabung dengan Henry Dunant untuk mengembangkan kedua gagasan tersebut. Mereka bersama sama membentuk “Komite internasional untuk bantuan para tentara yang cedera”. yang sekarang disebut Komite Internasional Palang Merah/Internasional Committee of the Red Cross (ICRC).</div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan gagasan kedua, pada tahun 1864 diadakan Konfrensi Internasional yang menyetujui “Konfensi untuk perbaikan kondisi prajurit yang cedera di medan perang”( Muchtar Kusumatmadja, 1986,4). Ini merupakan tahapan pertama dalam pengembangan Hukum Humaniter Internasional (HHI). Kemudian konvensi ini disempurnakan dan dikembangkan menjadi empat Konvensi Jenewa tahun 1949, yang disebut juga dengan Hukum Perikemanusiaan Internasional yang pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi kejatan korban yang cedera ataupun mati, serta kerusakan harta benda yang disebabkan oleh pertikaian bersenjata.</div>
<div style="text-align: justify;">
Perlu ditanamkan keyakinan bahwa hubungan antara perang dan hukum juga seperti bentuk hubungan antara manusia lainnya, yaitu diatur oleh ketentuan-ketentuan atau dengan kata lain ada aturannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sama sekali tidak benar anggapan kebanyakan orang yang mengatakan perang dan hukum merupakan dua kata yang tiada sangkut-pautnya atau dalam perang lenyaplah segala hukum sebagaimana dikatakan oleh Cicero yang dalam bahasa Romawi disebutkan dengan “inter arma silent leges”( Muchtar Kusumaatmadja, 1986:9).</div>
<div style="text-align: justify;">
Dahulu kala perang memang merupakan suatu pembunuhan besar-besaran antara kedua belah pihak yang berperang. Pembunuhan besar-besaran ini hanya merupakan salah satu bentuk perwujudan dari naluri mempertahankan diri baik dalam pergaulan antara manusia maupun dalam pergaulan antar bangsa. Karena itu sejarah perang sama tuanya dengan sejarah manusia. Suatu kenyataan yang menyedihkan sebagaimana yang ditulis oleh Jean Pictet pada tahun 1962 bahwa selama 3400 tahun sejarah yang tertulis, umat manusia hanya mengenal 250 tahun perdamaian dan bagaimana setelah tahun 1962 ada tahun yang tidak terjadi perang?.</div>
<div style="text-align: justify;">
Naluri mempertahankan diri dengan cara berperang yang tidak mengenal batas merugikan umat manusia, perlu diadakan pembatasan-pembatasan dengan menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur perang antara bangsa-bangsa.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di samping pertimbangan-pertimbangan perang di atas yang bersumber pada kecemasan akan pembalasan dan didasarkan atas penyelamatan diri sendiri, maka dengan bertambah majunya peradaban orang mulai pula menginsafi bahwa kekejaman itu bertentangan dengan martabat manusia dan penghargaan atas diri, jiwa dan kehormatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam bentuk yang modern perang sebenarnya didasarkan pada rasa kemanusiaan. Di India sejak dahulu kala telah ada peraturan hukum perang yang bertujuan menlindungi orang-orang yang tidak berdaya, luka dan sakit. Dalam cerita Mahabrata mengandung larangan untuk menyerang orang yang telah meletakkan senjata, luka berat, pelarian, tidak dapat turut lagi dalam pertempuran, minta ampun, sedang tidur, makan, dan minum sangat lelah atau gila, mengikuti tentara musuh sebagai pembantu atau yang melakukan pekerjaan kasar( M.W. Mouton, 1947.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam Hukum Internatioanal India Kuno terdapat ketentuan-ketentuan mengenai hak-hak tentara pendudukan, senjata terlarang, dan perlakuan tawanan perang, yang hampir sama dengan peraturan Den Haag mengenai peperangan di darat padat tahun 1907. Yunani Kuno dan Roma mengenal ketentuan-ketentuan yang melarang pemakaian racun, pembunuhan tawanan perang dan penyerangan atas tempat-tempat ibadah. Sumbangan yang berharga dari orang Romawi kepada hukum perang modern adalah definisi dari pengertian kombatan dalam suatu peperangan harus dimulai dari suatu pernyatan perang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Agama Kristen yang mengajarkan umatnya untuk mencintai sesamanya, juga telah meluaskan semangat perikemanusiaan dalam perang. Akan tetapi perikemanusiaan atas lawan ini sering hanya terbatas pada musuh yang seagama saja, sedangkan lawan yang berlainan agamanya masih terjadi kebuasan-kebuasan. Misaknya dalam perang salib, orang Islam lebih berperikemanusiaan dari pada lawan mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hukum Islam, khususnya hukum perang Islam jelas menggambarkan pengaruh perkemanusiaan. Selain ajaran tentang jihad (perang suci) sebagai perang adil (bellum justum) yang merupakan bagian penting dari pada hukum perang Islam, ada pula ketentuan-ketentuan yang jelas mengenai cara memulai perang, larangan untuk menyerang anak-anak, wanita, orang-oarang sakit dan lanjut usia, pembagian harta rampasan perang, perlakuan tawanan perang, cara mengakhiri perang dan sebagainya. Larangan untuk menimbulkan kerusakan dan penderitaan yang tidak perlu didasarkan atas ajaran perikemanusiaan sebagaimana tercantum dalam al-Quran.</div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila kita tinjau hukum perang pada masa sekarang dapat kita membedakan dalam jus ad bellum atau hukum tentang perang yang mengatur bagimanakah suatu negara dibenarkan untuk menggunakan kekerasan senjata (Hukum Den Haag) dan jus bello yaitu hukum yang berlaku dalam perang (Hukum Jenewa). Karena eratnya hubungan Konvensi Jenewa mengenai perlindungan korban perang dengan asas perikemanusiaan maka konvensi ini juga disebut hukum humaniter.</div>
<div style="text-align: justify;">
Istilah Hukum Humaniter mencakup seluruh peraturan Internasional yang bermaksud melindungi baik orang menderita akibat pertikaian senjata, maupun objek yang tidak langsung mendukung usaha militer. Untuk HHI ini ada beberapa istilah yang digunakan, pada masa lalu digunakan hukum perang. Perubahan situasi dan kondisi istilah Hukum perang diganti dengan hukum konflik bersenjata dan istilah ini digunakan oleh ABRI, kemudian berubah menjadi Hukum Humaniter Internasional dan istilah ini digunakan oleh kalangan akademisi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelum Konvensi Jenewa pertama disepakati pada tahun 1864, sudah terdapat beberapa peraturan dalam Hukum Perang. Tetapi peraturan tersebut tidak bersifat formal dan biasanya hanya dipatuhi berdasarkan persetujuan khusus antara pemimpin militer, dan berlaku untuk jangka waktu tertentu. HHI baru diakui secara internasional dan permanen, setelah adanya konvensi Jenewa tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
HHI seperti yang dikenal masa ini terdiri dari Hukum Jenewa (Perlindungan terhadap Korban Perang) dan Hukum Den Haag(Sarana dan (cara berperang). Pada makalah ini akan difokuskan pada Hukum Jenewa. Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang yang disebut juga Konvensi Palang Merah, mencakup empat buah konvensi yang masing-masing bernama:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Kondisi Tentara yang Cedera dan Sakit di Medang Perang.</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Kondisi Tentara yang Cedera, Sakit, dan Korban Kapal Karam dalam Peperangan di Laut.</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Konvensi Jenewa tentang Perlakuan Tawanan Perang.</div>
<div style="text-align: justify;">
4. Konvensi Jenewa tentang Perlindungan kepada para Penduduk Sipil dalam Peperangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
ad.1 Konvensi Jenewa I untuk Perbaikan kondisi Tentara yang Cedera dan Sakit di Medan Perang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Konvensi Jenewa pertama ditandatangani pada tahun 1864 oleh 12 Negara yang pada waktu itu, mempunyai posisi penting di bidang politik internasional. Pada tahun 1864, Konvensi Jenewa terdiri dari 10 pasal yang mengatur tentang perbaikan kondisi Prajurit yang cedera dan sakit dimedan perang. Konvensi ini menetapkan bahwa:</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Prajurit yang cedera dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat, tampa mempedulikan kebangsaannya;</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Petugas kesehatan dan sarana serta prasarana yang digunakan untuk merawat prajurit yang cedera dan sakit di medan perang harus diberikan status netral;</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Lambang Palang merah di atas dasar putih disetujui sebagai tanda pelindung;</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah itu, Konvensi Jenewa tersebut direvisi dan dikembangkan pada tahun 1906 dan 1929, menjadi Konvensi Jenewa I tahun 1949.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
ad.2 Konvensi Jenewa II untuk Perbaikan Kondisi Tentara yang Cedera, Sakit, Korban Kapal Karam dalam Peperangan di Laut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada Konvensi Den Haag yang diadakan tahun 1899, perlindungan yang diberikan oleh Konvensi Jenewa pertama diperluas mencakup korban kapal karam pada waktu terjadi peperangan dilaut. Ketentuan-ketentuan ini dikembangkan kembali pada Konvensi Den Haag tahun 1907. Berdasarkan kedua Konvensi Den Haag, disusun pada tahun 1949 Konvensi Jenewa II tentang perbaikan kondisi tentara yang cedera, sakit dan korban kapal karam dalam peperangan dilaut. Isi dan konvensi tersebut adalah penyesuaian ketentuan-ketentuan Konvensi Jenewa I untuk situasi perang di laut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
ad.3 Konvensi Jenewa III tentang perlakuan Tawanan Perang</div>
<div style="text-align: justify;">
Konvensi Den Haag yang diselenggaran pada tahun 1899 dan 1907, menyinggung pula soal tawanan perang. Namun demikian, pada waktu Perang Dunia I, ketentuan-ketentuan yang mengatur persyaratan penahanan dan perlakuan tawanan perang masih kurang oleh karena itu, pada tahun 1929, disusun Konvensi Jenewa tentang perlakuan tawanan perang yang terdiri dari 97 pasal.</div>
<div style="text-align: justify;">
Konvensi ini menegaskan bahwa:</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Tawanan perang bukanlah seorang Kriminal, tetapi pihak musuh yang tidak dapat lagi turut serta dalam pertempuran;</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Oleh karena itu, tawanan perang harus diperlakukan secara manusiawi selama ditahan;</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Tawanan perang harus dibebaskan pada waktu permusuhan sudah berakhir.</div>
<div style="text-align: justify;">
Konvensi Jenewa ini dikembangkan kembali pada tahun 1949, menjadi Konvensi Jenewa III.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
ad.4 Konvensi Jenewa tentang Perlindungan Penduduk Sipil dalam Peperangan</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebelum tahun 1949, HHI belum dapat diterapkan untuk melindungi masyarakat sipil. Pada waktu Perang Dunia II, ribuan orang sipil menjadi korban. Hal ini sangat menggemparkan opini masyarakat internasional, sehingga pada tahun 1949 disetujui Konvensi Jenewa IV tentang Perlindungan Penduduk Sipil dalam Peperangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Konvensi-konvensi Jenewa tahun 1949 sudah ditandatangani oleh 188 Negara (31 Maret 1997). Indonesia sendiri meratifikasi Konvensi-Konvensi Jenewa pada tahun 1958. Dengan menandatangani Konvensi-konvensi Jenewa, setiap negara diwajibkan pada waktu pertikaian bersenjata untuk:</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Merawat orang yang cedera dan sakit, tanpa mempedulikan kebangsaannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Menghormati manusia dalam integritas fisik, martabat, hak keluarga, keyakinan moral dan agamanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Melarang penyiksaan, perlakuan kejam, hukuman mati tanpa didahului proses pengadilan yang sah, pembasmian, deportasi, penyanderaan, perampokan dan perusakan harta benda sipil.</div>
<div style="text-align: justify;">
d. Mengizinkan delegasi ICRC (Palang Merah Internasional) untuk mengunjungi para tawanan perang dan interniran sipil (orang yang ditempatkan di suatu lokasi dan kebebasannya dibatasi) dan untuk berbicara dengan mereka tanpa saksi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ada dua prinsip yang penting dalam HHI:</div>
<div style="text-align: justify;">
• Selalu harus dibedakan antara penduduk sipil dan peserta tempur, antara sarana sipil dan sarana militer, sehingga serangan hendaknya hanya diarahkan ke sasaran militer.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Selalu harus dipertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan perikemanusiaan dan kepentingan militer, sehingga korban kerusakan akibat operasi militer tidak bersifat berlebihan dibandingkan dengan keuntungan militer yang terdapat dari operasi tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Konvensi-konvensi Jenewa tahun 1949 diterapkan pada waktu pertikaian bersenjata internasional. Pasal 3 yang sama dalam 4 Konvensi Jenewa sering disebut merupakan sebuah konvensi dalam bentuk kecil, karena mengungkapkan dengan baik semangat HHI.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal ini menegaskan peraturan minimal yang harus dihormati dalam pertikaian bersenjata yang tidak bersifat internasional. Untuk maksud ini, tindakan-tindakan berikut dilarang dilakukan setiap saat dan di semua tempat:</div>
<div style="text-align: justify;">
“Pembunuhan, penyiksaan, perkosaan, hukuman badan, pengudungan (pemotongan anggota badan), penghinaan atas kehormatan pribadi, penyanderaan, hukuman kolektif, hukuman mati tanpa melalui proses pengadilan yang sah,serta setiap perlakukan yang kejam dan penganiayaan”</div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun lingkup penerapan dari empat Konvensi Jenewa tersebut sudah diperluas namun pertikaian bersenjata yang pecah setelah tahun 1949 masih menunjukkan kekurangan dari sistem perlindungan HHI, oleh karena itu, Konvensi-konvensi Jenewa dilengkapi dengan dua buah Protokol Tambahan pada tahun 1977. Protokol-protokol tanbahan ini melengkapi empat Konvensi Jenewa, tanpa bermaksud menggantikannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Protokol Tambahan I</div>
<div style="text-align: justify;">
Protokol I diterapkan dalam pertikaian bersenjata yang bersifat internasional dan perang kemerdekaan nasional suatu bangsa memperjuangkan haknya untuk menentukan nasib sendiri. Semua hak dan kewajiban yang ditegaskan dalam HHI dengan demikian dapat diterapkan pada konflik semacam itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun Konvensi Jenewa IV berkaitan dengan perlakuan terhadap masyarakat sipil dalam masa peperangan, namun perlindungan yang diberikan kepada penduduk sipil masih dirasakan kurang. Jadi Protokol I menegaskan kembali prinsip-prinsip itu dan menjadikannya bersifat operasional. Diantara prinsip-prinsip itu adalah larangan penyerangan terhadap masyarakat sipil dan semua penyerangan yang membabi-buta, perlindungan sarana yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup masyarakat sipil (seperti bahan makanan, instalasi air minum atau sarana irigasi), larangan masyarakat sipil menderita kelaparan sebagai metode perangan, perlindungan instalasi yang berisi kekuatan yang berbahaya (seperti bendungan atau statiun tenaga nuklir untuk produksi listrik dan sebagainya), perlindungan obyek budaya dan tempat-tempat pemujaan. Kesemuanya itu merupakan suatu bagian aturan yang cukup besar, guna melindungi masyarakat sipil.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di antara lain ditegaskan bahwa melakukan aksi balas dendam terhadap masyarakat sipil adalah dilarang. Oleh karena itu sangat tidak mungkin untuk membenarkan pelanggaran terhadap larangan penyerangan terhadap rakyat sipil dengan alasan bahwa pihak lain telah melakukan hal serupa.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam Protokol I, ketentuan-ketentuan mengenai bantuan Humaniter untuk masyarakat sipil diperkuat dalam artian apabila masyarakat sipil mengalami kekurangan makanan, obat-obatan dan kebutuhan dasr lainnya, pihak-pihak yang terlibat dalam pertikaian bersenjata diwajibkan untuk mengizinkan dan mendukung operasi bantuan Humaniter yang ditujukan untuk masyarakat sipil tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Protokol Tambahan II</div>
<div style="text-align: justify;">
Ada negara yang selalu menunjukkan keenganan untuk menyetujui Hukum Internasional dimaksud untuk mengatur situasi yang dianggap sebagai masalah internal. Negara-negara itu baru merubah sikap tersebut pada tahun 1949 dengan menyepakati Pasal 3 yang sama dalam empat Konvensi Jenewa yang mengatur tentang Pertikaian Bersenjata dalam negeri. Protokol II dengan melengkapi Pasal 3 itu, memperluas perlindungan pertikain bersenjata yang berlangsung dalam negeri. Protokol II memberikan rincian, namun tidak mengubah Pasal 3 Konvensi Jenewa. Penting diperhatikan di sini, Protokol II seperti Pasal 3 Konvensi Jenewa, tidak menghambat pemerintah untuk memelihara ketertiban umum dan untuk mempertahankan persatuan nasional serta integritas teritorial dengan semua cara yang sah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Protokol II ini tidak mempengaruhi status hukum anggota gerakan pemberontak yang tetap berada di bawah hukum nasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bagian utama dari Protokol II memuat aturan-aturan yang memperkuat perlindungan korban pertikaian bersenjata dalam negeri dan sekaligus memperkuat landasan hukum untuk kegiatan Palang Merah. khususnya bagi mereka yang telah meletakkan senjata setelah ikut serta dalam permusuhan, mereka berhak atas perlakuan yang manusiawi. Setiap orang yang ditahan mempunyai beberapa hak dasar yang mutlak dihormati, guna melindungi kehidupan, kesehatan, dan martabat, serta menjamin hubungan mereka dengan keluarga masing-masing tetap terjalin. Pihak instansi pemerintah tetap berwenang untuk menuntut orang-orang yang dituduh melawan hukum.Di sini terdapat pula beberapa jaminan peradilan yang harus dihormati, guna menjamin setiap orang yang dituntut sehubungan dengan pertikaian bersenjata, berhak mendapat pengadilan yang adil dan wajar. Hak dan jaminan tersebut mendekatkan Hukum Humaniter Internasional dengan perlindungan yang diberikan oleh Hak Asasi Manusia.</div>
<div style="text-align: justify;">
Protokol Tambahan II ini sampai dengan tanggal 3 Maret 1997, telah diratifikasi oleh 147 negara, sedangkan Protokol Tambahan II oleh 139 negara. Protokol-protokol Tambahan Konvensi Jenewa, sampai saat ini belum diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
III. Hubungan antara Hukum Humaniter Internasional dengan Hak Asasi Manusia</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa tujuan HHI dan HAM adalah sama untuk perlindungan manusia. HHI akan diterapkan jika terjadinya pertikaian bersenjata sedangkan HAM diterapkan setiap saat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Secara singkat dapat dikatakan bahwa HHI diciptakan khusus untuk melindungi dan memelihara hak asasi (kehidupan, kesehatan dan sebagainya) korban dan non-kombatan dalam pertikaian bersenjata. HHI merupakan hukum darurat yang diterapkan dalam situasi tertentu. Sedangkan HAM, dengan melindungi hak-hak manusia, menuju pada perkembangan harmonis setiap orang yang hanya dapat tercapai di masa damai.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam perjanjian-perjanjian internasional mengenai HAM, perlindungan hak dan jaminan dapat dibatasi ataupun dihapus, apabila berlangsung perang atau karena alasan lainnya yang mengancam stabilitas nasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
Namun perlu diketahui dalam hukum internasional ada beberapa HAM yang penerapannya tidak dapat diperkecualikan, meskipun dalam keadaan yang sangat luar biasa, sepeti pada waktu berlangsung pertikaian bersenjata. Jadi berdasarkan hukum yang berlaku, hak-hak yang dianggap sebagai intisari dari HAM ini, tetap terjamin. Dengan demikian, setiap negara yang telah menandatangani perjanjian internasional mengenai HAM, apapun alasannya, tidak dapat membenarkan tindakan yang mengurangi perlindungan minimal yang diberikan kepada setiap individu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Intisari atau “hard-core” HAM yang dimaksud meliputi:</div>
<div style="text-align: justify;">
a. Hak untuk hidu (Pasal 6 Covenant, 2 Konvensi Roma, 4 Pakta San Jose).</div>
<div style="text-align: justify;">
b. Larangan penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi (Pasal 7 Covenat, 3</div>
<div style="text-align: justify;">
Konvensi Roma, 5 Pakta San Jose)</div>
<div style="text-align: justify;">
c. Larangan perbudakan(Pasal 8 Covenant, 4 Konvensi Roma, 6 Pakta San Jose)</div>
<div style="text-align: justify;">
d. Jaminan pengadilan(Pasal 15 Covenant, 7 Konvensi Roma, 9 Pakta san Jose).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ad.a. Hak untuk hidup</div>
<div style="text-align: justify;">
Pasa 6 Covenant Hak Sipil dan Politik mengatur tentang Hak untuk hidup.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa kehidupan dilinungi oleh HHI dengan adanya Konvensi Jenewa yang menetapkan kewajiban untuk mengumpulkan dan merawat orang yang sakit dan cedera, dan yang mengatur tentang perlakuan tawanan perang, interniran sipil dan masyarakat sipil di bawah pendudukan musuh, serta tentang hukuman mati seperti; ketentuan yang melarang pelaksanaan hukuman mati dalm 6 bulan berikut keputusan pengadilan atau yang melarang hukuman mati dijatuhkan pada orang berumur di bawah 18 tahun, pada wanita hamil, maupun ibu yang mempunyai anak masih kecil (Konvensi Jenewa IV, Pasal 68 dan 75)</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam HHI, korban perang yaitu orang yang jatuh dalam tangan pihak musuh, tidak boleh dibunuh. Tetapi, selama terlibat dalam pertikaian bersenjata, peserta tempur tidak mungkin mendapat perlindungan atas kehidupan mereka. Namun dalam HHI terdapat beberapa ketetntuan yang melarang penggunaan senjata yang dapat mengakibatkan penderitaan yang berlebihan atau tidak peril. Khususnya untuk melindungi masyarakat sipil, Protokol Tambahan I mengharuskan adanya keseimbangan antara kepentingan militer dan keperluan perikemanusiaan (principle of proportionality).Dengan demikian, serangan hanya boleh diarahkan pada sasaran militer, meskipun masih dapat terjadi korban sipil secara insidentil. Protokl Tambahan I juga melindungi kehidupan dengan melarang tindakan untuk membuat orang sipil menderita kelaparan sebagai suatu metode peperangan, serta merusak sarana yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya, Di samping itu, untuk keselamatan orang sipil, dapat ditentukan lokasi bebas yang tidak boleh dijadikan sasaran militer.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ad. b. Larangan Penyiksaan</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam HAM, pelanggaran ini ditetapkan dalam Covenant mengenai Hak Sipil dan Politik Pasal 7. Dalam HHI sebagian besar dari Konvensi-konvenai Jenewa dapat dilihat dalam Prakteknya merupakan rincian mengenai cara meperlakukan korban pertikaian bersenjata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ad.c. Larangan Perbudakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam HAM, pelanggaran perbudakan diatur dalam Pasal 8 Konvensi Hak Sipil dan Politik. Dalam HHI, diatur dalam Protokol II Tahun 1977 pada Pasal 4 ayat 2 huruf f. Di samping itu, ketentuan-ketentuan Konvensi Jenewa mengenai perlakuan tawanan perang serta perlakuan orang sipil di bawah pendudukan musuh mempunyai pulam efek perlindungan bagi para korban pertikaian bersenjata terhadap segala bentuk perbudakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ad. d. Jaminan pengadilan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam HAM, jaminan pengadilan walaupun tidak dinyatakan sebagai hak-hak yang termasuk hard-core, telah diakui sebagai hak-hak yang amat penting, supaya HAM lainnya dapat diterapkan secara efektif. Dalam HHI, jaminan pengadilan sudah dimasukkan dalam Konvensi Jenewa sejak penyusunannya, karena pengalaman menunjukkan bahwa perlu pemeriksaan pengadilan untuk mencegah adanya hukuman mati yang dijalankan di luar proses pengadilan, maupun yang tidak manusia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hak dan jaminan dasar tersebut di atas tidak dapat dikecualikan dan tetap berlaku, baik di masa damai maupun pada waktu pertikaian bersenjata. Hak dan Jaminan dasar ini mutlak dihormati pula dalam situasi kekacauan dalam negeri, di mana pemerintah yang bersangkutan terpaksa mengambil tindakan yang luar biasa untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
HHI dengan tujuan membatasi kekerasan, memuat pula peraturan-peraturan yang menjamin hak-hak manusia yang sama, karena hak-hak tersebut di atas dianggap merupakan hak minimal. Jadi intisari hak-hak manusia ini menjamin perlindungan minimal yang mutlak dihormati terhadap siapapun, baik di masa damai maupun pada waktu perang. Hak-hak manusia ini merupakan bagian dari kedua sistem hukum yaitu HHI dan HAM.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hak dan jaminan dasar tersebut di atas tidak dapat diperkecualikan dan tetap berlaku, baik di masa damai maupun pada waktu pertikaian bersenjata. Hak dan jaminan dasar ini mutlak dihormati pula, dalam situasi kekacauan dalam negeri, di mana pemerintah yang bersangkutan terpaksa mengambil tindakan yang luar biasa untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dapat dikatakan pula bahwa meskipun lingkup perlindungan HHI tidak seluas lingkup perlindungan yang diberikan oleh HAM, ketentuan-ketentuan HHI tidak dapat diperkecualikan, justru karena kepentingan militer telah dipertimbangkan dalam penyusunan ketentuan-ketentuan tersebut. Jika terjadi sengketa bersenjata, setiap negara penandatangann harus menerapkan HHI sepenuhnya, dan tidak dapat membenarkan pelanggaran terhadap HHI dengan alasan pematuhan ketentuan-ketentuan HHI itu mengurangi kemampuannya untuk berperang. HHI disusun dengan mempertimbangkan kepentingan militer maupun kepentingan humaniter, sehingga penerapan HHI tidak mungkin menghambat kemenangan perang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
IV HHI dan HAM juga mempunyai beberapa perbedaan dan persamaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perbedaan antara HHI dan HAM</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika membandingkan antara HHI dan HAM, terdapat beberapa perbedaan sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
• HHI yang dikenal pada awal dengan istilah hukum perang, dianggap sebagai hukum yang paling lama dalam sistem hukum publik internasional, dan peraturan-peraturan yang termuat dalam sistem hukum tersebut mewarnai hubungan tingkat internasional yang pertama di jalin. Sedangkan HAM merupakan suatu bagian yang masih muda dalam sistem hukum publik internasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
• HAM disusun pertamanya untuk masa damai. Sedangkan HHI diciptakan khususnya untuk waktu berlangsungnya pertikaian bersenjata.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Ketentuan-ketentuan HAM dimaksudkan untuk menjamin penghormatan hak dan kebebasan setiap orang supaya terlindungi dari penyalahgunaan oleh istansi pemerintah, sehingga setiap orang dapat mengembangkan diri sepenuhnya dalam masyarakat. Sedangkan HHI sebagai suatu sistem hukum darurat bertujuan memberikan perlindungan terhadap ancaman dan bahaya akibat pertikaian bersenjata atau situasi kekerasan lainnya yang disebabkan oleh manusia.</div>
<div style="text-align: justify;">
• HAM dijamin dalam dua sistem hukum, yaitu ditingkat universal dan regional. Sedangkan ketentuan-ketentuan HHI termuat dalam perjanjian-perjanjian yang berlaku dirtingkat intenasional tanpa adanya instrumen hukum regional.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Ditingkat internasional, tujuan utama HAM adalah menghukum setiap pelanggaran. Sedangkan HHI lebih mengarah pada peningkatan perlindungan dan solidaritas terhadap para korban.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Dalam HHI, setiap individu yang menjadi korban, meskipun memperoleh manfaat dari perlindungan hukum ini tidak dimungkinkan untuk menuntut langsung suatu negara apabila terjadi pelanggaran. Sedangkan HAM memberikan HAK dan Jaminan langsung kepada setiap orang untuk dapat membuka proses pengadilan jika terjadi pelanggaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Mekanisme pelaksanaan HHI melibatkan negara penandatangan, negara pelindung dan ICRC. Sedangkan mekanisme pelaksanaan HAM melibatkan negara-negara nasional, seperti badan promosi dan penyelidikan, serta instansi pengadilan dari setiap negara maupun para individu sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Hak yang diberikan oleh HHI bersifat “inalienable”, berarti hak tersebut tidak dapat ditolak oleh orang yang ditujukan sebagai penerima. Sedangkan setiap orang boleh menggunakan hak dan jaminan yang diberikan oleh HAM sesuai dengan pendapat dan kepentingannya sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Oleh karena itu individu menjadi subyek hukum yang aktif, sedangkan di bawah HHI individu lebih dianggap sebagai obyek pelindungan hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Persamaan antara HHI dan HAM</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah melihat perbedaan seperti tercatat di atas, perlu pula dilihat kesamaan yang ada antara HAM dan HHI:</div>
<div style="text-align: justify;">
• Dahulu, HHI dianggap sebagai hukum yang hanya dapat diterapkan ditingkat negara, sedangkan HAM langsung berlaku ditingkat perorangan. Sebenarnya, Konvensi-konvensi Jenewa serta Ptotokol-protokol Tambahannya memuat pula ketentuan-ketentuan yang memberikan kewajiban kepada negara penandatangan, sekaligus menjamin hak pribadi orang yang dilindungi.</div>
<div style="text-align: justify;">
• HHI menentukan kelompok-kelompok orang yang dilindungi, seperti orang yang cedera dan tawanan perang, sedangkan HAM berlaku untuk semua orang tanpa memberikan status khusus. Tetapi meskipun lingkup penerapan HHI bersifat lebih terbatas, perkembangan terakhir hukum tersebut mengikuti pendekatan yang sama dengan sistem HAM dengan upaya memperluas perlindungan HHI bagi semua orang sipil.</div>
<div style="text-align: justify;">
• Dari satu sisi, landasan pengaturan HAM adalah hak-hak yang berkaiatan dengan manusia, yaitu kehidupan, kebebasan, keamanan, status sebagai subyek hukum, dsb. Berdasarkan hak-hak asasi ini, peraturan-peraturan dirumuskan untuk menjamin perkembangan manusia dalam segala aspek, yang merupakan tujuan peraturan tersebut. Dari sisi lain, HHI dimaksudkan untuk membatasi kekerasan, oleh karena itu HHI memuat peraturan-peraturan yang menjamin hak-hak manusia yang sama sebab hak-hak tersebut di atas dianggap merupakan hak-hak minimal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
VI. Kesimpulan</div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun terdapat beberapa kesamaan, kedua sistem ini yaitu HHI dan HAM tetap terpisah. Kemungkinan untuk menerapkan ketentuan HHI dan HAM bersama tidak berarti bahwa kedua sistem hukum ini dapat disatukan.Ruang lingkup perlindungan HHI tidak seluas lingkup perlindungan yang diberikan oleh HAM, ketentuan-ketentuan HHI tidak dapat diperkecualikan, karena kepentingan, militer telah dipertimbangkan dalam penyusunan hukum tersebut. Apabila terjadi sengketa bersenjata, setiap negara penandatanganan harus menerapkan HHI sepenuhnya, dan tidak dapat membenarkan pelanggaran HHI dengan alasan pematuhan ketentuan-ketentuan HHI mengurangi kemampuan untuk berperang. HHI disusun dengan dengan mempertimbangan baik kepentingan militer maupun kepentingan humaniter, sehingga penerapan HHI tidak mungkin menghambat kemenangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam perjanjina internasional mengenai HAM, perlindungan hak dan jaminan (yang tidak termasuk intisari HAM) dapat dibatasi ataupun dihapus, apabila berlangsung perang atau karena alasan lain yang mengancam stabilitas nasional. Tetapi pengalaman telah membuktikan secara nyata, bahwa pelanggaran berat dan yang berlebihan terhadap HAM dapat mengakibatkan ketegangan, kerusuhan, maupun pertikaian bersenjata. Jika terjadi situasi demikian, penghormatan HAM akan semakin kecil dan kebutuhan untuk menerapkan HHI menjadi semakin besar.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kedua sistem hukum HHI dan HAM tidak saling bersaing, melainkan saling melengkapi. Semoga dalam perkembangan masing-masing, kedua sistem ini dapat saling mempengaruhi, agar perlindungan yang diberikan oleh HHI dan HAM akan semakin kuat, sehingga hak dan kebebasan setiap manusia semakin terjamin dalam hukum internasional</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
DAFTAR PUSTAKA</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Anne-Sophie Gindroz, “Hukum Humaniter Internasional Sejarah Sumber & Prinsip”, Makalah Penataran Hukum Humaniter dan HAM, FH- Unsyiah, Banda Aceh, 1998.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Fadilah Agus (editor), Hukum Humaniter Suatu Perseptif, Pusat Studi Hukum Humaniter, Fakultas Hukum Usakti, Jakarta, 1997.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Haryomataram GPH, Hukum Humaniter, Rajawali, Jakarta, l984.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
——-, “Hukum Humaniter Hubungan dengan Keterkaitannya dengan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional dan Hukum Pelucutan Senjata (Pidato Pengukuhan)”, Fakultas Hukum Usakti, jakarta, 1997.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
——-, “Uraian Singkat tentang Armed Conflict (Konflik Bersenjata”, Makalah Penataran Hukum Humaniter Internasional dan HAM, FH-USU, Medan, Pebruari 1998.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Marion-Harroff-Tavel, Kegiatan Komite Internasional Palang Merah (International Committee of The red Cross/ICRS), Pada Waktu Kekerasan Dalam Negeri, ICRC Regional Jakarta.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mochtar Kusumaatmadja,Konevensi-konvensi Palang Merah th. 1949, Binacipta, Bandung l986.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
——-, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung, 1997.</div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-57850115211344156562018-11-08T08:29:00.001-08:002018-11-08T08:29:13.790-08:00Apakah Hukum Agraria itu ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTGOjiQ3NxYrPl0K7jCjn8A_0POXzzu9pSMBbr0rgvESaqsBSGsPE6nHFbMXjPePU71OWZsl-oJcT-Kg8nMYI8mZ0gj07DzxdirYEzUtrfAIUxABK2PCOhRYGaNVRU61rPwVelQ7x6KSfN/s1600/Hukum-tanah.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="500" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTGOjiQ3NxYrPl0K7jCjn8A_0POXzzu9pSMBbr0rgvESaqsBSGsPE6nHFbMXjPePU71OWZsl-oJcT-Kg8nMYI8mZ0gj07DzxdirYEzUtrfAIUxABK2PCOhRYGaNVRU61rPwVelQ7x6KSfN/s320/Hukum-tanah.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengertian Hukum Agraria</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre berarti tanah atau sebidang tanah . agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian dalam arti luas yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau kulit bumi saja atau pertanian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Devinisi hukum agraria</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mr. Boedi Harsono</div>
<div style="text-align: justify;">
Ialah kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Drs. E. Utrecht SH</div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum agraria menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria, melakukan tugas mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bachsan Mustafa SH</div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum agrarian adalah himpunan peraturan yang mengatur bagaimana seharusnya para pejabat pemerintah menjalankan tugas dibidang keagrariaan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Azas-azas hukum agraria</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Asas nasionalisme</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Asas dikuasai oleh Negara</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Asas hukum adat yang disaneer</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Asas fungsi social</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6 UUPA)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Asas kebangsaan atau (demokrasi)</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa stiap WNI baik asli maupun keturunan berhak memilik hak atas tanah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Asas gotong royong</div>
<div style="text-align: justify;">
Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Asas unifikasi</div>
<div style="text-align: justify;">
Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)</div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical (verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hak-hak atas tanah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hak milik</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Dasar hukum untuk pemilikan hak milik atas tanah yaitu pasal 20-27 UUPA</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Mempunyai sufat turun temurun</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Terkuat dan terpenuh</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Mempunyai fungsi social</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Dapat beralih atau dialihkan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Dibatasi oleh ketentan sharing (batas maksimal) dan dibatasi oleh jumlah penduduk</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Batas waktu hak milik atas tanah adalah tidak ada batas waktu selama kepemilikan itu sah berdasar hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Subyek hukum hak milik atas tanah yaitu WNI asli atau keturunan, badan hukum tertentu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hak guna bangunan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara dalam jangka waktu tertentu sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 29 UUPA untuk perusahaan pertanian atau peternakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Jangka waktu 25 tahun dan perusahaan yang memerlukan waktu yang cukup lama bisa diberikan selama 35 tahun</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Hak yang harus didaftarkan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Dapat beralih karena pewarisan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
− Obyek HGU yaitu tanah negara menurut pasal 28 UUPA jo pasal 4 ayat 2, PP 40/96</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apa bila tanah yang dijadikan obyek HGU tersebut merupakan kawasan hutan yang dapat dikonversi maka terhadap tanah tersebut perlu dimintakan dulu perlepasan kawasan hutan dari menteri kehutanan (pasal 4 ayat 2 UUPA, PP 40/96).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila tanah yang dijadikan obyek HGU adalah tanah yanh sah mempunyai hak maka hak tersebut harus dilepaskan dulu (pasal 4 ayat 3, PP 40/96)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hal tanah yang dimohon terhadap tanaman dan atau bangunan milik orang lain yang keberadaannya atas hak ayang ada maka pemilik tanaman atau bangunan tersebut harus mendapat ganti rugi dari pemegang hak baru (pasal 4 ayat 4, PP 40/96)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pendaftaran Tanah</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus , berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan , pengolahan, pembukuan dan pengujian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ul>
<li><br /></li>
<li>Data fisik adalah keterangan atas letak, batas, luas, dan keterangan atas bangunan.</li>
<li>Persil adalah nomor pokok wajib pajak.</li>
<li>Korsil adalah klasifikasi atas tanah.</li>
<li>Data yuridis adalah keterangan atas status hokum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban lain yang membebaninya.</li>
</ul>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Dasar hukum pendaftaran tanah :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
UUPA pasal 19, 23, 32, dan pasal 38.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
PP No 10/1997 tentang pendaftaran tanah dan dig anti dengan PP No 24/1997</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3 PP 24/1997 yaitu memberikan kepastian hukum atas hak-hak atas tanah meliputi :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ul>
<li>Kepastian hukum atas obyek atas atas tanahnya yitu letak, batas dan luas.</li>
<li>Kepastian hukum atas subyek haknya yaitu siapa yang menjadi pemiliknya (perorangan dan badan hukum)</li>
<li>Kepastian hukum atas jenis hak atas tanahnya (hak milik, HGU, HGB)</li>
</ul>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tujuan pendaftaran tanah (pasal 3 PP 24 Tahun 1997)</div>
<ul>
<li>Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.</li>
<li>Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang mudah terdaftar.</li>
<li>Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.</li>
<li>Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.</li>
<li>Satuan rumah susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.</li>
<li>Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam satuan-satuan rumah susun.</li>
<li>Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.</li>
<li>Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin</li>
<li>Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan / atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut syariah.</li>
<li>Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.</li>
<li>Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.</li>
<li>Tujuan wakaf (pasal 4 UU No. 41/2004) yaitu memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya</li>
<li>Fungsi wakaf (pasal 5) yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.</li>
</ul>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-47386039397294233992018-11-08T08:10:00.001-08:002018-11-08T08:10:52.174-08:00Apakah Hukum Perdata Itu ?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZEAbLYs3WuwtIyJ6VukpjOah_w_Uf-xO4XkJXXvrnV2LKFlh16POd38QBTH9yh7fX1wNlDFLjKE2ZtfC5av07WBXeA5KOUPgn51aI3OBBxxZe7dey7NxUSXJ_Lqj9LIzZuqHIJ6VKDZZV/s1600/HUKUM+PERDATA.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="400" data-original-width="300" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZEAbLYs3WuwtIyJ6VukpjOah_w_Uf-xO4XkJXXvrnV2LKFlh16POd38QBTH9yh7fX1wNlDFLjKE2ZtfC5av07WBXeA5KOUPgn51aI3OBBxxZe7dey7NxUSXJ_Lqj9LIzZuqHIJ6VKDZZV/s320/HUKUM+PERDATA.jpg" width="240" /></a></div>
Hukum Perdata<br />
Pengantar<br />
<br />
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum.<br />
<br />
Ketentuan mengenai hukum perdata ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau lebih dikenal dengan BW (Burgelijke Wetboek).<br />
<br />
Sistematika Hukum Perdata menurut BW terdiri atas 4 buku:<br />
<br />
BUKU I : Tentang orang (van personen)<br />
<br />
Yaitu memuat hukum tentang diri seseorang dan hukum keluarga.<br />
<br />
BUKU II : Tentang benda (van zaken).<br />
<br />
Yaitu memuat hukum kebendaan serta hukum waris.<br />
<br />
BUKU III : Tentang perikatan (van verbintenissen)<br />
<br />
Yaitu memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu.<br />
<br />
BUKU IV : Tentang pembuktian dan daluarsa (van bewijs en verjaring) (memuat ketentuan alat-alat bukti dan akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum)<br />
<br />
Hukum perdata merupakan hukum yang meliputi semua hukum “Privat materil”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Hukum perdata terdiri atas :<br />
<br />
<br />
Hukum Perkawinan<br />
<br />
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal-hal yang diatur dalam hukum perkawinan adalah :<br />
<br />
– Syarat untuk perkawinan<br />
<br />
Pasal 7:<br />
<br />
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.<br />
<br />
– Hak dan kewajiban suami istri<br />
<br />
Pasal 31:<br />
<br />
(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.<br />
<br />
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.<br />
<br />
– Percampuran kekayaan<br />
<br />
Pasal 35:<br />
<br />
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.<br />
<br />
(2) Harta bawaan dari masing-masaing suami dan isteri,dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan,adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.<br />
<br />
– Pemisahan kekayaan<br />
<br />
Pasal 36:<br />
<br />
(1) Mengenai harta bersama,suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.<br />
<br />
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing,suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.<br />
<br />
– Pembatalan perkawinan<br />
<br />
– Perjanjian perkawinan<br />
<br />
– Perceraian<br />
<br />
<br />
Hukum Kekeluargaan<br />
<br />
Hukum kekeluargaan mengatur tentang :<br />
<br />
– Keturunan<br />
<br />
– Kekuasaan orang tua (Outderlijke mactht)<br />
<br />
– Perwalian<br />
<br />
– Pendewasaan<br />
<br />
– Curatele<br />
<br />
– Orang hilang<br />
<br />
<br />
Hukum Benda<br />
<br />
Tentang benda pada umumnya<br />
Pengertian yang paling luas dari perkataan “Benda” (Zaak) ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang.<br />
<br />
Tentang hak-hak kebendaan :<br />
a) Bezit,<br />
<br />
Ialah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olahkepunyaan sendiri, yang ole hukum diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.<br />
<br />
b) Eigendom,<br />
<br />
Ialah hak yang paling sempurna atas suatu benda seorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan,, bahkan merusak)<br />
<br />
c) Hak-hak kebendaan di atas benda orang lain,<br />
<br />
Ialah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain yang berbatasan.<br />
<br />
d) Pand dan Hypotheek,<br />
<br />
Ialah hak kebendaan ini memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi dijadikan jaminan bagi hutang seseorang.<br />
<br />
e) Piutang-piutang yang diberikan keistimewaan (privilage)<br />
<br />
Ialah suatu keadaan istimewa dari seorang penagih yang diberikan oleh undang-undang melulu berdasarka sifat piutang.<br />
<br />
f) Hak reklame,<br />
<br />
Ialah hak penjual untuk meminta kembali barang yang telah dijualnya apabila pembeli tidak melunasi pembayarannya dalam jangka waktu 30 hari.<br />
<br />
<br />
Hukum Waris<br />
<br />
1) Hak mewarisi menurut undang-undang<br />
<br />
2) Menerima atau menolak warisan<br />
<br />
3) Perihal wasiat (Testament)<br />
<br />
4) Fidei-commis<br />
<br />
Ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu waktu atau apabila si waris itu sendiri telah meninggal warisan itu harus diserahkan kepada seorang lain yang sudah ditetapkan dalam testament.<br />
<br />
5) Legitieme portie<br />
<br />
Ialah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.<br />
<br />
6) Perihal pembagian warisan<br />
<br />
7) Executeur-testamentair dan Bewindvoerder<br />
<br />
Ialah orang yang akan melaksanakan wasiat.<br />
<br />
8) Harta peninggalan yang tidak terurus<br />
<br />
<br />
Hukum Perikatan<br />
<br />
Ialah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.<br />
<br />
Hukum perikatan terdiri atas :<br />
<br />
Perihal perikatan dan sumber-sumbernya<br />
Macam-macam perikatan<br />
Perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang<br />
Perikatan yang lahir dari perjanjian<br />
Perihal resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa<br />
Perihal hapusnya perikatan-perikatan<br />
Beberapa perjanjian khusus yang penting<br />
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN<br />
<br />
Sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan dibagi dalam 4 bagian yaitu:<br />
<br />
Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht)<br />
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili)dan sebagainya.<br />
<br />
Hukum Keluarga (familierecht)<br />
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.<br />
<br />
Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht)<br />
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.<br />
<br />
Hukum Waris(erfrecht)<br />
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.<br />
<br />
PERKEMBANGAN PEMBAGIAN HUKUM PERDATA<br />
<br />
Pada mulanya zaman Romawi secara garis besar terdapat 2 kelompok pembagian hukum,yaitu:<br />
<br />
Hukum Publik Adalah hukum yang menitikberatkan kepada perlindungan hukum,yang diaturnya adalah hubungan antara negara dan masyarakat.<br />
Hukum Privat Adalah kumpulan hukum yang menitikberatkan pada kepentingan individu. Hukum Privat ini biasa disebut Hukum Perdata atau Hukum Sipil.<br />
Pada perkembangannya Hukum Perdata/Privat ada 2 pengertian:<br />
<br />
1) Hukum Perdata dalam arti luas<br />
<br />
yaitu:<br />
<br />
Hukum Perdata yang termuat dalam KUHS/Burgerlijk Wetboek/BW ditambah dengan hukum yang termuat dalam KUHD/WvK(Wetboek van Koophandel)<br />
<br />
2) Hukum Perdata dalam arti sempit,yaitu Hukum Perdata yang termuat dalam KUHS itu sendiri.<br />
<br />
Hukum Perdata di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok:<br />
<br />
1. Hukum Perdata Adat:<br />
<br />
Berlaku untuk sekelompok adat<br />
<br />
2. Hukum Perdata Barat:<br />
<br />
Berlaku untuk sekelompok orang Eropa dan Timur Asing<br />
<br />
3. Hukum Perdata Nasional:<br />
<br />
Berlaku untuk setiap orang,masyarakat yang ada di Indonesia<br />
<br />
Berdasarkan realita yang ada,masih secara formal ketentuan Hukum Perdata Adat masih berlaku(misalnya Hukum Waris) disamping Hukum Perdata Barat.<br />
<br />
Unifikasi Hukum Perdata:Penseragaman hukum atau penyatuan suatu hukum untuk diberlakukan bagi seluruh bangsa di seluruh wilayah negara Indonesia.<br />
<br />
Kodifikasi: Suatu pengkitaban jenis-jenis hukum tertentu secara lengkap dan sistematis.Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-25642487739848633322018-11-08T07:59:00.000-08:002018-11-08T07:59:20.863-08:00Apakah Pengertian Teori Hukum, Filsafat Hukum dan Yurisprudence<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCI3DuFOIM6U4fig6XvQeRqT68QNk86mnvXBER5oRbCshWLs9MUQxprvxK9soKLJ9Qb3jRCRuT1eKilzdrT2iXeuyEt9FkyPIOumbzvZPIgOF67fc5WqFlWaJWE5OfIvPnYM6dJnfoe1AD/s1600/FILSAFAT+HUKUM.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="608" data-original-width="1000" height="194" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCI3DuFOIM6U4fig6XvQeRqT68QNk86mnvXBER5oRbCshWLs9MUQxprvxK9soKLJ9Qb3jRCRuT1eKilzdrT2iXeuyEt9FkyPIOumbzvZPIgOF67fc5WqFlWaJWE5OfIvPnYM6dJnfoe1AD/s320/FILSAFAT+HUKUM.jpg" width="320" /></a></div>
Pengertian Teori Hukum, Filsafat Hukum dan Yurisprudence<br />
<br />
Teori hukum<br />
<br />
adalah disiplin hukum yang secara kritikal dalam perspektif interdisipliner menganalisis berbagai aspek dari hukum secara tersendiri dan dalam keseluruhannya, baik dalam konsepsi teoritikalnya maupun dalam pengolahan praktikalnya dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan penjelasan yang lebih jernih tentang bahan-bahan hukum tersaji.<br />
<br />
Pokok kajian teori hukum :<br />
<br />
<br />
<ul>
<li>Analisis hukum yaitu upaya pemahaman tentang struktur sistem hukum, sifat dan kaidah hukum, pengertian dan fungsi asas-asas hukum, unsure-unsur khas dari konsep yuridik (subyek hukum, kewajiba hukum, hak, hubungan hukum, badan hukum, tanggunggugat, dsb)</li>
<li>Ajaran metode yaitu metode dari ilmu hukum (dogmatik hukum), metode penerapan hukum (pembentukan hukum dan penemuan hukum), teori perundang-undangan, teori argumentasi yuridik (teori penalaran hukum).</li>
<li>Ajaran ilmu (epistemologi) dari hukum dengan mempersoalkan karakter keilmuan ilmu hukum</li>
<li>Kritik ideology yaitu kritik terhadap kaidah hukum positif, menganalisis kaidah hukum positif, menganalisis kaidah hukum untuk menampilkan kepentingan dan ideologi yang melatarbelakangi aturan hukum positif (undang-undang)</li>
</ul>
<br />
<br />
Filsafat hukum adalah filsafat yang objeknya khusus hukum<br />
<br />
Pokok kajian filsafat hukum :<br />
<br />
<br />
<ul>
<li>Ontologi hukum yaitu ilmu tentang segala sesuatu (Merefleksi hakikat hukum dan konsep-konsep fundamental dalam hukum, seperti konsep demokrasi, hubungan hukum dan kekuasaan, hubungan hukum dan moral).</li>
<li>Aksiologi hukum yaitu ilmu tentang nilai (Merefleksi isi dan nilai-nilai yang termuat dalam hukum seperti kelayakan, persamaan, keadilan, kebebasan, kebenaran, dsb)</li>
<li>Ideologi hukum yaitu ilmu tentang tujuan hukum yang mengangkut cita manusia (Merefleksi wawasan manusia dan masyarakat yang melandasi dan melegitimasi kaidah hukum, pranata hukum, sistem hukum dan bagian-bagian dari sistem hukum).</li>
<li>Teleologi hukum yaitu ilmu tentang tujuan hukum yang menyangkut cita hukum itu sendiri (Merefleksi makna dan tujuan hukum)</li>
<li>Epistemologi yaitu ilmu tentang pengetahuan hukum (Merefleksi sejauhmana pengetahuan tentang hakikat hukum dan masalah-masalah fundamental dalam filsafat hukum mungkin dijalankan akal budi manusia)</li>
<li>Logika hukum yaitu ilmu tentang berpikir benar atau kebenaran berpikir (Merefleksi atran-aturan berpikir yuridik dan argumentasi yuridik, bangunan logical serta struktur sistem hukum)</li>
<li>Ajaran hukum umum</li>
</ul>
<br />
Yurisprudence adalah ilmu yang mempelajari pengertian dan sistem hukum secara mendalam<br />
<br />
Pokok kajian yurisprudence :<br />
<br />
– Logika hukum<br />
<br />
– Ontologi hukum (penelitian tentang hakekat dari hukum)<br />
<br />
– Epistemologi hukum (ajaran pengetahuan)<br />
<br />
– Axiologi (penentuan isi dan nilai)<br />
<br />
<br />
Filsafat Hukum Dalam Kaitan Dengan Hakekat Hukum<br />
<br />
Filsafat hukum merupakan ilmu pengetahuan yang berbicara tentang hakekat hukum atau keberadaan hukum. Hakekat hukum meliputi :<br />
<br />
1. Hukum merupakan perintah (teori imperatif)<br />
<br />
Teori imperatif artinya mencari hakekat hukum. Keberadaan hukum di alam semesta adalah sebagai perintah Tuhan dan Perintah penguasa yang berdaulat<br />
<br />
Aliran hukum alam dengan tokohnya Thomas Aquinas dikenal pendapatnya membagi hukum (lex) dalam urutan mulai yang teratas, yaitu :<br />
<br />
<br />
<ul>
<li>Lex aeterna (Rasio Tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh manusia, yang disamakan hukum abadi)</li>
<li>Lex divina (Rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia)</li>
<li>Lex naturalis (Penjelmaan dari Lex aeterna dan Lex divina)</li>
<li>Lex positive (hukum yang berlaku merupakan tetesan dari Lex divina kitab suci</li>
<li>Aliran positivisme hukum Jhon Austin beranggapan bahwa hukum berisi perintah, kewajiban, kedaulatan dan sanksi. Dalam teorinya yang dikenal dengan nama “analytical jurisprudence” atau teori hukum yang analitis bahwa dikenal ada 2 (dua) bentuk hukum yaitu positive law (undang-undang) dan morality (hukum kebiasan).</li>
</ul>
<br />
<br />
2. Kenyataan sosial yang mendalam (teori indikatif)<br />
<br />
Mahzab sejarah : Carl von savigny beranggapan bahwa hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat.<br />
<br />
Aliran sociological jurisprudence dengan tokohnya Eugen Eurlich dan Roscoe Pound dengan konsepnya bahwa “hukum yang dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) baik tertulis malupun tidak tertulis”.<br />
<br />
Hukum tertulis atau hukum positif<br />
Hukum posistif atau Ius Constitutum yaitu hukum yang berlaku di daerah (negara) tertentu pada suatu waktu tertentu.<br />
<br />
Contoh : UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.<br />
<br />
Hukum tidak tertulis<br />
– Hukum kebiasaan yaitu kebiasaan yang berulang-ulang dan mengikat para pihak yang terkait<br />
<br />
– Hukum adat adalah adat istiadat yang telah mendapatkan pengukuhan dari penguasa adat<br />
<br />
– Traktat atau treaty adalah perjanjian yang diadakan antar dua negara atau lebih dimana isinya mengikat negara yang mengadakan perjanjian tersebut.<br />
<br />
– Doktrin adalah pendapat ahli hukum terkemuka<br />
<br />
– Yurisprudensi adalah kebiasaan yang terjadi di pengadilan yang berasaskan “azas precedent” yaitu pengadilan memutus perkara mempertimbangkan putusan kasus-kasus terdahulu yang di putus (common law)<br />
<br />
3. Tujuan hukum (teori optatiif)<br />
<br />
Keadilan<br />
Menurut Aristoteles sebagai pendukung teori etis, bahwa tujuan hukum utama adalah keadilan yang meliputi :<br />
<br />
– Distributive, yang didasarkan pada prestasi<br />
<br />
– Komunitatif, yang tidak didasarkan pada jasa<br />
<br />
– Vindikatif, bahwa kejahatan harus setimpal dengan hukumannya<br />
<br />
– Kreatif, bahwa harus ada perlindungan kepada orang yang kreatif<br />
<br />
– Legalis, yaitu keadilan yang ingin dicapai oleh undang-undang<br />
<br />
Kepastian<br />
Hans kelsen dengan konsepnya (Rule of Law) atau Penegakan Hukum. Dalam hal ini mengandung arti :<br />
<br />
– Hukum itu ditegakan demi kepastian hukum.<br />
<br />
– Hukum itu dijadikan sumber utama bagi hakim dalam memutus perkara.<br />
<br />
– Hukum itu tidak didasarkan pada kebijaksanaan dalam pelaksanaannya.<br />
<br />
– Hukum itu bersifat dogmatic.<br />
<br />
Kegunaan<br />
Menurut Jeremy Bentham, sebagai pendukung teori kegunaan, bahwa tujuan hukum harus berguna bagi masyarakat untuk mencapai kebahagiaan sebesar-besarnya.<br />
<br />
Filsafat Hukum Dalam Kaitan Dengan Perundang-undangan<br />
<br />
1. Pembukaan UUD 1945<br />
<br />
Pembukaan alenia pertama, secara substansial mengandung pokok prikeadilan, konsep pemikiran yang mengarah kepada kesempurnaan dalam menjalankan hukum didalam kehidupan.<br />
Pembukaan alenia kedua, adil dan makmur, merupakan implementasi dari tujuan hukum yang pada dasarnya yaitu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.<br />
Pembukaan alenia ketiga, mengatur mengenai hubungan manusia dengan Tuhan atau penciptanya yang telah mengatur tatanan di dunia ini.<br />
Pembukaan alenia keempat, mengenai lima sila dari Pancasila yang merupakan cerminan dari nilai-nilai bangsa yang diwariskan turun-temurun dan abstrak yang Pancasila merupakan kesatuan sistem yang berkaitan erat tidak dapat dipisahkan.<br />
2. Undang-undang yaitu terdapat dalam Konsideran (pertimbangan) atau isinya(pasal-pasalnya)<br />
<br />
Aliran Hukum Dalam Filsafat Hukum<br />
<br />
1. Aliran Hukum Alam<br />
<br />
Yaitu aliran yang konsepsinya bahwa hukum berlaku universal dan abadi.<br />
<br />
Tokohnya Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Grotius.<br />
<br />
Plato<br />
Aristoteles dalam teori dualisme bahwa manusia bagian dari alam dan manusia adalah majikan dari alam<br />
Thomas Aquinas<br />
Grotius dengan kosepnya “mare liberium<br />
Kelebihan aliran hukum alam : mengembangkan dan membangkitkan kembali orang untuk berfilsafat hukum dalam mencari keadilan, mengembangkan perlindungan terhadap HAM, mengembangkan hukum internasional.<br />
<br />
Kekurangan aliran hukum alam : anggapan bahwa hukum berlaku universal dan abadi itu tidak ada karena hukum selalu disesuaikan dengan kebutuhan manusia dan perkembangan zaman.<br />
<br />
2. Aliran Positivisme Hukum<br />
<br />
Yaitu aliran yang konsepnya bahwa hukum merupakan perintah dari penguasa berdaulat (Jhon Austin) dan merupakan kehendak dari pada Negara (Hans Kelsen).<br />
<br />
3. Mahzab Sejarah (historical jurisprudence)<br />
<br />
Yaitu aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Tokoh : Carl von Savigny<br />
<br />
4. Aliran Sociological Jurisprudence<br />
<br />
Yaitu aliran hukum yag konsepnya bahwa huku yang dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law baik tertulis maupun tidak tertulis. Tokoh : Eugen Ehrlich<br />
<br />
5. Aliran Pragmatic Legal Realism<br />
<br />
Yaitu aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum dapat berperan sebagai alat pembaharuan masyarakat. Tokoh : Roscoe Pound<br />
<br />
6. Aliran Marxis Yurisprudence<br />
<br />
Yaitu aliran yang konsepnya bahwa hukum harus memberikan perlindungan terhadap golongan proletar atau golongan ekonomi lemah. Tokoh : Lenin, Bernstein, Gramsci, Horkheimer, Marcuse.<br />
<br />
7. Aliran Anthropological Jurisprudence<br />
<br />
Yaitu airan yang konsepnya bahwa hukum mencerminkan nilai sosial budaya (Northrop), hukum mengandung system nilai (Mac Dougall)<br />
<br />
8. Aliran Utilitariannism<br />
<br />
yaitu aliran yang konsepnya bahwa hukum memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi orang sebanyak-banyaknya (the greatest happines for ter greatest number).<br />
<br />
Tokoh : Jhon Lucke<br />
<br />
9. Mahzab Unpad, yaitu aliran yang konsepnya bahwa hukum dapat berfungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Tokoh : Mochtar Kusumaatmadja.<br />
<br />
Hukum tidak meliputi asas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat termasuk lembaga dan proses didalam mewujudkan kaedah itu dalam kenyataan.<br />
Hukum adalah keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, termasuk lembaga dan proses dalam mewujudkan berlakunya hukum.<br />
<br />
Pengajar : Prof. Dr. H. R. Otje Salman, S.H<br />
<div>
<br /></div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8963997247333871431.post-75967122392852792232018-11-08T00:21:00.001-08:002018-11-08T00:21:32.854-08:00Apakah Politik Hukum Itu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHosFhTRutHKC-Ttw64K5LGOAjFyHmOsu-z0CtXYhJ4dmaEHu4c0YbkRbBfP8NypF8iMnQwYi8T5zKgqVxUomVs4QtsulsWnkEEw9Km_xnp86F4bnycVTQ52KA1jUQ7-_9K7MChzziD78g/s1600/POLITIK+HUKUM.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="225" data-original-width="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHosFhTRutHKC-Ttw64K5LGOAjFyHmOsu-z0CtXYhJ4dmaEHu4c0YbkRbBfP8NypF8iMnQwYi8T5zKgqVxUomVs4QtsulsWnkEEw9Km_xnp86F4bnycVTQ52KA1jUQ7-_9K7MChzziD78g/s1600/POLITIK+HUKUM.jpg" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
DicatNews - Perumpaan diatas dapat sedikit menggambarkan mengenai relasi antara politik dan hukum.. Hukum itu sendiri merupakan suatu ilmu yang kompleks sehingga hukum dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang termasuk dari sudut pandang politik. Hukum dan politik masing-masing merupakan ilmu yangberdiri sendiri dan mandiri, namun keduanya memiliki keterikatan satu sama lain dimana satu disiplin ilmu tidak memiliki makna apa-apa tanpa melibatkan disiplin hukum yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
A. Pengertian Politik Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seiring dengan perkembangannya, beberapa pakar mencoba untuk mendifinisikan politik hukum itu sendiri diantara lain :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Satjipto Rahardjo.</div>
<div style="text-align: justify;">
Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara – cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Padmo Wahjono disetir oleh Kotam Y. Stefanus. Politik Hukum adalah kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu ( menjadikan sesuatu sebagai Hukum ). Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
L. J. Van Apeldorn. Politik hukum sebagai politik perundang-undangan .Politik Hukum berarti menetapkan tujuan dan isi peraturan perundang-undangan . (pengertian politik hukum terbatas hanya pada hukum tertulis saja).</div>
<div style="text-align: justify;">
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto. Politik Hukum sebagai kegiatan-kegiatan memilih nilai- nilai dan menerapkan nilai – nilai.</div>
<div style="text-align: justify;">
Moh. Mahfud MD. Politik Hukum ( dikaitkan di Indonesia ) adalah sebagai berikut : </div>
<div style="text-align: justify;">
(a) Bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan meyakini adanya persamaan substansif antara berbagai pengertian yang ada atau tidak sesuai dengan kebutuhan penciptaan hukum yang diperlukan. </div>
<div style="text-align: justify;">
(b) Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan Bellefroid dalam bukunya Inleinding Tot de Fechts Weten Schap in Nederland. Mengutarakan posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu. Politik hukum merupakan salah satu cabang atau bagian dari ilmu hukum, menurutnya ilmu hukum terbagi atas : Dogmatika Hukum,Sejarah Hukum,Perbandingan Hukum, Politik Hukum, Ilmu Hukum Umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
B. Sifat Politik Hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
Politik hukum bersifat lokal dan partikular yang hanya berlaku dari dan untuk negara tertentu saja. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang kesejarahan, pendangan dunia (world-view), sosio-kultural dan political will dari masing-masing pemerintah. Meskipun begitu, politik hukum suatu negara tetap memperhatikan realitas dan politik hukum internasional. Perbedaan politik hukum suatu negara tertentu dengan negara lain inilah yang menimbulkan istilah politik hukum nasional.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Bagi Manan , seperti yang dikutip oleh Kotan Y. Stefanus dalam bukunya yang berjudul “ Perkembangan Kekuasaan Pemerintahan Negara ” bahwa Politik Hukum terdiri dari :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Politik Hukum yang Bersifat Tetap (permanen)</div>
<div style="text-align: justify;">
Berkaitan dengan sikap ilmu hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaa pembentukan dan penegakan hukum. Bagi bangsa Indonesia, politik hukum tetap antara lain :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
a) Terdapat satu sistem hukum yaitu Sistem hukum nasional</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah 17 Agustus 1945, maka politik hukum yang berlaku adalah politik hukum nasional, artinya telah terjadi unifikasi hukum (berlakunya satu sistem hukum diseluruh wilayah Indonesia). Sistem hukum nasional tersebut terdiri dari :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ul>
<li>Hukum Islam (yang dimasukkan adalah asas-asasnya)</li>
<li>Hukum Adat (yang dimasukkan adalah asas-asasnya)</li>
<li>Hukum Barat (yang dimasukkan adalah sistematiknya)</li>
</ul>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sistem hukum yang dibangun adalah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 :</div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak ada hukum yang memberi hak istimewa pada warga negara tertentu berdasarkan pada suku, ras, dan agama. Kalaupun ada perbedaan semata-mata didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka kesatuan dan persatuan bangsa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyaraka. Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan hukum , sehingga masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam pembentukan hukum . Hukum adat dan hukum yang tidak tertulis lainnya diakui sebagai subsistem hukum nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Politik Hukum yang bersifat temporer. Dimaksudkan sebagai kebijaksanaan yang ditetapkan dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan .</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
C. Politik Hukum Nasonal</div>
<div style="text-align: justify;">
Politik hukum nasional adalah kebijakan dasar penyelenggara negara (Republik Indonesia) dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karakteristik politik hukum nasional adalah lebijakan atau arah yang akan dituju oleh politik hukum nasional dalam masalah pembangunan hukum nasional. sebagi bentuk dari kristalisasi kehendak-kehendak rakyat. Untuk itu kita perlu untuk menengok kembali rumusan politik hukum nasional yang terdapat dalam GBHN. Pada butir ke-2 TAP MPR No IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tentang arah kebijakan bidang hukum dikatakan :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadau dengan mengakui menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakasilan gender dan ketidak sesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan kutipan diatas ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik : 1) sistem hukum naisonal yang dibentuk hendaknya bersifat menyeluruh dan terpadu ; 2) sistem hukum nasional yang dibentuk tetap mengakui dan menghormati eksistensi hukum dan agama adat ;Berdasarkan kutipan diatas ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik : 1) sistem hukum naisonal yang dibentuk hendaknya bersifat menyeluruh dan terpadu ; 2) sistem hukum nasional yang dibentuk tetap mengakui dan menghormati eksistensi hukum dan agama adat 😉 melakukan pembaharuan terhadap warisan hukum kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif dan tidak sesuai dengan tujuan reformasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Fakta membuktikan bahwa kendati tidak menyebutkan politik hukum kodifikasi dan unifikasi, pemerintah tetap berupaya melakukan kebijakan tersebut. hanya saja, seiring dengan perkembangan sosial-politik dan kesadaran hukum masyarakat, kebijakan tentang unifikasi hukum mengalami tantangan dari banyak pihak. setelah menerima kritik yang bertubi-tubi dan mengalami puncaknya ketika disahkan pemberlakuan peradilan ISLAM, mahkamah Syar’iyah, di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, (1) Tampaknya ada kecenderungan kuat Indonesia tidak lagi menganut politik hukum unifikasi, tetapi telah beralih ke pluralisme hukum ; 2) berbeda debga politik unifikasi yang cenderung diitinggalkan, politik hukum kodifikasi masi tetap dilakukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
D. Politik hukum sebagai Kajian Hukum Tata Negara</div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan pengertian Politik Hukum yaitu, kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Dalam definisi ini terdapat penyelenggara negara, dan yang kita ketahui adalah penyelenggara negara adalah pemerintah yang dalam pengertian luas mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tujuan negara yang dicita-citakan dapat dilihat dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertivab dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Apa yang terdapat dalam pembukaan itu kemudian dijabarkan lebih rinci pada pasal-pasal UUD 10945 tersebut, dan dioperasionalkan dalam bentuk undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang lain yang ada dibawahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemerintahan atau lembaga negara serta cita-cita suatu negara merupakan bagian dari studi hukum tata negara . Artinya hal-hal yang berkaitan dengan politik hukum dalam pengertian teoritis dan praktis (menyangkut makna dan jiwa sebuah tata hukum, dan “teknik hukum” yang menyangkut cara membentuk hukum) kini menjadi kajian dalam disiplin ilmu tersebut. Hal ini sesuai dengan pnegrtian hukum tata negara yang dikemukakan oleh C. Van Vollenhoven dalam sebuah tulisan yang berjudul Thorbecke en het Administratief Reacht (1919) yang mengatakan bahwa hukum tata negara adalah rangkaian peraturan hukum, yang mendirikan badan-badan sebagai alat (organ) suatu negara dengan memberikan wewenang kepada badan-badan itu, dan yang membagi-bagi pekerjaan pemerintah kepada banyak alat negara, baik yang tinggi maupun yang rendah kedudukannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
E. Politik Hukum Internasional</div>
<div style="text-align: justify;">
Para pemikir aliran kritis-konstruktivis pada dasarnya memahami politik hukum internasional dari dasar struktur kostitusional pembuatan perjanjian internasional, di mana negara dipandang sebagai sebuah entitas yang diakui secara hukum (juridically recognised) dan penciptaa norma-norma mengenai pengakuan dan keadilan prosedural yang digunakan dalam pembuatan perjanjian. Tujuan ideal dari struktur tersebut adalah terciptanya norma-norma pengikat yang bersifat mutual, yang akan membawa negara-negara yang terlibat perjanjian ke dalam keputusan yang didasari atas saling pengertian, tanpa paksaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pandangan ini lebih lanjut mendorong negara untuk terlibat dalam pergaulan internasional, disertai dengan norma-norma seperti saling pengertian, saling percaya, compliance, dan penghindaran atas bentuk-bentuk kecurangan dan penggunaan paksaan dan kekerasan. Berdasarkan sudut pandang ahli-ahli seperti Habernas dan Wendt, terciptalah suatu kerangka kerja kritis-konstruktivis yang terintegrasi untuk dapat memahami dinamika dalam ptaran negosiasi tentang perubahan iklim.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjanjian internasional merupakan wujud dari politik hukum internasional, dimana politik hukum dijadikan sebuah alat untuk melakukan sebuah perjanjian antara negara ataupun organisasi dunia. Politik hukum merupakan sebuah dasar untuk menentukan arah kebijakan suatu negara. Termasuk dalam membuat suatu perjanjian internasional seperti halnya, Amerika yang menolak untuk menandatangani UNCLOS (United Nation Convention Of The Law On The Sea) dimana perjanjian tersebut merupakan pengakuan atas adanya negara-negara kepulauan termasuk hak-hak yang dimiliki oleh negara kepulauan tersebut. Amerika Serikat memandang bahwa perjanjian tersebut sama sekali tidak memberikan manfaat untuknya sehingga politik yang merupakan alat untuk menentukan arah kebijakannya tidak mengakui adanya UNCLOS tersebut walaupun dalam hal ini Amerika Serikat hanya melakukan pengakuan secara diam-diam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber: Dasar-dasar Politik Hukum, Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari (2004).</div>
Redaksi DiCathttp://www.blogger.com/profile/16306715427349071096noreply@blogger.com